Pengertian Akuntansi Syariah
Secara etimologi, kata akuntansi berasal dari bahasa Inggris accounting, dalam bahasa Arabnya disebut "muhasabah" yang berasa dari kata hasaba, hasibah, muhasabah, atau wazan yang lain adalah hasaba, hasban, hisabah, artinya; menimbang, memperhitungkan, mengkalkulasi, mendata, atau menghisab. Yakni menghitung dengan saksama atau teliti yang harus dicatat dalam pembukuan tertentu.1
Kata "hisab" banyak ditemukan dalam Al-Qur’an dengan pengertian yang hampir sama, yaitu berujung pada jumlah atau angka, seperti firman Allah Swt. dalam:
1. QS al-Isra' [17]:12:
"….. bilangan tahun-tahun dan perhitungan ….."
2. QS al-Thalaq [65]:8:
"….. maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras ….."
3. QS al-Insyiqaq [84]:8:
"Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah"
Kata hisab dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan pada bilangan atau perhitungan yang ketat, teliti, akurat, dan accountable. Oleh karena itu, akuntansi adalah mengetahui sesuatu dalam keadaan cukup, tidak kurang, dan tidak pula lebih.
Sedangkan pengertian akuntansi secara terminologi adalah (1) menurut buku A Statement of Basic Accounting Theory dikatakan bahwa akuntansi adalah proses mengidentifikasi, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalam hal pertimbangan dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainya; (2) American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) mendefinisikan akuntansi sebagai seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian yarig umumnya bersifat keuangan dan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya; dan (3) Accounting Principles Board (APB) mengatakan bahwa akuntansi adalah suatu kegiatan jasa, yang fungsinya memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, yang digunakan dalam memilih di antara beberapa alternatif.2
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akuntansi syariah adalah suatu kegiatan identifikasi, klarifikasi, pendataan, dan pelaporan melalui proses perhitungan yang terkait dengan transaksi keuangan sebagai bahan informasi dalam mengambil keputusan ekonomi berdasarkan prinsip akad-akad syariah, yaitu tidak mengandung zhulum (kezaliman), riba, maysir (judi), gharar (penipuan), barang yang diharamkan, dan membahayakan.
Dengan demikian, maka keberadaan akuntansi dalam setiap lembaga, khususnya lembaga keuangan sangatlah penting adanya, karena melalui jasa akuntansi ini kita dapat menentukan hak dan kewajiban pihak-pihak terkait, dapat menyediakan informasi keuangan yang akurat dan bermanfaat dalam mengambil keputusan, serta dapat meningkatkan kepatutan dalam semua transaksi dan kegiatan usaha lainnya. Namun dalam kaitannya dengan syariah, maka seorang akunting harus memiliki sekurang-kurangnya 4 sifat dasar dalam melakukan perhitungan-perhitungan, yakni kejujuran, keadilan, kebijakan, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai syariah yang berimplikasi pada sebuah tanggung jawab, bukan hanya pada atasan dan masyarakat yang terkait tetapi ganjaran Allah Swt., yakni mengandung konsekuensi pertanggungjawaban dunia dan akhirat. Oleh karena itu, prinsip-prinsip yang dibangun dalam akuntansi syariah adalah:
1. Amanah, yakni dalam melakukan perhitungan dan neraca keuangan, seseorang harus bersifat amanah dalam semua informasi dan keterangan yang diungkapkan.
2. Mishdaqiah, yaitu sesuai dengan realitas. Yakni dalam memberikan informasi neraca keuangan haruslah valid, benar, dan sesuai dengan realitas yang ada.
3. Diqqah, yaitu cermat dan sempurna.
4. Tauqit, yaitu penjadwalan yang tepat. Yakni bekerja secara efektif dan efisien sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan.
5. Adil dan netral, yaitu dalam menyiapkan laporan keuangan haruslah bersikap adil tanpa tertekan karena atas prinsip kebenaran, kejujuran, dan kemashlahatan.
6. Tibyan, yaitu transparansi dalam penyajian data-data yang jelas dan akurat.3
Hal inilah yang membedakan penerapan sistem ekonomi syariah dengan sistem yang dibangun oleh ekonomi konvensional. []
Catatan Kaki:
1Lebih lanjut, baca Lisan al-Araby. Karya Jamaluddin Muhammad bin Makram bin Mandzur al-Anshary, Al-Muassasah al-Misriah al-‘Ammah wa al-Anba’ wa al-Nasyr, Dar al-Misriah li al-Ta'if wa al-Tarjamah, h. 301-304. Buku Dr. Husein Syahatah, Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam (Khusnul Fatarib. Pen). Akbar, Jakarta, Cet. I, 2001, h. 30-43.
2Drs. Muhammad, Prinsip-Prinsip Akuntansi dalam Al-Qur'an, Universitas Islam Indonesia Press, 2000, h. 3-4.
3Lebih jauh baca buku, Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan Sistem Operasional. Gema Insani Press, Jakarta, 2004, h. 390-394.
Dasar Hukum Akuntansi Syariah
Akuntansi dalam konsep Islam didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber hukum Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan. Juga untuk menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa, apakah peristiwa itu sesuai dengan hukum-hukurn syariat atau tidak.
Dengan demikian, dalam mengungkap pijakan utama akuntansi syariat tersebut diambil dari sumber-sumber fiqih, yaitu: Al-Qur'an, hadis, Ijma, Qiyas, dan kaidah fiqihiyah.
Adapun landasan utama yang dijadikan dasar hukum akuntansi syariah adalah:
1. QS al-Baqarah [2] :282:
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
2. QS al-Syura [42]:182-183:
Artinya:
"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan; (181) dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. (182) Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan; (183) dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu"
3. Pendapat Ulama:
Ibnu Abidin berkata: "Catatan atau pembukuan seorang agen dan kasir bisa menjadi bukti berdasarkan kebiasaan yang berlaku. Kalau si pembeli atau kasir maupun agen itu tidak menggunakan catatan khusus, itu bisa merugikan orang lain, karena biasanya barang-barang dagangan itu tidak dilihat, seperti halnya barang-barang yang dikirim ke koneksi-koneksinya di daerah jauh. Jadi, dalam keadaan seperti itu, mereka biasanya berpegang pada ketentuan-ketentuan yang tertulis dalam daftar-daftar atau surat-surat yang dijadikan pegangan ketika timbul resiko atau kerugian."
