Disiplin Kerja
Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, digunakan terutama untuk memotivasi pegawai agar dapat mendisiplinkan diri dalam melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun kelompok. Disamping itu disiplin bermanfaat mendidik pegawai untuk mematuhi dan menyenangi peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik.
Kedisplinan merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting karena semakin baik disiplin pegawai, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin pegawai yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal.
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini akan mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan, pegawai, dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap manajer selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Seorang manajer dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin baik. Untuk memelihara dan meningkatkan kedisiplinan yang baik memang merupakan hal yang cukup sulit, karena banyak faktor yang mempengaruhinya.
Terkadang kekurang tahuan pegawai tentang peraturan, prosedur, dan akan kebijakan yang ada merupakan penyebab terbanyak tindakan indisipliner. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut pihak pimpinan sebaiknya memberikan program orientasi kepada tenaga kerja. Selain memberikan orientasi, pimpinan harus menjelaskan secara rinci peraturan peraturan yang sering dilanggar, berikut rasional, dan konsekuensinya. Demikian pula peraturan/prosedur atau kebijakan yang mengalami perubahan atau diperbaharui, sebaiknya diinformasikan kepada staf melalui diskusi aktif.
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja dan mendukung terwujudnya tujuan perusahaan. Disiplin harus ditegakan dalam suatu organisasi, karena tanpa dukungan disiplin kerja yang baik, maka sulit bagi perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuannya.
Menurut Henry Simamora (2004:610) :
“Disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin merupakan pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja di dalam sebuah organisasi. Tindakan disipliner menuntut suatu hukuman terhadap karyawan yang gagal memenuhi standar yang ditatapkan. Tindakan disipliner yang efektif terpusat pada perilaku karyawan yang salah, bukan pada diri karyawan sebagai pribadi”.
Disiplin menurut Bejo Siswanto (2005:291) adalah :
“Suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya” .
Veithzal Rivai (2004:444) mengemukakan bahwa :
“Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku”.
Kedisiplinan pegawai menurut Sjafri Mangkuprawira (2007:1) yang dikutip dari http://ronawajah.wordpress.com/2007/06/13/kedisiplinan-karyawan adalah sifat seorang karyawan yang secara sadar, mematuhi aturan, dan peraturan organisasi tertentu. Hal itu sangat mempengaruhi kinerja pegawai dan perusahaan. Kedisiplinan sepatutnya dipandang sebagai bentuk latihan bagi pegawai dalam melaksanakan aturan-aturan perusahaan.
Menurut Drs. H. Malayu Hasibuan (2007:193) berpendapat bahwa :
“Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan. Tanpa dukungan disiplin karyawan yang baik, sulit bagi perusahaan untuk mewujudkan tujuannya. Jadi, kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.”
Muchdarsyah Sinungan (2000:146) menjelaskan :
“Disiplin kerja sebagai suatu sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan (obedience) terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan baik oleh pemerintah atau etik, norma, dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat untuk tujuan tertentu”.
Sondang P. Siagian (2005:305) juga berpendapat bahwa :
“Pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai sehingga para pegawai tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan pegawai yang lainnya”.
Maksud dan Sasaran Kedisiplinan
Hani Handoko (2001:209) berpendapat bahwa “Maksud pendisiplinan adalah untuk memperbaiki kegiatan di waktu yang akan datang bukan menghukum kegiatan di masa lalu. Sedangkan sasaran-sasaran tindakan pendisiplinan hendaknya positif, bersifat mendidik dan mengoreksi, bukan tindakan negatif yang menjatuhkan karyawan yang berbuat salah”. Tindakan negatif ini biasanya mempunyai berbagai pengaruh sampingan yang merugikan seperti hubungan emosional terganggu, absensi meningkat, apati atau kelesuan, dan ketakutan pada penyelia.
Menurut Bejo Siswanto (2005:292), Maksud dan sasaran dari disiplin kerja adalah terpenuhinya beberapa tujuan seperti :
1. Tujuan umum disiplin kerja adalah demi kelangsungan perusahaan sesuai dengan motif perusahaan. yang bersangkutan, baik hari ini maupun hari esok.
2. Tujuan khusus disiplin kerja
a. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen.
b. Dapat melaksanakan pekerjaan sebaik-baiknya serta mampu meberikan servis yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya.
c. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya.
d. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada perusahaan.
e. Tenaga kerja mampu memperoleh tingkat produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Indikator Disiplin Kerja
Menurut H. Malayu Hasibuan (2007:194) pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan seorang pegawai, di antaranya :
1. Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.
2. Teladan pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan, karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin.
3. Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan. Artinya semakin besar balas jasa, semakin baik kedisiplinan karyawan. Sebaliknya, apabila balas jasa kecil, kedisiplinan karyawan menjadi rendah. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting, dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman, akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik, akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap perusahaan agar kedisiplinan karyawan perusahaan baik pula.
5. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selau hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan dan pengawasan dari atasannya.
6. Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani menindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahannya. Dengan demkian, pimpinan akan memelihara kedisiplinan karyawan perusahaan.
8. Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari Direct Single Relationship, Direct Group Relationship, dan Cross Relationship hendaknya berjalan harmonis. Manajer harus berusaha menciptakan suasana kemanusiaan yang serasi serta memikat, baik secara vertikal maupun horizontal diantara semua karyawannya. Terciptanya Human Relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi, kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik.
Faktor-faktor atau indikator yang mempengaruhi kedisiplinan menurut Gouzali Saydam (2005:291) sebagai berikut :
1. Besar kecilnya pemberian kompensasi.
2. Ada tidaknya keteladanan pemimpin dalam perusahaan/organisasi.
3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan.
4. Keberanian pemimpin dalam mengambil keputusan.
5. Ada tidaknya pengawasan pemimpin.
6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan.
7. Diciptakan kebiasan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.
Bejo Siswanto (2005:291) berpendapat bahwa faktor-faktor dari disiplin kerja itu ada 5 yaitu :
1. Frekuensi Kehadiran, salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat kedisiplinan pegawai. Semakin tinggi frekuensi kehadirannya atau rendahnya tingkat kemangkiran maka pegawai tersebut telah memliki disiplin kerja yang tinggi.
