Disiplin Kerja
Disiplin sangat penting untuk pertumbuhan organisasi, digunakan terutama untuk memotivasi pegawai agar dapat mendisiplinkan diri dalam melaksanakan pekerjaan baik secara perorangan maupun kelompok. Disamping itu disiplin bermanfaat mendidik pegawai untuk mematuhi dan menyenangi peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik.
Kedisplinan merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia yang terpenting karena semakin baik disiplin pegawai, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin pegawai yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal.
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini akan mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan, pegawai, dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap manajer selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Seorang manajer dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin baik. Untuk memelihara dan meningkatkan kedisiplinan yang baik memang merupakan hal yang cukup sulit, karena banyak faktor yang mempengaruhinya.
Terkadang kekurang tahuan pegawai tentang peraturan, prosedur, dan akan kebijakan yang ada merupakan penyebab terbanyak tindakan indisipliner. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut pihak pimpinan sebaiknya memberikan program orientasi kepada tenaga kerja. Selain memberikan orientasi, pimpinan harus menjelaskan secara rinci peraturan peraturan yang sering dilanggar, berikut rasional, dan konsekuensinya. Demikian pula peraturan/prosedur atau kebijakan yang mengalami perubahan atau diperbaharui, sebaiknya diinformasikan kepada staf melalui diskusi aktif.
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja dan mendukung terwujudnya tujuan perusahaan. Disiplin harus ditegakan dalam suatu organisasi, karena tanpa dukungan disiplin kerja yang baik, maka sulit bagi perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuannya.
Menurut Henry Simamora (2004:610) :
“Disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin merupakan pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja di dalam sebuah organisasi. Tindakan disipliner menuntut suatu hukuman terhadap karyawan yang gagal memenuhi standar yang ditatapkan. Tindakan disipliner yang efektif terpusat pada perilaku karyawan yang salah, bukan pada diri karyawan sebagai pribadi”.
Disiplin menurut Bejo Siswanto (2005:291) adalah :
“Suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya” .
Veithzal Rivai (2004:444) mengemukakan bahwa :
“Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku”.
Kedisiplinan pegawai menurut Sjafri Mangkuprawira (2007:1) yang dikutip dari http://ronawajah.wordpress.com/2007/06/13/kedisiplinan-karyawan adalah sifat seorang karyawan yang secara sadar, mematuhi aturan, dan peraturan organisasi tertentu. Hal itu sangat mempengaruhi kinerja pegawai dan perusahaan. Kedisiplinan sepatutnya dipandang sebagai bentuk latihan bagi pegawai dalam melaksanakan aturan-aturan perusahaan.
Menurut Drs. H. Malayu Hasibuan (2007:193) berpendapat bahwa :
“Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan. Tanpa dukungan disiplin karyawan yang baik, sulit bagi perusahaan untuk mewujudkan tujuannya. Jadi, kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.”
Muchdarsyah Sinungan (2000:146) menjelaskan :
“Disiplin kerja sebagai suatu sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan (obedience) terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan baik oleh pemerintah atau etik, norma, dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat untuk tujuan tertentu”.
Sondang P. Siagian (2005:305) juga berpendapat bahwa :
“Pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai sehingga para pegawai tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan pegawai yang lainnya”.
Maksud dan Sasaran Kedisiplinan
Hani Handoko (2001:209) berpendapat bahwa “Maksud pendisiplinan adalah untuk memperbaiki kegiatan di waktu yang akan datang bukan menghukum kegiatan di masa lalu. Sedangkan sasaran-sasaran tindakan pendisiplinan hendaknya positif, bersifat mendidik dan mengoreksi, bukan tindakan negatif yang menjatuhkan karyawan yang berbuat salah”. Tindakan negatif ini biasanya mempunyai berbagai pengaruh sampingan yang merugikan seperti hubungan emosional terganggu, absensi meningkat, apati atau kelesuan, dan ketakutan pada penyelia.
Menurut Bejo Siswanto (2005:292), Maksud dan sasaran dari disiplin kerja adalah terpenuhinya beberapa tujuan seperti :
1. Tujuan umum disiplin kerja adalah demi kelangsungan perusahaan sesuai dengan motif perusahaan. yang bersangkutan, baik hari ini maupun hari esok.
2. Tujuan khusus disiplin kerja
a. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen.
b. Dapat melaksanakan pekerjaan sebaik-baiknya serta mampu meberikan servis yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya.
c. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya.
d. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada perusahaan.
e. Tenaga kerja mampu memperoleh tingkat produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Indikator Disiplin Kerja
Menurut H. Malayu Hasibuan (2007:194) pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan seorang pegawai, di antaranya :
1. Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.
2. Teladan pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan, karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang disiplin.
3. Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan. Artinya semakin besar balas jasa, semakin baik kedisiplinan karyawan. Sebaliknya, apabila balas jasa kecil, kedisiplinan karyawan menjadi rendah. Karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting, dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman, akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. Manajer yang cakap dalam memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya. Dengan keadilan yang baik, akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap perusahaan agar kedisiplinan karyawan perusahaan baik pula.
5. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selau hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja karyawan. Karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk, pengarahan dan pengawasan dari atasannya.
6. Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indisipliner karyawan akan berkurang.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani menindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahannya. Dengan demkian, pimpinan akan memelihara kedisiplinan karyawan perusahaan.
8. Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari Direct Single Relationship, Direct Group Relationship, dan Cross Relationship hendaknya berjalan harmonis. Manajer harus berusaha menciptakan suasana kemanusiaan yang serasi serta memikat, baik secara vertikal maupun horizontal diantara semua karyawannya. Terciptanya Human Relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada perusahaan. Jadi, kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila hubungan kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik.
Faktor-faktor atau indikator yang mempengaruhi kedisiplinan menurut Gouzali Saydam (2005:291) sebagai berikut :
1. Besar kecilnya pemberian kompensasi.
2. Ada tidaknya keteladanan pemimpin dalam perusahaan/organisasi.
3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan.
4. Keberanian pemimpin dalam mengambil keputusan.
5. Ada tidaknya pengawasan pemimpin.
6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan.
7. Diciptakan kebiasan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.
Bejo Siswanto (2005:291) berpendapat bahwa faktor-faktor dari disiplin kerja itu ada 5 yaitu :
1. Frekuensi Kehadiran, salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat kedisiplinan pegawai. Semakin tinggi frekuensi kehadirannya atau rendahnya tingkat kemangkiran maka pegawai tersebut telah memliki disiplin kerja yang tinggi.
2. Tingkat Kewaspadaan, pegawai yang dalam melaksanakan pekerjaannya selalu penuh perhitungan dan ketelitian memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi terhadap dirinya maupun pekerjaannya.
3. Ketaatan Pada Standar Kerja, dalam melaksanakan pekerjaannya pegawai diharuskan menaati semua standar kerja yang telah ditetapkan sesuai dengan aturan dan pedoman kerja agar kecelakaan kerja tidak terjadi atau dapat dihindari.
4. Ketaatan Pada Peraturan Kerja, dimaksudkan demi kenyamanan dan kelancaran dalam bekerja.
5. Etika Kerja, diperlukan oleh setiap pegawai dalam melaksanakan perkerjaannya agar tercipta suasana harmonis, salin menghargai antar sesama pegawai.
Veithzal Rivai (2005: 444) menjelaskan bahwa, disiplin kerja memiliki beberapa komponen seperti :
1. Kehadiran. Hal ini menjadi indikator yang mendasar untuk mengukur kedisiplinan, dan biasanya karyawan yang memiliki disiplin kerja rendah terbiasa untuk terlambat dalam bekerja.
2. Ketaatan pada peraturan kerja. Karyawan yang taat pada peraturan kerja tidak akan melalaikan prosedur kerja dan akan selalu mengikuti pedoman kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.
3. Ketaatan pada standar kerja. Hal ini dapat dilihat melalui besarnya tanggung jawab karyawan terhadap tugas yang diamanahkan kepadanya.
4. Tingkat kewaspadaan tinggi. Karyawan memiliki kewaspadaan tinggi akan selalu berhati-hati, penuh perhitungan dan ketelitian dalam bekerja, serta selalu menggunakan sesuatu secara efektif dan efisien.
5. Bekerja etis. Beberapa karyawan mungkin melakukan tindakan yang tidak sopan ke pelanggan atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas. Hal ini merupakan salah satu bentuk tindakan indisipliner, sehingga bekerja etis sebagai salah satu wujud dari disiplin kerja karyawan.
Bentuk-bentuk Disiplin Kerja
Hani Handoko (2001:208) mengemukakan bahwa terdapat dua tipe kegiatan pendisiplinan, yaitu :
1. Disiplin preventif adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri di antara para karyawan. Dengan cara ini para karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan semata-mata karena dipaksa oleh pihak manajemen.
2. Disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut sebagai tindakan pendisiplinan (disciplinary action). Sebagai contoh bisa berupa peringatan atau skorsing.
Bentuk-bentuk kedisiplinan menurut Henry Simamora (2004:611) ada 3 yaitu:
1. Disiplin Manajerial, segala sesuatu tergantung pada pemimpin mulai dari awal hingga akhir.
2. Disiplin Tim, kesempurnaan kinerja bermuara dari ketergantungan satu sam alin dan ketergantungan ini berkecambah dari suatu komitmen setiap anggota terhadap seluruh organisasi.