Imam Syafi'i berkata: "siapa yang mempelajari hisab atau perhitungan, luaslah pikirannya."
4. Kaidah Fiqih:
Pada dasarnya segala bentuk muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkan. []
Konsep Akuntansi Syariah
Berdasarkan firman Allah Swt. dalam QS al-Baqarah [2]:282 tersebut “faktubuuhu (maka hendaklah ada yang menuliskannya)”, memberikan isyarat bahwa keberadaan akuntansi dalam sebuah lembaga keuangan atau transaksi menjadi wajib adanya. Karena melalui akuntansilah, seseorang dapat mengetahui secara baik dan benar laporan keuangan terhadap transaksi, neraca, atau laba rugi yang pernah dilakukan.
Dari ayat tersebut dapat pila ditarik benang merahnya terhadap konsep akuntansi yang dibangun oleh Islam, yaitu:
1. Ketaatan pada hukum syariah. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh unit ekonomi harus dilihat dari sisi halal haramnya suatu barang atau nilai yang ditransaksikan. Faktor inilah yang membedakan dengan prinsip-prinsip ekonomi di luar Islam.
2. Melaporkan dengan akurat, teliti, baik, dan jujur. Seluruh laporan keuangan harus dibuat secara accountable dan transparan.
3. Terkait pada keadilan. Karena tujuan utama syariah Islam adalah penerapan keadilan dalam masyarakat secara keseluruhan. Informasi akuntan harus mampu melaporkan setiap kegiatan atau keputusan yang dibuat.
4. Mempromosikan dan menilai efisiensi kepemimpinan. Sistem akuntansi harus mampu memberikan standar berdasarkan hukum sejarah untuk menjamin bahwa manajemen mengikuti kebijaksanaan yang baik.
5. Penentuan laba rugi yang tepat. Walaupun penentuan laba rugi agak bersifat subjektif dan bergantung pada nilai, tetapi faktor kehati-hatian harus dilaksanakan agar tercapai hasil yang bijaksana dan konsisten, sehingga dapat menjamin bahwa kepentingan semua pihak pemakai laporan dilindungi.
6. Perubahan dalam praktik akuntansi. Peran akuntansi yang demikian luas dalam kerangka Islam memerlukan perubahan yang sesuai dan cepat dalam praktik akuntansi sekarang. Akuntansi harus mampu bekerja sama untuk menyusun saran-saran yang tepat untuk mengikuti perubahan ini.1
Dengan demikian, konsep akuntansi syariah dapat digambarkan sebagai berikut:
Hanya saja perlu diingat bahwa akuntansi Islam adalah teori yang menjelaskan bagaimana mengalokasikan sumber-sumber yang ada secara adil bukan pelajaran tentang bagaimana akuntansi itu ada. Hal ini meminjam ungkapan Baqir al-Sadr yang mengatakan
“Ekonomi Islam ... bukankah suatu pelajaran tetapi suatu teori.... Teori artinya metode dan alat belajar untuk menafsirkan".2 Karena Islam mencakup semua bidang antara satu dengan lainnya tak terpisahkan. []
Catatan Kaki:
1Prof. Dr. Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam. Bumi Aksara, cet. II, Jakarta, 1999, h. 145. Lihat pula buku: Sofyan Syafri Harahap, Ph.D, Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam, Pustaka Quantum, Jakarta, Cet. I, 2001; Dr. Iwan Triyuwono, Organisasi dan Akuntansi Syari'ah, LKiS, Yogyakarta, Cet.I, 2000.
2Sofyan Syafri Harahap, Ibid, h. 272.
Macam-Macam Akuntansi Syariah
1. AKUNTANSI ISTISHNA
Istishna merupakan kontrak penjualan antara al-mustashni’ (pembeli akhir) dan al-shani’ (pemasok). Dimana, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan al-mashnu (barang pesanan), sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati, dengan cara pembayaran dapat berupa pembayaran di muka, cicilan atau ditangguhkan selama jangka waktu tertentu.
Karakteristik akuntansi istishna adalah:
1. Pada dasarnya harga barang tidak dapat berubah selama jangka waktu akad, kecuali disepakati.
2. Barang pesanan:
a. Harus diketahui karaktenstiknya secara umum, meliputi: jenis, macam, kualitas, dan kuantitasnya.
b. Harus sesuai karakteristik yang disepakati antara penjual dan pembeli.
c. Jika salah atau cacat maka penjual/produsen bertanggung jawab untuk menggantinya.
3. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual maka memesan ke pihak lain (sub kontrak) untuk menyediakan barang pesanan, disebut dengan istishna.
4. Syarat paralel adalah:
a. Akad kedua (bank dengan sub-kontraktor) terpisah dengan akad pertama (pembeli akhir dengan bank)
b. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah
5. Istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:
a. Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya, atau
b. Akad batal demi hukum, maka kondisi hukum yang dapatmenghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
6. Hak pembeli, yakni jaminan dari penjual atas
a. Jumlah yang telah dibayarkan, dan
b. Penyerahan barang pesanan sesuai spesifikasi dan tepat waktu
7. Hak penjual, yakni jaminan atas harga yang disepakati akan dibayar tepat waktu.
8. Pemindahan hak, yakni dilakukan saat penyerahan sebesar jumlah yang disepakati.
Dengan demikian, maka rukun istishna adalah:
(1) Produsen (Shani)
(2) Pemesan (Mustashni)
(3) Barang (Mashnu)
(4) Harga (Tsaman)
(5) Ijab Qabul (Sighat)
Berdasarkan Fatwa DSN No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Ketentuan tentang pembayaran:
(1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat
(2) Pembayaran dilakukan sesuai dengan manfaat
(3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
2. Ketentuan tentang barang:
(1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang
(2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya
(3) Penyerahannya dilakukan kemudian
(4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan
(5) Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
(6) Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan
(7) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
3. Ketentuan lain:
(1) Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat.
(2) Semua ketentuan dalam jual beli Salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli istishna.
Perbedaan Salam dan Istishna
SalamIstishnaBarang dipesan / diadakan lebih dahuluBarangnya dipesan dan diproduk lebih dahuluPembayaran seluruhnya di mukaPembayaran dapat dilakukan di muka, dicicil (per termin) sampai selesai, atau di belakangJangka waktu pendekJangka waktu panjangUmumnya untuk pengadaan barang modal kerjaUmumnya untuk barang investasi
Bank Sebagai Penjual
Pengakuan dan pengukuran biaya istishna :
1. Biaya istishna terdiri:
a. Biaya langsung, yaitu biaya untuk menghasilkan barang pesanan.
b. Biaya tidak langsung yang berhubungan dengan akad (termasuk biaya pra-akad) dialokasikan secara objektif.