2. Tingkat Kewaspadaan, pegawai yang dalam melaksanakan pekerjaannya selalu penuh perhitungan dan ketelitian memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi terhadap dirinya maupun pekerjaannya.
3. Ketaatan Pada Standar Kerja, dalam melaksanakan pekerjaannya pegawai diharuskan menaati semua standar kerja yang telah ditetapkan sesuai dengan aturan dan pedoman kerja agar kecelakaan kerja tidak terjadi atau dapat dihindari.
4. Ketaatan Pada Peraturan Kerja, dimaksudkan demi kenyamanan dan kelancaran dalam bekerja.
5. Etika Kerja, diperlukan oleh setiap pegawai dalam melaksanakan perkerjaannya agar tercipta suasana harmonis, salin menghargai antar sesama pegawai.
Veithzal Rivai (2005: 444) menjelaskan bahwa, disiplin kerja memiliki beberapa komponen seperti :
1. Kehadiran. Hal ini menjadi indikator yang mendasar untuk mengukur kedisiplinan, dan biasanya karyawan yang memiliki disiplin kerja rendah terbiasa untuk terlambat dalam bekerja.
2. Ketaatan pada peraturan kerja. Karyawan yang taat pada peraturan kerja tidak akan melalaikan prosedur kerja dan akan selalu mengikuti pedoman kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.
3. Ketaatan pada standar kerja. Hal ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab karyawan terhadap tugas yang diamanahkan kepadanya.
4. Tingkat kewaspadaan tinggi. Karyawan memiliki kewaspadaan tinggi akan selalu berhati-hati, penuh perhitungan dan ketelitian dalam bekerja, serta selalu menggunakan sesuatu secara efektif dan efisien.
5. Bekerja etis. Beberapa karyawan mungkin melakukan tindakan yang tidak sopan ke pelanggan atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas. Hal ini merupakan salah satu bentuk tindakan indisipliner, sehingga bekerja etis sebagai salah satu wujud dari disiplin kerja karyawan.
Bentuk-bentuk Disiplin Kerja
Hani Handoko (2001:208) mengemukakan bahwa terdapat dua tipe kegiatan pendisiplinan, yaitu :
1. Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri di antara para karyawan. Dengan cara ini para karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan semata-mata karena dipaksa oleh pihak manajemen.
2. Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut sebagai tindakan pendisiplinan (disciplinary action). Sebagai contoh bisa berupa peringatan atau skorsing.
Bentuk-bentuk kedisiplinan menurut Henry Simamora (2004:611) ada 3 yaitu:
1. Disiplin Manajerial, segala sesuatu tergantung pada pemimpin mulai dari awal hingga akhir.
2. Disiplin Tim, kesempurnaan kinerja bermuara dari ketergantungan satu sam alin dan ketergantungan ini berkecambah dari suatu komitmen setiap anggota terhadap seluruh organisasi.
3. Disiplin Diri, dimana pelaksana tunggal sepenuhnya tergantung pada pelatihan, ketangkasan, dan kendali diri.
Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2004: 444) adalah sebagai berikut :
1. Disiplin Retributif. Yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah.
2. Disiplin Korektif. Yaitu berusaha membantu karyawan mengkoreksi perilakunya yang tidak tepat.
3. Perspektif Hak-hak Individu. Yaitu berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner.
4. Perspektif Utilitarian. Memiliki fokus kepada penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak-dampak negatifnya.
Sanksi Pelanggaran Disiplin Kerja
Pelanggaran kerja adalah setiap ucapan, tulisan, perbuatan seorang pegawai yang melanggar peraturan disiplin yang telah diatur oleh pimpinan organisasi (Veithzal Rivai, 2004:450), sedangkan sanksi pelanggaran kerja adalah hukuman disiplin yang dijatuhkan pimpinan organisasi kepada pegawai yang melanggar peraturan disiplin yang telah diatur pimpinan organisasi.
Menurut Veithzal Rivai (2004:450) ada beberapa tingkat dan jenis pelanggaran kerja yang umumnya berlaku dalam suatu organisasi yaitu:
1. Sanksi pelanggaran ringan, dengan jenis: teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis.
2. Sanksi pelanggaran sedang, dengan jenis: penundaan kenaikan gaji, penurunan gaji, penundaan kenaikan pangkat.
3. Sanksi pelanggaran berat, dengan jenis: penurunan pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian, pemecatan.
Agus Dharma (2004:403-407) berpendapat bahwa sanksi pelanggaran kerja akibat tindakan indisipliner dapat dilakukan dengan cara :
1. Pembicaraan informal
Dalam aturan pembicaraan informal dapat dilakukan terhadap karyawan yang melakukan pelanggaran kecil dan pelanggaran itu dilakukan pertama kali. Jika pelanggaran yang dilakukan karyawan hanyalah pelanggaran kecil, seperti terlambat masuk kerja atau istirahat siang lebih lama dari yang ditentukan, atau karyawan yang bersangkutan juga tidak memiliki catatan pelanggaran peraturan sebelumnya, pembicaraan informal akan memecahkan masalah. Pada saat pembicaraan usahakan menemukan penyebab pelanggaran, dengan mempertimbangkan potensi karyawan yang bersangkutan dan catatan kepegawaiannya.
2. Peringatan lisan
Peringatan lisan perlu dipandang sebagai dialog atau diskusi, bukan sebagai ceramah atau kesempatan untuk “mengumpat karyawan”. Karyawan perlu didorong untuk mengemukakan alasannya melakukan pelanggaran. Selama berlangsungnya pembicaraan, sebagai seorang pimpinan perlu berusaha memperoleh semua fakta yang relevan dan memintanya mengajukan pandangan. Jika fakta telah diperoleh dan telah dinilai, maka perlu dilakukan pengambilan keputusan terhadap karyawan bersangkutan.
3. Peringatan tertulis
Peringatan tertulis diberikan untuk karyawan yang telah melanggar peraturan berulang-ulang. Tindakan ini biasanya didahului dengan pembicaraan terhadap karyawan yang melakukan pelanggaran.