2. Beban umum dan administrasi, beban penjualan, serta biaya riset dan pengembangan, tidak termasuk biaya istishna.
3. Biaya pra-akad diakui sebagai biaya ditangguhkan.
a. Akad ditandatangani, berarti diakui sebagai biaya istishna.
b. Akad tidak ditandatangani, berarti dibebankan pada periode berjalan.
4. Biaya yang terjadi selama periode laporan, yakni diakui sebagai Aktiva Istishna dalam penyelesaian saat terjadinya.
Pengukuran dan pengakuan biaya Istishna Paralel
1. Biaya terdiri:
a. Biaya perolehan barang sebesar tagihan subkontraktor kepada bank.
b. Biaya tidak langsung berhubungan dialokasikan secara objektif.
c. Semua biaya akibat subkontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya (jika ada).
2. Diakui sebagai "aktiva istishna dalam penyelesaian" saat diterimanya tagihan dari subkontraktor sebesar jumlah tagihan.
3. Tagihan setiap termin dari bank kepada pembeli akhir diakui sebagai "piutang Istishna" dan sebagai "Termin Istishna" (Istishna Billing) pada pos lawannya.
Pendapatan Istishna adalah:
1. Margin keuntungan yang merupakan selisih antara penjualan istishna dan harga pokok istishna.
2. Pendapatan istishna diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau metode akad selesai.
Metode akad selesai:
1. Sebelum pekerjaan selesai, tidak ada:
a. Pendapatan istishna yang diakui.
b. Harga pokok istishna yang diakui.
c. Bagian keuntungan yang diakui dalam "istishna dalam penyelesaian".
2. Pengakuan pendapatan istishna, harga pokok istishna, dan keuntungan dilakukan hanya pada akhir penyelesaian pekerjaan.
Penyelesaian awal:
1. Bank memberi potongan; bank menghapus sebagian keuntungannya akibat penyelesaian awal tersebut.
2. Penghapusan sebagian keuntungan akibat penyelesaian awal piutang Istishna:
a. Potongan secara langsung dan dikurangkan dari piutang istishna pada saat pembayaran.
b. Penggantian kepada pembeli sebesar keuntungan yang dihapuskan tersebut setelah menerima pembayaran piutang istishna secara keseluruhan.
Perubahan pesanan dan klaim tambahan
1. Nilai dan biaya akibat perubahan pesanan yang disepakati ditambahkan pada "pendapatan istishna" dan "biaya istishna".
2. Jika persyaratan klaim dipenuhi; biaya tambahan, menambah biaya istishna sehingga pendapatan istishna akan berkurang sebesar biaya klaim.
3. Berlaku juga untuk istishna paralel; biaya perubahan pesanan dan klaim tambahan ditentukan oleh subkontraktor dan disetujui oleh bank berdasarkan akad istishna paralel.
Biaya pemeliharaan dan penjaminan barang pesanan diakui pada saat terjadinya dan diperhitungkan dengan pendapatan istishna.
Bank Sebagai Pembeli
Bank mengakui "aktiva istishna dalam penyelesaian" sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui “hutang istishna” kepada penjual.
Penerimaan barang pesanan
1. Keterlambatan penyerahan barang:
a. Kelalaian atau kesalahan penjual dan bank rugi. Kerugian dikurangkan dari garansi penyelesaian proyek yang telah diserahkan penjual.
b. Jika kerugian lebih besar dari garansi penyelesaian maka selisihnya diakui sebagai piutang istishna jatuh tempo kepada subkontraktor.
2. Tidak sesuai spesifikasi:
a. Bank menolak dan tidak menerima seluruh jumlah uang yang telah dikeluarkan maka diakui sebagai piutang istishna jatuh ke subkontraktor.
b. Barang dipesan diukur dengan nilai yang tebih rendah antara nilai wajar dengan harga perolehan maka selisihnya diakui kerugian periode berjalan.
c. Dalam istishna paralel, maka barang diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan harga pokok istishna, selisihnya diakui kerugian pada periode berjalan.
Penyajian transaksi Istishna:
1. "Termin istishna" yang sudah ditagih disajikan sebagai pos pengurang "aktiva istishna dalam penyelesaian"
2. Selisih termin istishna yang sudah ditagih dengan aktiva istishna dalam penyelesaian:
a. Selisih lebih => disajikan sebagai aktiva
b. Selisih kurang => disajikan sebagai kewajiban
3. Aktiva istishna dalam penyelesaian yang telah selesai dibuat => disajikan sebagai persediaan sebesar harga jual Istishna kepada pembeli akhir.
4. Dalam istishna paralel, piutang istishna dan hutang istishna tidak boleh saling hapus.
Pengungkapan transaksi Istishna mencakup dan tidak terbatas pada:
a. Pendapatan dan keuntungan dari kontrak istishna selama periode laporan.
b. Jumlah akumulasi biaya atas kontrak berjalan serta pendapatan dan keuntungan sampai dengan akhir periode laporan.
c. Jumlah sisa kontrak yang belum diselesaikan.
d. Klaim tambahan yang belum selesai.
e. Nilai kontrak Istishna Paralel sedang berjalan.
f. Nilai kontrak Istishna yang telah ditanda tangani dan belum dilaksanakan.
TABEL AKUNTANSI ISTISHNA
Istishna
Persentase Istishna
Income StatementPersentaseSelesaiTahun 1Tahun 2Tahun 1Tahun 2Pendapatan Istishna
(Istishna Revenue)375125---500Penerimaan Harga
Pokok Istishna (Cost
of Istishna Revenue)300100---400Keuntungan Istishna
(Istishna Profit)---------
75---------
25---------
---------
100Balance SheetAkhir
tahun 1Akhir
tahun 2Akhir
tahun 1Akhir
tahun 2Akuntansi Istishna
dalam Penyl375300
-280
---------
70---Termin Istishna
(offseting acct)-280
---------
95------
Piutang Istishna50---50
2. AKUNTANSI MUSYARAKAH
Akuntansi musyarakah adalah kerjasama antara para pemilik dana yang menggabungkan dana mereka dengan tujuan mencari keuntungan.
Untuk lebih jelasnya pengertian tersebut, berikut dapat ditelusuri karakteristik musyarakah, yaitu:
a. Kerjasama di antara para pemilik dana yang mencampurkan dana mereka untuk tujuan mencari keuntungan.
b. Untuk membiayai suatu proyek tertentu, dimana mitra dapat mengembalikan dana tersebut berikut bagi hasil yang disepakati baik secara bertahap maupun sekaligus.
c. Dapat diberikan dalam bentuk kas atau setara kas dan aktiva non kas termasuk aktiva tidak berwujud, seperti lisensi, hak paten, dan sebagainya.
d. Setiap mitra tidak dapat menjamin modal mitra lainnya, namun mitra satu dapat diminta lain untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
e. Keuntungan musyarakah dapat dibagi di antara mitra secara proporsional sesuai modal yang disetorkan dan sesuai nisbah yang disepakati.
f. Kerugian dibebankan secara proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan.
g. Musyarakah dapat berbentuk:
1). Permanen/Konstan, yaitu bagian modal tetap sampai akhir akad; atau
2). Menurun, yaitu bagian modal bank beralih secara bertahap kepada mitra dan akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik usaha.
Rukun Musyarakah:
a. Pemilik modal (syarik/Shahibul maal)
b. Proyek/usaha (masyru’)
c. Modal (ra’sul maal)
d. Ijab Qabul (sighat)
Jenis Musyarakah:
1. Syirkah al-’inan, penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak harus sama jumlahnya. Jenis inilah yang digunakan Bank Muamalat Indonesia.
2. Syirkah al-mufawadhah, perserikatan yang modal semua pihak dan bentuk kerjasama dilakukan baik kualitas dan kuantitasnya harus sama dan keuntungan dibagi rata.
3. Syirkah al-’abdan (al-a’mal), perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama.
4. Syirkah al-wujuh, perserikatan antara pihak yang "terhormat" (orang yang mempunyai reputasi/kedudukan), untuk membeli secara angsur lalu menjualnya dengan pembayaran kontan.
5. Syirkah al-mudharabah, bentuk kerjasama antara pemilik modal dan seseorang yang punya keahlian dagang dan keuntungan perdagangan dari modal itu dibagi bersama.
Dalam menjalankan pembiayaan musyarakah, maka yang perlu diperhatikan adalah ketentuan Fatwa DSN No.: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yaitu:
1. Pernyataan ijab dan kabul dengan memperhatikan:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memperhatikan hal berikut:
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, melaksanakan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3. Objek akad (modal, kerja, keuntungan, dan kerugian) dengan ketentuan:
a. Modal:
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus lebih dulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para rnitra.
2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b. Kerja:
1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini dia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c. Keuntungan:
1) Keuntungan harus dikuantifikasikan dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika penghentian musyarakah.
2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya.
4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d. Kerugian:
Kerugian harus dibagi antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
4. Biaya operasional dan persengketaan, ketentuannya adalah:
a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Penyerahan Modal Musyarakah
Pembiayaan modal musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai dan non kas kepada mitra.
Pembiayaan musyarakah pada awal akad
1. Dalam bentuk:
a. Kas dinilai jumlah yang dibayar.
b. Aktiva non kas dinilai sebesar nilai wajar. Selisih nilai wajar dengan nilai buku diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank saat penyerahan.
2. Biaya yang terjadi akibat akad tidak diakui sebagai bagian pembiayaan musyarakah, kecuali ada persetujuan seluruh mitra.
Pembiayaan Musyarakah setelah akad
1. Musyarakah permanen dinilai sebesar historis setelah dikurangi kerugian (jika ada).
2. Musyarakah menurun apabila:
a. Dinilai sebesar historis dikurangi bagian pembiayaan bank yang telah dikembalikan mitra (harga jual wajar) dan kerugian.
b. Selisih nilai historis dan nilai wajar bagian pembiayaan yang dikembalikan diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada periode berjalan.
3. Akad belum jatuh tempo diakhiri dan pengembalian seluruh atau sebagian modal, maka selisih nilai historis dan nilai pengembalian diakui sebagai laba sesuai nisbah yang disepakati atau rugi dengan porsi modal mitra.
4. Akad diakhiri, tetapi pembiayaan belum dikembalikan oleh mitra diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mitra.
Laba atau Rugi Musyarakah
a. Laba; diakui sebesar bagian bank sesuai nisbah yang disepakati.
b. Rugi; diakui secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
c. Musyarakah permanen melewati satu periode pelaporan:
1) Keuntungan; diakui sesuai nisbah yang disepakati, pada periode berjalan.
2) Kerugian; diakui pada periode terjadinya kerugian dan mengurangi pembiayaan musyarakah.
d. Musyarakah menurun melewati satu periode pelaporan terdapat pengembalian sebagian atau seluruh modal:
1) Laba; diakui sesuai nisbah saat terjadinya.
2) Rugi; diakui secara proporsional sesuai kontribusi modal dengan mengurangi pembiayaan musyarakah, saat terjadinya.
e. Akad diakhiri; Laba yang belum diterima dari mitra:
1) Musyarakah performing; diakui sebagai piutang kepada mitra.
2) Musyarakah non performing; tidak diakui tapi diungkapkan dalam catatan LK.
f. Kerugian akibat kelalaian mitra:
1) Ditanggung oleh mitra.
2) Diperhitungkan sebagai pengurang modal mitra (kecuali mitra mengganti dengan dana baru).
Penyajian dan Pengungkapan
Bank syariah mengungkapkan dasar penentuan dan besar kerugian pembiayaan musyarakah dan piutang pada suatu periode.
3. AKUNTANSI MUDHARABAH
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara Shahibul maal dan mudharib dengan pembagian keuntungan sesuai nisbah yang disepakati dari awal.
Karakteristik Mudharabah:
1. Kerjasama usaha antara Shahibul maal dan mudharib dengan pembagian keuntungan sesuai nisbah yang disepakati dari awal.
2. Jika rugi, maka ditanggung oleh Shahibul maal, tetapi apabila akibat kelalaian/penyimpangan, maka ditanggung mudharib.
3. Bank dapat menjadi:
a. Sebagai Shahibul maal; dana yang diberikan disebut pembiayaan mudharabah.
b. Sebagai mudharib; dana yang diterima:
1) Akad mudharabah muqayyadah disajikan pada laporan perubahan investasi terikat (dari nasabah).
2) Akad mudharabah muthlaqah disajikan dalam neraca sebagai investasi tidak terikat.