4. Pengrumahan sementara
Pengrumahan sementara adalah tindakan pendisiplinan yang dilakukan terhadap karyawan yang telah berulang kali melakukan pelanggaran. Ini berarti bahwa langkah pendisiplinan sebelumnya tidak berhasil mengubah perilakunya. Pengrumahan sementara dapat dilakukan tanpa melalui tahapan yang diuraikan sebelumnya jika pelanggaran yang dilakukan adalah pelanggaran yang cukup berat. Tindakan ini dapat dilakukan sebagai alternatif dari tindakan pemecatan jika pimpinan perusahaan memandang bahwa karir karyawan itu masih dapat diselamatkan.
5. Demosi
Demosi berarti penurunan pangkat atau upah yang diterima karyawan. Akibat yang biasa timbul dari tindakan pendisiplinan ini adalah timbulnya perasaan kecewa, malu, patah semangat, atau mungkin marah pada karyawan bersangkutan. Oleh sebab itu, demosi tidak dipandang sebagai langkah yang besar manfaatnya dalam pendisiplinan progresif di sejumlah perusahaan.
6. Pemecatan
Pemecatan merupakan langkah terakhir setelah langkah sebelumnya tidak berjalan dengan baik. Tindakan ini hanya dilakukan untuk jenis pelanggaran yang sangat serius atau pelanggaran yang terlalu sering dilakukan dan tidak dapat diperbaiki dengan langkah pendisiplinan sebelumnya. Keputusan pemecatan biasanya diambil oleh pimpinan pada tingkat yang lebih tinggi.
Pada dasarnya penerapan sanksi sebaiknya diatur dengan menampung masukan dari pegawai dengan maksud keikutsertaan mereka dalam penyusunan sanksi yang akan diberikan sedikit banyaknya akan mempengaruhi serta mengurangi ketidakdisiplinan tersebut, selain itu pemberian sanksi disiplin harus berorientasi pada pemberian latihan atau sifatnya pembinaan bukan bertujuan untuk menghukum agar para pegawai tidak melakukan kesalahan yang sama dimasa datang.
Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin adalah kondisi kendali diri karyawan dan perilaku tertib yang menunjukkan tingkat kerja sama tim yang sesungguhnya dalam suatu organisasi1). Sedangkan menurut Sutopo Yuwono2) di dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Produksi, diungkapkan bahwa : “Disiplin adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah ditetapkan. Selanjutnya Alfred R. Lateiner dan I.S. Levine telah memberikan definisi antara lain, disiplin merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh para pekerja yang membuat mereka dapat mematuhi keputusan dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
Setelah memperhatikan dari beberapa definisi diatas. Disiplin dapat di artikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan atas dasar kesadaran diri tanpa ada paksaan dari oranglain untuk melakukan / mentaati suatu aturan-atuan yang berlaku. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, pengertian disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah laku yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi.
Disiplin kerja dibicarakan dalam kondisi yang sering kali timbul bersifat negatif. Disiplin lebih dikaitkan dengan sangsi atau hukuman. Contohnya: bagi karyawan bank, keterlambatan masuk kerja (bahkan dalam satu menit pun) berarti pemotongan gaji yang disepadankan dengan tidak masuk kerja pada hari itu3).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik indikator-indikator disiplin kerja sebagai berikut:
1) Mondy, R.2008 Wayne.Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid 2 Edisi 10.Jakarta:Penerbit Erlangga.
Hal 162
2) http://www.ilmumanajemen.com/index.php?option=com_content&view=article&id=134:dk&catid=47:mnpemr&Itemid=29
3) http://www.psikologizone.com/disiplin-kerja
a) Disiplin kerja tidak semata-mata patuh dan taat terhadap penggunaan jam kerja saja, misalnya datang dan pulang sesuai jadwal, tidak mangkir jika bekerja, dan tidak mencuri-curi waktu
b) upaya dalam mentaati peraturan tidak didasarkan adanya perasaan takut, atau terpaksa.
c) komitmen dan loyal pada organisasi yaitu tercermin dari berbagai sikap dalam bekerja.
B. Disiplin dan Tindakan Disipliner
Sikap disiplin mungkin bisa dimiliki oleh setiap karyawan tanpa harus ada tekanan dari pihak lain. Namun, tidak sedikit juga individu-individu atau karyawan yang mempunyai sikap disiplin sangat rendah. Mereka cenderung bersantai-santa atau kurang serius dalam menanggapi sebuah permasalahan/pekerjaan/kewajiban yang diembannya. Sedangkan mereka yang berkinerja buruk, bergerak seperti kanker yang menyebar ke seluruh bagian tempat kerja. Maka terhadap para karyawan yang seperti inilah sebagian besar tindakan disipliner (disciplinary action).
Adapun yang dimaksud tindakan disipliner adalah dengan mengenakan sanksi terhadap karyawan yang gagal dalam memenuhi standar yang telah ditetapkan4). Akan tetapi, dalam penerapan tindakan disipliner hendaknya dilakukan secara tepat sasaran. Yang dimaksud tepat sasaran disini adalah dengan memberikan tindakan disipliner kepada karyawan yang memang benar-benar melakukan kesalahan atau melanggar peraturan perusahaan/organisasi, bukan memberikan tindakan disipliner atas dasar kepentingan pribadi semata. Pelaksanaan tindakan yang tepat bisa mendorong perilaku baik dari para anggota kelompok lainnya. Sebaliknya, tindakan disipliner yang tidak tepat dapat berdampak buruk bagi karyawan atau bahkan organisasi5).
4) Mondy,2008. Hal. 162
5) Mondy,2008. Hal. 162-163
Proses tindakan disipiner ditunjukkan pada Gambar 13-1 dibawah ini6).
Gambar 13-1: Proses Tindakan disipliner
6) Mondy,2008. Hal. 162
Perubahan-perubahan dalam lingkungan eksternal, seperti inovasi teknologi, bisa menyebabkan peraturan tidak cocok lagi dan bisa menuntut dibuatnya peraturan-peraturan baru. Hukum dan peraturan pemerintah yang mempengaruhi kebijakan dan peraturan perusahaan juga selalu berubah. Perubahan-perubahan dalam lingkungan internal perusahaan juga bisa mempengaruhi proses tindakan disipliner. Melalui pengembangan organisasional, perusahaan bisa merek atau budayanya. Sebagai hasil dari perubahan ini, para supervisor lini pertama bisa menjalankan tindakan disipliner secara lebih positif7).
Salah satu pendekatan untuk melaksanakan tindakan disipliner disebut sebagai aturan Tungku Panas8). Menurut pendekatan ini, tindakan-tindakan disipliner harus memiliki konsekuensi-konsekuensi berikut ini, yang merupakan analogi dari menyentuh tungku panas:
1. Membakar dengan segera. Jika tindakan disipliner diambil, hal tersebut hatus dilakukan dengan segera sehingga orang yang bersangkutan akan mengerti alasan dari tindakan itu.
2. Memberikan peringatan. Juga sangat penting untuk memberikan peringatan dini bahwa hukuman akan mengikuti perilaku yang tidak dibenarkan.
3. Memberikan hukuman yang konsisten. Tindakan disipliner juga harus konsisten dalam arti setiap orang yang melakukan perbuatan yang sama akan mendapatkan hukuman yang sama.
4. Membakar tanpa pandang bulu.. tindakan disipliner harus impersonal. Tungku panas membakar setiap orang yang menyentuhnya, tanpa pilih kasih.
C. Hukuman dan Pendisiplinan
Hukuman dan pendisiplinan merupakan dua tindakan organisasi terhadap para anggota organisasi sebagai reaksi terhadap pelanggaran yang dilakukan para anggotanya9).
7) Mondy,2008. Hal. 163
8) Mondy,2008. Hal. 164
9) Wirawan.2009.Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia Teori, Aplikasi, dan Penelitian.Jakarta:Salemba Empat.
Hal. 138
Kedua istilah tersebut sering dipakai dalam pengertian yang sama. Hukuman baerakibat pada hal-hal yang tidak menyenangkan dan lebih keras daripada pendisiplinan. Hukuman mengakibatkan seorang pegawai kehilangan sesuatu dari organisasi karena melanggar peraturan organisasi. Misalnya, pencopotan jawaban, penurunan pangkat, dan penurunan gaji merupakan hukuman.
Pendisiplinan merupakan tindakan yang tidak membuat pegawai kehilangan sesuatu dari organisasi. Pendisiplinan bersifat konstruktif atau memperbaiki karena pendisiplinan merupakan bagian dari proses pembelajaran. Jika pegawai/karyawan melanggar disiplin, organisasi akan mendisiplinkannya. Berikut ini tujuan pendisiplinan10):
1. Memotivasi karyawan untuk mematuhi standar kinerja perusahaan.
2. Mempertahankan hubungan saling menghormati antara bawahan terhadap atasannya atau sebalikknya.
3. Meningkatkan kinerja karyawan.
4. Meningkatkan moril, semangat kerja, etos kerja, serta efektivitas dan efisiensi kerja.
5. Meningkatkan kedamaian industrial kewargaan organisasi.
D. Hubungan Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, dan Kepuasan Kerja.
Dalam pembahasan hubungan antara motivasi kerja, disiplin kerja, kepuasan kerja, dan stres kerja. Yang pertama, saya akan membahas mengenai hubungan antara motivasi kerja dan disiplin kerja terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan motivasi adalah kebutuhan psikologis yang telah memiliki corak atau arah tertentu yang ada dalam diri individu yang harus dipenuhi agar kehidupan kejiwaannya terpelihara11). Jika dikaitkan dengan dunia kerja, motivasi kerja adalah suatu dorongan yang membuat seorang karyawan mau melaksanakan suatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
10). Wirawan,2009. Hal. 138-139
11). Wiramihardja, Sutarjo A.2009.Pengantar Psikologi Klinis.Bandung:Refika Aditama. Hal. 8
Dorongan / motivasi tersebut bisa datang dari berbagai aspek, misalnya gaji yang sesuai dengan pekerjaannya, suasana tempat pada kerja juga sangat mampu mendorong karyawan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dari pimpinan. Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi kerja sangat berpengaruh terhadap kedisiplinan karyawan (disiplin kerja). Sebab, ketika seorang karyawan yang sudah termotivasi dengan baik. Maka, saat mereka mengerjakan tugas dari pimpinan tidak akan mersa terbebani. Mereka akan enjoy dalam mengerjakan tugas tersebut.
Selanjutnya, jika seorang karyawan sudah bisa bekerja sesuai dengan kesadarannya, tanpa merasa ada tekanan dari atasan. Semakin lama ia akan mendapat sebuah kepuasan tersendiri dalam pekerjaannya. Dan hal seperti ini juga sangat berpengaruh terhadap produktivitas sebuah perusahaan.
E. Disiplin dalam Pandangan Islam
Dalam surat Al-‘Ashr Allah swt. berfirman:
(((((((((((( ((( (((( (((((((((( ((((( (((((( ((( (((( ((((((((( (((((((((( ((((((((((( ((((((((((((( ((((((((((((( ((((((((((( ((((((((((((( ((((((((((( (((
Artinya: “(1). Demi masa. (2). Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, (3). Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al-‘Ashr: 1-3).
Dalam surat Al-Qur’an diatas menjelaskan bahwa betapa pentingnya waktu sedetik pun. Surat tersebut juga menjelaskan bahwa, orang yang yang tidak menghargai waktu adalah termasuk orang-orang yang merugi.