Jenis mudharabah:
a. Mudharabah mutlagah, yaitu Shahibul maal memberikan kebebasan penuh kepada mudharib dalam pengelolaan investasinya.
b. Mudharabah muqayyadah, yaitu shahibul maal memberikan batasan kepada mudharib mengenai tempat, cara, dan objek investasi, yaitu:
1) Mudharib dapat diperintahkan untuk:
a) Tidak mencampurkan dana Shahibul maal dengan dana lainnya.
b) Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa jaminan; atau
c) mengharuskan mudharib untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembiayaan mudharabah sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN No.: 07/DSN-MUI/ IV/2000, adalah:
1. Ketentuan Pembiayaan:
a. Pembiayaan untuk suatu usaha yang produktif.
b. Shahibul maal (pemilik dana/LKS) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
c. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan LKS dengan pengusaha.
d. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah; dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
2. LKS (shahibul maal) menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
3. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
4. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
5. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
6. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
7. Rukun dan syarat pembiayaan:
a. Shahibul maal dan mudharib harus cakap hukum.
b. Pernyataan ijab dan kabul dengan memperhatikan:
1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
2) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3) Akad dituangkan secara tertulis, metatui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
c. Modal adalah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh shahibul maal kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat:
1) Harus diketahui jumlah dan jenisnya.
2) Dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika dalam bentuk aset, harus dinilai pada waktu akad.
3) Tidak berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
d. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal, dengan syarat yang harus dipenuhi:
1) Harus diperuntukan bagi kedua pihak dan tidak boleh diisyaratkan untuk satu pihak.
2) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk persentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
3) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
e. Beberapa ketentuan hukum pembiayaan, yaitu:
1) Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2) Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
3) Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
4) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
f. Kegiatan usaha oleh pengelota (mudharib), sebagai perimbangan modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan:
1) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi dia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
2) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
3) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.
Sedangkan tabungan mudharabah sesuai dengan Fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000 ditetapkan bahwa:
1. Nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5. Mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Adapun ketentuan deposito mudharabah menurut Fatwa DSN No. 03/DSN-MUI/IV/2000 adalah:
1. Nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5. Mudharib menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan.
Bank Sebagai Shahibul Maal
Pengakuan Pembiayaan Mudharaboh:
1. Diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aktiva non kas kepada mudharib.
2. Bertahap, diakui pada setiap tahap pembayaran atau penyerahan.
3. Pembayaran kembali, mengurangi saldo pembiayaan mudharabah.
4. Pengembalian dapat bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau saat diakhirinya mudharabah.
Pengukuran pembiayaan mudharabah:
1. Dalam bentuk kas; diukur sejumlah uang yang diberikan saat pembayaran.
2. Dalam bentuk non kas:
a. Diukur berdasarkan nilai wajar saat penyerahan.
b. Selisih antara nilai wajar dan nilai buku diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank.
3. Beban yang terjadi sehubungan akad tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan mudharabah kecuali disepakati bersama
Dana mudharabah hilang:
1. Setelah dimulai proyek dan tidak ada kelalaian atau penyimpangan mudharib, kerugian diperhitungkan pada saat bagi hasil.
2. Non kas, penurunan nilai, tidak langsung mengurangi pembiayaan namun dapat diperhitungkan saat pembagian bagi hasil.
3. Kelalaian atau kesalahan mudharib, antara lain ditunjukkan:
a. Tidak dipenuhinya persyaratan dalam akad.
b. Tidak terdapat force majeur sesuai akad.
c. Hasil putusan arbitrasi atau pengadilan.
Akad Mudharabah Berakhir Sebelum Jatuh Tempo
Dana pembiayaan belum dibayar oleh mudharib diakui sebagai jatuh tempo kepada mudharib.
Pengakuan Laba atau rugi mudharabah:
1. Keuntungan:
a. Diakui saat terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah.
b. Bagian keuntungan tidak dibayar oleh mudharib diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mudharib.
2. Kerugian:
a. Diakui pada periode terjadinya kerugian dan mengurangi pembiayaan mudharabah.
b. Diakibatkan penghentian akad sebelum masa berakhir, diakui sebagai pengurangan pembiayaan mudharabah.
c. Disebabkan kelalaian mudharib ditanggung olehmudharib dan diakui sebagai piutang jatuh tempo.
Bank sebagai mudharib
1. Dana mudharabah diakui sebagai investasi tidak terikat pada terjadinya sebesar jumlah yang diterima.
2. Bagi hasil investasi tidak terikat dialokasikan kepada shahibul maal sesuai nisbah yang disepakati.
3. Bagi hasil dapat dilakukan dengan metode bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing).
4. Kerugian karena kesalahan atau kelalaian pihak bank, dibebankan kepada bank.
Bank sebagai agen
1. Chanelling agent, yaitu laporannya tidak dilakukan neraca tetapi dalam "Laporan Investasi Terikat".
2. Executing agent, yaitu laporannya dalam neraca sebesar porsi risiko yang ditanggung oleh bank.
Penyajian dana mudharabah, yaitu mudharabah mutlagah diterima disajikan sebagai investasi tidak terikat.
Pengungkapan dana mudharabah meliputi:
1. Mencakup dan tidak terbatas pada:
a. Jumlah pembiayaan mudharabah kas-non kas.
b. Kerugian atas penurunan nilai aktiva mudharabah.
c. Persentase kepemilikan.
2. Investasi yang dibiayai oleh bank dan shahibul maal investasi tidak terikat harus diungkapkan terpisah:
a. Pendapatan dan keuntungan investasi.
b. Beban dan kerugian investasi.
c. Laba (rugi) investasi.
d. Bagian shahibul maal investasi tidak terikat.
e. Bagian bank pada pendapatan (keuntungan) investasi.
f. Bagian bank sebagai mudharib atas pendapatan investasi tidak terikat.
3. Investasi tidak terikat dengan mengungkapkan:
a. Saldo berdasarkan segmen geografis dan periode jatuh temponya.
b. Metode alokasi keuntungan (kerugian) baik bank sebagai mudharib maupun sebagai manajer investasi.
c. Pengungkapan meliputi:
1) Metode yang digunakan untuk menentukan keuntungan atau kerugian.
2) Tingkat pengembalian.
3) Nisbah keuntungan yang disepakati.