Pengertian Disiplin Kerja Menurut pendapat Alex S. Nitisemito(1984: 199) Kedisiplinan adalah suatu sikap tingkah laku dan perbuatan yangsesuai dengan peraturan dari perusahaan baik tertulis maupun tidak tertulis.Menurut pendapat T.Hani Handoko (1994:208)Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar- standar organisasional.Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan disiplin kerja adalah suatu usaha darimanajemen organisasi perusahaan untuk menerapkan atau menjalankan peraturan ataupunketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan tanpa terkecuali.T. Hani Handoko membagi 3 disiplin kerja(1994:208) yaitu:a. Displin Preventif yaitu: kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan dapat dicegah. b. Disiplin Korektif yaitu: kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadapaturan-aturan yang mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplin.c. Disiplin Progresif yaitu: kegiatan memberikan hukuman-hukuman yang lebih beratterhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuan dari disiplin progresif ini agar karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan korektif sebelum mendapat hukumanyang lebih serius.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tegak tidaknya suatu disiplin kerja dalam suatu perusahaan. Menurut Gouzali Saydam (1996:202), faktor-faktor tersebut antara lain:a. Besar kecilnya pemberian kompensasi b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaanc. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangand. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakane. Ada tidaknya pengawasan pimpinanf. Ada tidaknya perhatian kepada pada karyawang. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin
Hal-Hal yang Menunjang Kedisiplinan
Menurut Alex S. Nitisemito (1984:119-123) ada beberapa hal yang dapat menunjangkeberhasilan dalam pendisiplinan karyawan yaitu:
a. Ancaman
Dalam rangka menegakkan kedisiplinan kadang kala perlu adanya ancaman meskipun
ancaman yang diberikan tidak bertujuan untuk menghukum, tetapi lebih bertujuanuntuk mendidik supaya bertingkah laku sesuai dengan yangkita harapkan.
b. Kesejahteraan
Untuk menegakkan kedisiplinan maka tidak cukup dengan ancaman saja, tetapi perlukesejahteraan yang cukup yaitu besarnya upah yang mereka terima, sehingga minimal merekadapat hidup secara layak.
c. Ketegasan
Jangan sampai kita membiarkan suatu pelanggaran yang kita ketahui tanpa tindakan ataumembiarkan pelanggaran tersebut berlarut-larut tanpa tindakan yang tegas.
d. Partisipasi
Dengan jalan memasukkan unsur partisipasi maka para karyawan akan merasa bahwa peraturan tentang ancaman hukuman adalah hasil persetujuan bersama.
e. Tujuan dan Kemampuan
Agar kedisiplinan dapat dilaksanakan dalam praktek, maka kedisiplinan hendaknya dapatmenunjang tujuan perusahaan serta sesuai dengan kemampuan dari karyawan.
f. Keteladanan Pimpinan
Mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menegakkan kedisiplinan sehinggaketeladanan pimpinan harus diperhatikan.
Cara Menegakkan Disiplin Kerja
Salah satu tugas yang paling sulit bagi seorang atasan adalah bagaimana menegakkan disiplinkerja secara tepat. Jika karyawan melanggar aturan tata tertib, seperti terlalu sering terlambatatau membolos kerja, berkelahi, tidak jujur atau bertingkah laku lain yang dapat merusak kelancaran kerja suatu bagian, atasan harus turun tangan. Kesalahan semacam itu harusdihukum dan atasan harus mengusahakan agar tingkah laku seperti itu tidak terulang.Ada beberapa cara menegakkan disiplin kerja dalam suatu perusahaan:
a. Disiplin Harus Ditegakkan Seketika
Hukuman harus dijatuhkan sesegera mungkin setelah terjadi pelanggaran Jangan sampaiterlambat, karena jika terlambat akan kurang efektif.
d. Disiplin Harus Didahului Peringatan Dini
Dengan peringatan dini dimaksudkan bahwa semua karyawan hams benar-benar tahu secara pasti tindakan-tindakan mana yang dibenarkan dan mana yang tidak.
c. Disiplin Harus Konsisten
Konsisten artinya seluruh karyawan yang melakukan pelanggaran akan diganjar hukumanyang sama. Jangan sampai terjadi pengecualian, mungkin karena alasan masa kerja telahlama, punya keterampilan yang tinggi atau karena mempunyai hubungan dengan atasan itusendiri.
d. Disiplin Harus Impersonal
Seorang atasan sebaiknya jangan menegakkan disiplin dengan perasaan marah atau emosi.Jika ada perasaan semacam ini ada baiknya atasan menunggu beberapa menit agar rasa marahdan emosinya reda sebelum mendisiplinkan karyawan tersebut. Pada akhir pembicaraansebaiknya diberikan suatu pengarahan yang positif guna memperkuat jalinanhubungan antara karyawan dan atasan.
e. Disiplin Harus Setimpal
Hukuman itu setimpal artinya bahwa hukuman itu layak dan sesuai dengan tindak pelanggaran yang dilakukan. Tidak terlalu ringan dan juga tidak terlalu berat. Jika hukumanterlalu ringan, hukuman itu akan dianggap sepele oleh pelaku pelanggaran dan jika terlalu berat mungkin akan menimbulkan kegelisahan dan menurunkan prestasi.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja adalah suatu indikator ketenagakerjaan yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari merujuk pada suatu waktu dalam periode survei. Beberapa indikator yang dapat mengambarkan partisipasi angkatan kerja yaitu: 1) General Economic Activity Ratio (Rasio Aktifitas Ekonomi Umum), rasio ini khusus untuk penduduk usia kerja, atau biasa disebut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK adalah indikator yang biasa digunakan untuk menganalisa partisipasi angkatan kerja. Rumus: 2) Age-Sex-Specific Activity Ratio adalah persentase angkatan kerja terhadap penduduk per kelompok umur dan jenis kelamin (age-sex group) Rumus: Rasio ini menggambarkan partisipasi angkatan kerja pada tiap kelompok umur dan jenis kelamin. TPAK menurut kelompok umur biasanya memiliki pola huruf ”U” terbalik. Pada kelompok umur muda (15-24) tahun, TPAK cenderung rendah, karena pada usia ini mereka lebih banyak masuk kategori bukan angkatan kerja (sekolah). Begitu juga pada kelompok umur tua (diatas 65 tahun), TPAK rendah dikarenakan mereka masuk pada masa purnabakti (pensiun). Jika kita lihat perbandingan antar jenis kelamin, maka TPAK perempuan jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini kemungkinan di Indonesia, tanggung jawab mencari nafkah pada umumnya laki-laki, sehingga perempuan lebih sedikit masuk ke dalam angkatan kerja.