Penyajian Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat
1. Memisahkan dana investasi terikat berdasarkan sumber dana dan jenisnya.
2. Komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan:
a. Saldo awal.
b. Jumlah unit setiap jenis dan nilai per unit awal periode.
c. Dana yang diterima dan unit investasi yang diterbitkan selama periode laporan.
d. Penarikan atau pembelian kembali selama laporan.
e. Keuntungan atau kerugian.
f. Bagian bagi hasil atau imbalan bank.
g. Beban administrasi dan beban tidak langsung lainnya.
h. Saldo akhir.
i. Jumlah unit investasi pada setiap jenis investasi dan nilai per unit pada akhir periode.
Pengungkapan Laporan Perubahan Investasi Terikat, tetapi tidak terikat pada:
1. Periode yang dicakup oleh laporan
2. Secara terpisah saldo awal, keuntungan (kerugian) dan saldo akhir
3. Sifat dari hubungan antara bank dan pemilik dana, baikbank sebagai mudharib maupun sebagai agen investasi
4. Hak dan kewajiban yang dikaitkan dengan masing-masing jenis dana atau unit investasi
4. AKUNTANSI MURABAHAH
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Karakteristik Murabahah:
1. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedang harga beli harus diberitahukan.
2. Potongan dari pemasok:
a. Merupakan hak pembeli
b. Setelah akad dibagi sesuai perjanjian.
3. Sistem Akad Murabahah adalah
4. Transaksi murabahah terdiri:
a. Murabohah tanpa pesanan, yaitu bank bertindak sebagai penjual barang yang diperolehnya tanpa mendapatkan pesanan lebih dahulu dari nasabah.
b. Murabahoh berdasarkan pesanan, yaitu bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.
5. Murabahah berdasarkan pesanan
a. Dapat bersifat mengikat:
1) pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya.
2) Aset yang dibeli mengalami penurunan sebelum diserahkan kerugian bank (mengurangi nilai akad).
b. Dapat bersifat tidak mengikat.
6. Pembayaran murabahah dapat dilakukan:
a. Secara tunai.
b. Dengan cicilan.
7. Bank dapat memberikan potongan apabila:
a. Nasabah mempercepat pembayaran cicilan
b. Melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.
8. Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan antara lain barang yang dibeli.
9. Bank dapat meminta urbun sebagai uang muka:
a. Akad jadi dilaksanakan menjadi bagian pelunasan piutang.
b. Akad batal dikembalikan ke nasabah.
1) Setelah dikurangi kerugian bank.
2) Uang muka lebih kecil kerugian, bank dapat minta tambahan ke nasabah.
10. Denda dalam murabahah:
a. Nasabah mampu tapi tidak mau.
b. Kedisiplinan nasabah terhadap kewajibannya.
c. Besarnya sesuai perjanjian dan diperuntukkan sebagai dana sosial.
Rukun Murabahah:
1. Penjual (bai’)
2. Pembeli (musytari)
3. Objek barang jelas
4. Harga (tsaman)
5. Ijab kabul (sighat)
Perbedaan Konsep Antara Murabahah dan Riba
MURABAHAHRIBA( Fiqih:
( Dalam seluruh kitab, murabahah adalah salah satu bagian dari prinsip jual beli.
( Sistem pembayaran boleh secara angsur atau sekaligus
( Teknis Perbankan:
( Digunakan di seluruh perbankan Islam yang berada di Timur Tengah, Eropa, Asia, Australia, dan Amerika.
( Pembiayaan untuk barang yang tidak bersifat siklus (modal kerja), kecuali pembiayaan untuk satu jenis barang dan bersifat one shot deal( Fiqih:
( Tidak tercantum dalam kitab fiqih manapun dan bukan dari prinsip jual beli melainkan istilah baru sebagai bagian dari murabahah.
( Bai’ bitsaman ajil, berarti “jual beli dengan cara angsur” saja tidak ada pembayaran secara sekaligus.
( Teknis Perbankan:
( Produk ini hanya digunakan di Malaysia
( Sama.
Perbedaan Antara Jual Beli dan Bunga
JUAL BELIBUNGA( Apabila sudah terjadi ijab qabul harga jual tidak boleh berubah walaupun jatuh tempo dan diperpanjang.
( Tidak ada pemisahan antara harga pokok dan harga keuntungan
( Khusus jumlah keuntungan dan murabahan (kredit investasi) harus diketahui oleh nasabah.
( Fasilitas pembiayaan diberikan dalam bentuk barang bukan uang. Transaksi jual beli barang, bank sebagai penjual.
( Dana pembelian barang sesuai dengan nilai harga barang.
( Apabila wanprestasi, tidak dikenakan finalty (bunga berbunga), melainkan denda yang bersifat sosial positif serta dalam bentuk nominal bukan persentase.
( Apabila piutang murabahah macet, hanya dapat diperpanjang
( Akibat piutang macet, anggunan boleh disita namun hanya mengambil haknya saja.( Interest rate tergantung situasi pasar.
( Ada perbedaan antara harga pokok dan bunga.
( Keuntungan dari pemberian kredit investasi tidak diketahui oleh nasabah.
( Fasilitas kredit diberikan dalam bentuk uang sehingga dana bebas digunakan nasabah (bisa terjadi penyimpangan/side streaming).
( Dana kredit yang diberikan tidak 100% murni.
( Umumnya dikenakan finalty (bunga berbunga), dikenakan dalam bentuk persentase dari sisa o/s.
( Kredit macet, dapat ditinjau kembali dan dimungkinkan terjadinya plafondering.
( Semua jaminan disita dan hasil pendapatan diambil oleh bank, tidak ada penuntutan kembali sisa atau kelebihan hasil penjualan.
Pengakuan Aset yang Diperoleh
Aset dengan tujuan dijual kembali dalam bentuk murabahah diakui sebagai "Aset Murabahah" pada saat perolehan sebesar harga perolehannya.
Pengukuran aktiva murabahah setelah akad:
1. Murabahah berdasarkan pesanan mengikat:
a. Dinilai sebesar nilai perolehan.
b. Penurunan karena usang, rusak, atau kondisi lainnya diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.
2. Murabahah tanpa pesanan atau murabahah berdasarkan pesanan tidak mengikat:
a. Dinilai yang lebih rendah antara nilai perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi.
b. Selisihnya diakui sebagai kerugian.
Piutang murabahah
1. Diakui sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati.
2. Pada akhir periode dinilai sebesar nilai yang dapat direalisasikan, yaitu jumlah piutang murabahah dikurangi penyisihan piutang ragu-ragu.
Keuntungan murabahah:
1. Akad berakhir pada laporan keuangan yang sama diakui pada periode terjadinya.
2. Melampaui satu periode laporan keuangan selama periode akad secara proporsional.
Potongan murabahah:
1. Potongan pembelian dari pemasok diakui sebagai pengurang biaya perolehan.
2. Potongan petunasan mempergunakan salah satu metode:
a. Diberikan saat penyelesaian, bank mengurangi piutang murabahah dan keuntungan.
b. Diberikan setelah menyelesaian, bank menerima pelunasan piutang, kemudian bank membayar potongan (mengurangi keuntungan).
Pengakuan denda murabahah:
1. Dikenakan kepada nasabah yang lalai melakukan kewajibannya.
2. Diakui sebagai bagian dana sosial.
Pengakuan dan pengukuran urbun (uang muka)
1. Diakui sebagai uang muka sebesar jumlah yang diterima, saat diterima.
2. Barang jadi dibeli diakui sebagai pembayaran piutang.
3. Barang tidak jadi dibeli dikembalikan setelah diperhitungkan dengan biaya yang telah diketuarkan bank.
Ketentuan murabahah berdasarkan Fatwa DSN No.: 04/DSNMUI/IV/2000 adalah:
a. Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah:
1) Bank clan nasabah hams melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang.
6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga bell plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual bell murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
b. Ketentuan murabahah kepada nasabah:
1) Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank.
2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahutu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5) Jika nasabah kemudian menotak memberi barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka.
6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7) Jika menggunakan kontrak ‘urbun sebagai alternatif, maka:
a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.
b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya
c. Jaminan dalam murabahah
1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang
d. Hutang dalam murabahah
1) Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank.
2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruhnya.
3) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. la tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.
e. Penundaan pembayaran dalam murabahah
1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya.
2) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
f. Bangkrut dalam murabahah Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
Ketentuan uang muka murabahah menurut Fatwa DSN No.: 13/ DSN-MUI/IX/2000 adalah:
1. Dalam akad murabahah, lembaga keuangan syariah (LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat.
2. Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
3. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.
4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada nasabah.
5. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.
Ketentuan diskon murabahah menurut Fatwa DSN No: 16/DSNMUI/IX/2000 adalah:
1. Harga (tsaman) dalam jual bell adalah suatu jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qimah) benda yang menjadi objek jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah.
2. Harga dalam jual bell murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan.
3. Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon; karena itu, diskon adalah hak nasabah.
4. Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.
5. Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan ditandatangani.
Ketentuan sanksi (denda) menurut Fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/IX/2000 adalah:
1. Sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan sengaja.
2. Nasabah yang tidak mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi.
3. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan / atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.
4. Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.
5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.
6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.
Ketentuan potongan pelunasan menurut Fatwa DSN No: 23/DSNMUI/III/2002 adalah:
1. Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak ada di perjanjian dalam akad.
2. Besarnya potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan LKS.
5. AKUNTANSI IJARAH DAN IJARAH MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK
Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik ma’jur (objek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya.
Ijarah Muntahiyah bi al-Tamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
Perpindahan hak milik dalam Ijarah Muntahiyah bi al-Tamlik dapat melalui:
a. Hadiah.
b. Penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa.
c. Penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad.
d. Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad.
Bank dapat meminta nasabah untuk memberikan jaminan atas Ijarah untuk menghindari risiko yang merugikan bank dalam bentuk jumlah, ukuran, dan jenis objek sewa yang akan dibeli harus diketahui jelas serta tercantum dalam akad.
Rukun Ijarah
1. Penyewa (Musta’jir)
2. Pemberi sewa (Mu’ajjir)
3. Objek sewa (Ma’jur)
4. Harga sewa (Ujrah)
5. Ijab Qabul (Sighat)
6. Manfaat sewa (Manfaah)
Karakteristik Ijarah menurut Fatwa DSN No: 09/DSN-MUI/IV/2000 adalah:
1. Rukun dan syarat Ijarah
a. Pernyataan ijab dan gabul
b. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak); terdiri atas pemberi sewa (lessor, pemilik aset, LKS) dan penyewa (lessee, pihak yang mengambil manfaat dari pengguna aset nasabah).
c. Objek kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan aset.
d. Manfaat dari penggunaan aset dalam Ijarah adalah objek kontrak yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri.
e. Sighat Ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang ekuivalen, dengan cara penawaran dari pemilik aset (LKS) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
2. Ketentuan objek Ijarah
a. Objek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
b. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah
e. Manfaat arus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
g. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam Ijarah.
h. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan objek kontrak.
i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diiwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
3. Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
a. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa
1) Menyediakan aset yang disewakan
2) Menanggung biaya pemeliharaan aset
3) Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan
b. Kewajiban nasabah sebagai penyewa
1) Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai kontrak
2) Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil)
3) Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, jika bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Ketentuan Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik menurut Fatwa DSN No: 27/DSN-MUI/III/2002 adalah:
1. Ketentuan Umum: Akad Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
b. Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntohiyah bi al-Tamlik harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.
c. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
2. Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
a. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
b. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa’d yang hukumnya tidak mengikat. Apabila perjanjian itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
Pengakuan Dan Pengukuran
Bank Sebagai Objek Sewa
1. Objek sewa
a. Diakui sebesar biaya (cost) perolehan pada saol perolehan, dan
b. Disusutkan sesuai dengan
1) Transaksi Ijarah sesuai kebijakan penyusutan aktiva sejenis.
2) Transaksi Ijarah Muntahiyah bi al-tamlik sesuai masa sewa.
2. Pendapatan Ijarah
a. Diakui selama masa akad secara proporsional kecuali Ijarah Muntahiyah bi al-tamlik bertahap.
b. IMB bertahap besar pendapatan akan menurun secara progresif selama masa akad, karena adanya pelunasan bagian per bagian objek.
3. Piutang Pendapatan Ijarah diukur sebesar nilai bersih yang dapat direatisasikan pada akhir periode pelaporan.
Biaya Ijarah
1. Biaya akad:
a. Menjadi beban pemilik objek.
b. Dialokasi secara konsisten dengan atokasi pendapatan selama masa akad.
2. Biaya perbaikan:
a. Tidak rutin diakui pada saat terjadinya.
b. Penyewa melakukan perbaikan rutin dengan persetujuan pemilik dan dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai beban pada periode terjadinya.
c. Ijarah Muntahiyah bi al-tamlik bertahap biaya di atas ditanggung pemilik dan penyewa sebanding dengan kepemilikannya.