CONTOH SURAT LAMARAN KERJA
Depok, 12 Februari 2014
Kepada YTH:
HRD Manager PT SMART DIGITAL
Jl. Palsigunung No.51 Depok
Dengan Hormat,
Sesuai dengan informasi yang saya dapatkan dari
sebuah media di internet perihal lowongan pekerjaan di
perusahaan yang Bapak/Ibu pimpin, oleh karenanya
melalui surat lamaran ini saya, Tri Haryadi, 31 tahun
bermaksud untuk mengajukan diri untuk melamar
pekerjaan di perusahaan yang Bapak/Ibu pimpin saat ini
untuk menempati posisi yang sedang dibutuhkan.
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Tri Haryadi
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 06 Januari 1982
Pendidikan : Manajemen Informatika Universitas XXXX
Alamat : Jl. Pasar Minggu Raya
Telepon : 0857 1473 XXXX
Sebagai bahan pertimbangan Bapak/Ibu, saya juga
melampirkan kelengkapan diri saya sebagai berikut:
Pas Photo 4x6 1 lembar
Fotokopi KTP
Daftar Riwayat Hidup
Fotokopi Ijazah
Fotokopi Sertifikat Uji Kompetensi
Fotokopi Surat Referensi Kerja
Demikianlah surat lamaran kerja ini saya buat dengan
sebenar-benarnya dan saya ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Teori
Etika Bisnis adalah suatu sikap serta perilaku para pembisnis. Dimana perilaku ini secara langsung menunjukkan tanggung jawab dari sebuah bisnis yang sedang dijalankan. Apabila bisnis tersebut beretika baik maka dampaknya dapat dinyatakan positif yang artinya tidak merugikan lingkungan disekitarnya. Sedangkan bila bisnis tersebut tidak beretika maka dampaknya akan negative ini berarti dampak tersebut benar-benar merugikan lingkungan sekitar terutama warga yang bertempat tinggal disekitar wilayah tersebut.
Ciri Bisnis yang beretika :
1. Tidak merugikan orang lain atau pebisnis lain
2. Tidak menyalahi aturan-aturan
3. Tidak melanggar hukum
4. Tidak menciptakan suasana keruh pada saingan bisnis
5. Ada izin usaha yang jelas dan juga sah secara aturan dan hukum
Kasus
Contoh Perusahaan :
Salah satu sebagai contoh yakni perusahaan yang sedang menjalani bisnisnya mengalami beberapa kendala yang akhirnya kendala tersebut tidak bisa terhenti. Dampak yang dikeluarkan cukup merugikan daerah tempat perusahaan yang sedang menjalani bisnisnya. Sebut saja nama perusahaan tersebut adalah PT Gas . PT Gas merupakan sebuah perusahaan yang sudah ternama dan terkenal khususnya diseluruh kawasan Indonesia. Awalnya bisnis yang sedang dijalankan oleh perusahaan tersebut berjalan dengan lanjar. Namun sebuah hal yang tidak diduga oleh PT Gas itu sendiri terjadi.
Permasalahnya yaitu terjadinya kebocoran gas di areal eksplorasi gas. Kebocoran gas tersebut berupa semburan asap putih dari rekahan tanah, membumbung tinggi sekitar 10 meter. Semburan gas tersebut disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber ke lahan warga. tak kurang 10 pabrik harus tutup, 90 hektar sawah dan pemukiman penduduk tak bisa digunakan dan ditempati lagi, demikian juga dengan tambak - tambak bandeng, belum lagi jalan tol Surabaya - Gempol yang harus ditutup karena semua tergenang lumpur panas.
Pertanggung jawaban tersebut harus dilakukan oleh perusahaan. PT Gas akhirnya sepakat untuk membayarkan tuntutan ganti rugi kepada warga korban banjir Lumpur Porong, Sidoarjo. Perusahaan tersebut akan membayar Rp2,5 juta per meter persegi untuk tanah pekarangan beserta bangunan rumah, dan Rp120.000 per meter persegi untuk sawah yang terendam lumpur. Bila dilihat-lihat kerugian yang ditimbulkan benar-benar sangat besar justru kerugian yang diberikan mungkin tidak sebanding dengan kerugian yang diterima oleh warga dilingkungan tempat PT Gas menjalankan bisnisnya. Walaupun kasus ini sudah sampai dipihak yang berwenang namun dampak yang dirasakan oleh warga sangat terasa dan tidak bisa dilupakan. Sebab para ahli geologi membenarkan bahwa kejadian yang dialami oleh PT Gas bukan disebabkan oleh bencana alam melainkan akibat kelalaian manusia. Dan dari kejadian yang dialami oleh PT Gas merupakan pelanggaran sebuah etika bisnis. Dimana pelanggaran etika bisnis ini termasuk kedalam kategori “etika terhadap komunitas masyarakat”.
Hal yang menyimpang terhadap Etika dalam Perusahaan pada kasus di atas :
Kelalaian Karyawan pada saat bekerja
Tidak memikirkan resikonya, seharusnya waspada terlebih dahulu
Hal yang harus dibuat pelajaran bahwa :
Dalam melakukan pekerjaan harus dipikir terlebih dahulu resikonya ( waspada )
Pekerjaan harus dilakukan dengan konsentrasi
Tanggung jawab atas segala sesuatu baik itu sesuatu yang merugikan mau yang menguntungkan orang lain dan diri sendiri.
Jangan melalaikan pekerjaan begitu saja, dan jangan menganggap semua hal itu biasa.
KESIMPULAN :
Dalam kasus di atas benar – benar sangat merugikan perusahaan terjadi karena kelalaian salah satu karyawan di perusahaan, Pertanggung jawaban dilakukan oleh perusahaan. Akhirnya sepakat untuk membayarkan tuntutan ganti rugi kepada warga korban banjir Lumpur Porong, Sidoarjo. Walaupun kasus ini sudah sampai dipihak yang berwenang.
CSR ( Corporate Social Responsibility ) / Jenis tanggung jawab social perusahaan
PT. DANONE ( AQUA )
IDENTITAS PT. DANONE………………………….
Jenis tanggung jawab social pada PT. DANONE meliputi :
Beasiswa
untuk para Atlet sepak bola, badminton, basket, tinju, Lari, dll
Peduli Amal
Untuk panti asuhan, fakir miskin
Bakti social
Untuk para korban banjir, lumpur lapindo, gempa, dll
Jalan sehat
Untuk semua warga
Memberikan pelayanan dengan baik, dengan menghasilkan produk minuman yang berkualitas kepada para konsumen.