Perpindahan hak ke Ijarah Muntahiyah bi al-tamlik
1. Hibah:
a. Diakui saat seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan, objek diserahkan ke penyewa.
b. Objek sewa dikeluarkan dari aktiva pemilik saat terjadinya perpindahan hak.
2. Penjualan dengan harga sebesar sisa cicilan sewa sebelum akad berakhir:
a. Diakui pada saat penyewa membeli objek sewa.
b. Selisih antara harga jual dan nilai buku bersih diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
3. Pembayaran sekadarnya:
a. Diakui jika seturuh pembayaran sewa telah diselesaikan dan penyewa membelinya.
b. Objek sewa diketuarkan dari aktiva pemiliknya saat terjadinya perpindahan hak milik.
c. Penyewa berjanji tidak melakukan, nilai wajar tebih rendah nilai buku, setisihnya diakui sebagai piutang kepada penyewa.
d. Penyewa tidak berjanji tidak melakukan:
1) Dinilai yang terendah antara nilai wajar dan nilai buku.
2) Nilai wajar tebih rendah nilai buku setisihnya diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
4. Penjualan secara bertahap:
a. Diakui jika seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan penyewa membeli sebagian objek sewa.
b. Nilai buku bagian objek sewa yang telah dijual, dikeluarkan dari aktiva pemilik objek sewa pada saat terjadinya.
c. Selisih antara harga jual dan nilai buku atas bagian yangtelah dijual diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
d. Penyewa tidak melakukan pembelian atas objek sewa yang tersisa.
Penurunan nilai permanen:
1. Sebelum perpindahan hak milik kepada penyewa.
2. Timbul bukan akibat tindakan atau ketataian penyewa.
3. Jumlah cicilan yang sudah dibayar melebihi nilai sewa wajar.
Selisih jumlah yang sudah dibayar untuk tujuan pembelian dan nilai wajar diakui sebagai kewajiban kepada penyewa dan dibebankan sebagai kerugian pada periode terjadi penurunan pengakuan dan pengukuran.
Bank Sebagai Penyewa
Pengeluaran Ijarah dan ijarah muntahiyah bi al-tamlik beban penyewa:
1. Beban Ijarah dan IMB diakui secara proporsionat selama masa akad.
2. Biaya akad dialokasikan secara konsisten dengan alokasi beban selama akad.
3. Biaya pemeliharaan rutin dan operasi objek:
a. Diakui sebagai beban pada saat terjadinya.
b. Ijarah muntahiyah bi al-tomlik bertahap akan mengikat secara progresif sejalan dengan peningkatan kepemilikan objek sewa.
Perpindahan hak:
1. Melalui hadiah:
a. Diakui saat seluruh pembayaran sewa ijarah telah diakui sebagai aktiva penyewa sebesar nilai wajar saat terjadinya.
b. Di sisi lain akan menambah:
1) Saldo laba adalah sumber pendanaan dari modal.
2) Dana ITT adalah sumber pendaaan dari simpana pihak ketiga.
3) Saldo laba dan ITT proporsional adalah sumber pendanaan kedua tersebut di atas.
2. Melalui pembelian dengan harga sebesar sisa cicilan sewa Sebelum berakhir:
a. Diakui saat pembelian objek sewa.
b. Objek sewa yang diterima diakui sebagai aktiva penyewa sebesar kas yang dibayarkan.
3. Melalui pembayaran sekadarnya:
a. Diakui jika seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan penyewa membeli objek sewa.
b. Objek sewa yang diterima, diakui sebagai aktiva penyewa sebesar kas yang dibayar.
4. Pembelian secara bertahap (perpindahan sebagian objek sewa):
a. Diakui jika seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan penyewa membeli sebagian objek sewa.
b. Bagian objek sewa yang diterima diakui sebagai aktiva penyewa sebesar biaya perolehannya.
Penyusutan Aktiva
Objek yang telah dibeli disusutkan sesuai dengan kebijakan penyusutan penyewa
Penurunan permanen:
1. Sebelum perpindahan hak milik kepada penyewa.
2. Timbul bukan akibat tindakan atau kelalaian penyewa.
3. Jumlah cicilan yang sudah dibayar melebihi nilai sewa wajar.
Selisih jumlah yang sudah dibayar untuk tujuan pembelian dan nilai wajar diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penyewa kepada pemilik dan mengoreksi beban Ijarah muntahiyah bi al-tamlik.
Penjualan dan penyewaan kembali
1. Nasabah; perlakuan akuntansi sama seperti "bank sebagai pemilik objek".
2. Bank; perlakuan akuntansi sama seperti "bank sebagai penyewa" keuntungan atau kerugian diakui:
a. Diakui saat terjadi penjualan, jika penyewaaan kembali dilakukan secara ijarah.
b. Dialokasikan sebagai penyesuaian terhadap beban selama masa akad, jika penyewaan kembali dilakukan secara Ijarah muntahiyah bi al-tamlik.
Sewa Dan Penyewaan Kembali
Jika bank menyewakan kepada nasabah aktiva yang sebelumnya disewa oleh bank dari pihak ketiga perlakuan akuntansi seperti bank sebagai pemilik objek.
Pengungkapan tidak terbatas pada:
1. Sumber dana yang digunakan.
2. Jumlah piutang cicilan jatuh tempo hingga dua tahun terakhir.
3. Jumlah objek berdasarkan jenis transaksi (Ijarah dan Ijarah muntahiyah bi al-tamlik), jenis aktiva dan akumulasi penyusutan (sebagai pemilik objek sewa).
4. Jumlah hutang jatuh tempo hingga dua tahun (bank sebagai penyewa).
5. Komitmen yang berhubungan dengan perjanjian Ijarah muntahiyah bi al-tamlik yang berlaku efektif pada periode laporan keuangan berikutnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka keberadaan akuntansi syariah memiliki satu tujuan utama, yaitu akuntansi harus mematuhi prinsip Islam yang menganut unsur keadilan dan kejujuran serta terhindari dari sifat gharar, maysir, riba, dan dzulum. Hanya saja akuntansi Islam tidak hanya mengukur laba rugi suatu perusahaan atau yang terkait dengan ekonomi semata, tetapi ia berorientasi kesejahteraan dan kebahagiaan sosial.
0 komentar:
Posting Komentar