Dengan adanya fasilitas dari perusahaan akan menarik para konsumen. Semakin banyak konsumen untuk membeli produk dari PT. Danone semakin besar pula pendapatan Perusahaan dan semakin banyak pula bantuan yang akan disalurkan kepada pihak yang berhak menerima.
Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas
Oleh : JANUAR EKO ARYANSAH, S.IP
Dosen FISIP UNMURA
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepeimpinan terhadap efektifitas kerja pegawai pada dinas perhubungan dan komunikasi dan Infomasi Kabupaten Musi rawas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuatitatif dengan jumlah responden sebanyak 92 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran quisioner dan observasi langsung. Analisis data menggunakan uji regresi sederhana dan pengujian hipotesis menggunakan uji F
Hasil penelitian menunjukan bahwa dapat disimpulkan sebagai berikut Diperoleh R2= 0.502, koefisien tersebut didapatkan dari pengamatan nilai koefisien korelasi, yang berarti bahwa Pengaruh Kepemimpinan Pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas berpengaruh sebesar 50.2%, sedangkan sisanya 49.8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini seperti wewenang pegawai dan lingkungan kerja. Dan diperoleh nilai Fhitung adalah sebesar 90.75 7 sedangkan Ftabel dengan level a= 5% dengan penyebut ( N-k-1 = 92-2-1 ) adalah sebesar =4.88 hal ini berarti F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel (X) kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas kerja pegawai (Y) pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas
Kata kunci : kepemimpian, efektivitas kerja
Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari kegiatan berorganisasi, karena pada kodratnya manusia merupakan makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup bermasyarakat. Hal ini nampak baik didalam kehidupan rumah tangga, organisasi kemasyarakatan, bahkan pada saat seseorang memasuki dunia kerja. Seseorang tersebut akan berinteraksi, dan masuk menjadi bagian dalam organisasi tempatnya bekerja. Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang reaktif dapat diidentifikasikan, bekerja secara terus menerus untuk mencapai tujuan.
Organisasi secara sederhana dapat dilihat sebagai perserikatan orang-orang yang usahanya harus dikoordinasikan, tersusun dari sejumlah sub sistem yang saling berhubungan dan saling tergantung, bekerja sama atas dasar pembagian kerja, peran dan wewenang, serta mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Organisasi berisikan orang-orang yang mempunyai serangkaian aktivitas yang jelas dan dilakukan secara berkelanjutan guna mencapai tujuan organisasi. Semua tindakan yang diambil dalam setiap kegiatan diprakarsai, dan ditentukan oleh manusia yang menjadi anggota organisasi, dimana manusia sebagai pendukung utama setiap organisasi apapun bentuk organisasi itu . Dalam mencapai tujuan organisasi, setiap organisasi memerlukan sumber daya untuk mencapainya. Sumber daya merupakan sumber energi, tenaga, kekuatan yang diperlukan untuk menciptakan aktivitas ataupun kegiatan.
Perlu dipahami bahwa setiap pemimpin bertanggung jawab mengarahkan apa yang baik bagi pegawainya agar tujuan organisasi dapat tercapai tepat sasaran. Untuk itulah kepemimpinan yang baik sangat di perlukan bagi organisasi dengan adanya peran pemimpin yang baik jadi suatu tujuan organisasi bisa terarah dalam proses mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Kepemimpinan menurut Koontz & O’donnel (Dalam Rivai 2013, h, 3)yaitu sebagai proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompoknya. Sedangkan menurut Terry (Dalam Rivai, 2012, h, 3) kepemimpinan yaitu kegiatan yang mempengaruhi orang-orang untuk bersedia berusaha dalam mencapai suatu tujuan bersama.
Efektivitas kerja pegawai juga tidak kalah pentingnya dari peran seorang pimpinan atau juga sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi agar tercapainya hasil kerja yang efektif dan efisien. Menurut Siagian (2005, h, 34) menyatakan bahwa efektifitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat waktu sesuai dengan yang telah ditetapkan, artinya pelaksanaan suatu pekerjaan dinilai baik atau tidaknya sangat tergantung pada penyelesaian ahir pada tugas tersebut, cara melaksanakannya, dan biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan tugas tersebut sedangkan menurut Etzioni, (2005, h, 55) Efektivitas kerja yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan-peralatan untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas kerja pegawai sangat dibutuhkan dalam suatu organisai dengan adanya efektivitas kerja pegawai maka tujuan suatu organisasi akan tercapai ssesuai dengan apa yang diharapkan atau tercapai secara efektif dan efisien.
Dari hasil pengamatan peneliti Pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas, untuk kepemimpinan, kurangnya intensitas pimpinan mengikutkan bawahan untuk berpartisipasi, sehingga para bawahan merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Masih lemahnya perhatian dari pimpinan terhadap pegawai, seperti pemberian fasilitas-fasilitas yang cukup memdai untuk pegawai menjalankan tugasnya. Sedangkan untuk Efektivitas kerja masih kurangnya kerjasama antar pegawai dalam penyelesaian suatu pekerjaan.
Berawal dari latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkan kedalam Skripsi dengan judul ‘‘ Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas ’’
METODELOGI PENELITIAN
Penelitain ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, adapun yang menjadi variable dalam veneliatain ini adalah Kepemimpinan (X) Variabel Bebas dan efektivitas kerja (Y) sebagai variabel Variabel Terikat. Indikator-indikator kepemimpinan
Iklim saling mempercayai
Penghargaan terhadap ide bawahan.
Memperhitungkan perasaan bawahan
Perhatian pada kenyamanan kerja bawahan
Perhatian pada kesejatraan bawahan
Memperhitungkan kepuasan factor kerja bawahan
Pengakuan. Sagian (2008, h, 121)
Sedangkan indikator-indikator efektifitas kerja adalah:
Kualitas
Produktivitas
Kesiagaan
Pertumbuhah
Stabilitas
Kecelakaan
Semangat kerja
Motivasi
Kepaduan
Keluwesan (Richard, 2006)
Penelitian ini dilaksanakan pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas. Jalan Tower Komplek perkantoran Mura, Muara beliti. Yang menjadi populasi adalah seluruh Pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas yang berjumlah 92 0rang. Yang terdiri dari Kepala Dinas, Kabid LLASD dan KA, Sekretaris, Kabid Kominfo, Kabid LLAJ, Kabid Perhubungan Udara, Kasi-Kasi dan Staf-staf. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sampling jenuh, sampel jenuh adalah teknik penentuan atau pengambilan sampel semua anggota populasi yang digunakan sebagai sampel, yaitu berjumlah 92 orang.
Hipotesis dalam peneltian ini adalah ada pengaruh signifikan anatar kepemimpinan terhadap efektivitas kerja pegawai Pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil proses perhitungan regresi liner sederhana didapatkan hasil persamaan regresi adalah Ŷ = 11.397 + 0.849X. Nilai konstanta adalah sebesar (a)= 11.397 hal ini menunjukan bahwa apabila variabel kepemimpinan tidak mengalami perubahan atau nol, maka efektivitas kerja pegawai adalah sebesar 11.397. Nilai Koefisien regresi variabel kepemimpinan sebesar b =0.849. Hal ini menunjukan bahwa apabila nilai variabel kepemimpinan meningkat sebesar satu satuan. Maka nilai efektivitas kerja pegawai mengalami peningkatan sebesar 0.849.
Dan berdasarkan pengolahan hasil data primer dari model summary diatas, sebesar R2= 0.502, koefisien tersebut didapatkan dari pengamatan nilai koefisien korelasi, yang berarti bahwa Pengaruh Kepemimpinan terhadap evektivitas kerja Pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas berpengaruh sebesar 50.2%, sedangkan sisanya 49.8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini seperti wewenang pegawai dan lingkungan kerja.
Untuk menjawab hipotesis penelitian yang dilakukan maka dilakukan uji F, dimana hipotesis dalam penelitian ini ada pengaruh signifikan antara Kepemimpinan Terhadap Efektivitas kerja pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas.
Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Fhitung adalah sebesar 90.75 7 sedangkan Ftabel dengan level a= 5% dengan penyebut ( N-k-1 = 92-2-1 ) adalah sebesar =4.88 hal ini berarti F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel (X) kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas kerja pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas.
Kepemimpinan pegawainya secara langsung dapat mendukung tercapainya efektivitas kerja pegawai pada suatu organisasi, hal ini berarti kepeimpinan mendukung berjalannya kegiatan seorang pegawai, kepemimpinan Menurut Santoso (2007, h, 3) kepemimpinan adalah sebagai proses hubungan antar pribadi yang didalamnya seseorang memengaruhi sikap, kepercayaan, dan khususnya perilaku orang lain. Dengan demikian kepemimpinan mementingkan bagaiaman seorang atasan memperlakukan pegawai dan bawahannya dalam konteks memberikan rasa saling percaya bahwa bawahan akan menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Sedangkan Menurut Slamet, (2007, h, 3) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengajak orang lain mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan penuh semangat. Seorang pemimpin yang baik ialah mereka yang mampu memberikan semanagat kerja yang tinggi kepada pegawainya. Jika seorang pegawai sudah memiliki semangat kerja yang baik maka pekerjaan pegawai tersebut akan terselesaikan secara teliti dan tepat waktu.
Sedangkan efektivitas kerja pegawai sebagai fungsi dari peraturan-peraturan dan praktik-praktik yang digunakan suatu organisasi dengan konsisten Corrado (2005, h, 45). Efektivitas kerja pegawai dapat dimaknai sebagai tingkat sejauh mana suatu organisasi yang merupakan sistem sosial dengan segala sumber daya dan sarana tertentu yang tersedia memenuhi tujuan-tujuannya tanpa pemborosan dan menghindai ketegangan yang tidak perlu diantara anggota-angotanya. Organisasi yang terbentuk biasanya memiliki tujuan yang ditetapkan bersama seluruh anggotanya, tujuan tersebut akan tercapai apabila tercipta kemauan dari semua anggota organisasi untuk mewujudkannya. Efektivitas kerja pegawai akan membantu pencapaian tujuan organisasi secara tepat dan menghindari pemborosan-pemborosan sumber daya.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut Diperoleh R2= 0.502, koefisien tersebut didapatkan dari pengamatan nilai koefisien korelasi, yang berarti bahwa Pengaruh Kepemimpinan Pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas berpengaruh sebesar 50.2%, sedangkan sisanya 49.8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini seperti wewenang pegawai dan lingkungan kerja. Dan diperoleh nilai Fhitung adalah sebesar 90.75 7 sedangkan Ftabel dengan level a= 5% dengan penyebut ( N-k-1 = 92-2-1 ) adalah sebesar =4.88 hal ini berarti F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel (X) kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas kerja pegawai (Y) pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang dapat diberikan penulis adalah sebagai berikut :
Hendaknya pimpinan pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas memperhatikan bagaimana pimpinan memberikan pengaruh pada peagwai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi masing-masing pegawai.
Para pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas hendaknya selalu meningkatkan efektivitas kerja pegawai mereka agar tujuan dari organisasi tercapai sesuai yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Gary, 2009, Kepemimpinan Dalam organisasi, PT Macanan Jaya Cemerlang, Jakarta.
Lili, 2007. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Efektivitas Kerja Karyawan pada PT WOM Finance cabang Lubuklinggau, Skripsi: STIE MURA.
Rivai, Pemimpin dan Kepemimpinan Dalam Organisasi, PT. Raja Grapindo Persada Jakarta.
Sofyandi, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Pertama, Bandung
Sugiyono, 2012, Metodelogi Penelitian, Cetakan Ke 12, Alfebeta Bandung.
Syafii, Inu Kencana, 2009, Kepemimpinan Pemerintah daerah, Bandung, PT Renika Aditama
Weweis, 2009, Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Efektivitas kerja Pegawai pada SMP Negeri 1 Kota Lubuklinggau. Skripsi: STIE MURA
Yuniarsih, Manajemen Sumber Daya Manusia, Alpabeta, Bandung
http://m31ly.wordpress.com/2010/06/05//
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18546/4/Chapter%20II.pdf
http://www.psychologymania.compengukuran-efektivitas.html