3. Disiplin Diri, dimana pelaksana tunggal sepenuhnya tergantung pada pelatihan, ketangkasan, dan kendali diri.
Sedangkan menurut Veithzal Rivai (2004: 444) adalah sebagai berikut :
1. Disiplin Retributif. Yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah.
2. Disiplin Korektif. Yaitu berusaha membantu karyawan mengkoreksi perilakunya yang tidak tepat.
3. Perspektif Hak-hak Individu. Yaitu berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner.
4. Perspektif Utilitarian. Memiliki fokus kepada penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak-dampak negatifnya.
Sanksi Pelanggaran Disiplin Kerja
Pelanggaran kerja adalah setiap ucapan, tulisan, perbuatan seorang pegawai yang melanggar peraturan disiplin yang telah diatur oleh pimpinan organisasi (Veithzal Rivai, 2004:450), sedangkan sanksi pelanggaran kerja adalah hukuman disiplin yang dijatuhkan pimpinan organisasi kepada pegawai yang melanggar peraturan disiplin yang telah diatur pimpinan organisasi.
Menurut Veithzal Rivai (2004:450) ada beberapa tingkat dan jenis pelanggaran kerja yang umumnya berlaku dalam suatu organisasi yaitu:
1. Sanksi pelanggaran ringan, dengan jenis: teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis.
2. Sanksi pelanggaran sedang, dengan jenis: penundaan kenaikan gaji, penurunan gaji, penundaan kenaikan pangkat.
3. Sanksi pelanggaran berat, dengan jenis: penurunan pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian, pemecatan.
Agus Dharma (2004:403-407) berpendapat bahwa sanksi pelanggaran kerja akibat tindakan indisipliner dapat dilakukan dengan cara :
1. Pembicaraan informal
Dalam aturan pembicaraan informal dapat dilakukan terhadap karyawan yang melakukan pelanggaran kecil dan pelanggaran itu dilakukan pertama kali. Jika pelanggaran yang dilakukan karyawan hanyalah pelanggaran kecil, seperti terlambat masuk kerja atau istirahat siang lebih lama dari yang ditentukan, atau karyawan yang bersangkutan juga tidak memiliki catatan pelanggaran peraturan sebelumnya, pembicaraan informal akan memecahkan masalah. Pada saat pembicaraan usahakan menemukan penyebab pelanggaran, dengan mempertimbangkan potensi karyawan yang bersangkutan dan catatan kepegawaiannya.
2. Peringatan lisan
Peringatan lisan perlu dipandang sebagai dialog atau diskusi, bukan sebagai ceramah atau kesempatan untuk “mengumpat karyawan”. Karyawan perlu didorong untuk mengemukakan alasannya melakukan pelanggaran. Selama berlangsungnya pembicaraan, sebagai seorang pimpinan perlu berusaha memperoleh semua fakta yang relevan dan memintanya mengajukan pandangan. Jika fakta telah diperoleh dan telah dinilai, maka perlu dilakukan pengambilan keputusan terhadap karyawan bersangkutan.
3. Peringatan tertulis
Peringatan tertulis diberikan untuk karyawan yang telah melanggar peraturan berulang-ulang. Tindakan ini biasanya didahului dengan pembicaraan terhadap karyawan yang melakukan pelanggaran.
4. Pengrumahan sementara
Pengrumahan sementara adalah tindakan pendisiplinan yang dilakukan terhadap karyawan yang telah berulang kali melakukan pelanggaran. Ini berarti bahwa langkah pendisiplinan sebelumnya tidak berhasil mengubah perilakunya. Pengrumahan sementara dapat dilakukan tanpa melalui tahapan yang diuraikan sebelumnya jika pelanggaran yang dilakukan adalah pelanggaran yang cukup berat. Tindakan ini dapat dilakukan sebagai alternatif dari tindakan pemecatan jika pimpinan perusahaan memandang bahwa karir karyawan itu masih dapat diselamatkan.
5. Demosi
Demosi berarti penurunan pangkat atau upah yang diterima karyawan. Akibat yang biasa timbul dari tindakan pendisiplinan ini adalah timbulnya perasaan kecewa, malu, patah semangat, atau mungkin marah pada karyawan bersangkutan. Oleh sebab itu, demosi tidak dipandang sebagai langkah yang besar manfaatnya dalam pendisiplinan progresif di sejumlah perusahaan.
6. Pemecatan
Pemecatan merupakan langkah terakhir setelah langkah sebelumnya tidak berjalan dengan baik. Tindakan ini hanya dilakukan untuk jenis pelanggaran yang sangat serius atau pelanggaran yang terlalu sering dilakukan dan tidak dapat diperbaiki dengan langkah pendisiplinan sebelumnya. Keputusan pemecatan biasanya diambil oleh pimpinan pada tingkat yang lebih tinggi.
Pada dasarnya penerapan sanksi sebaiknya diatur dengan menampung masukan dari pegawai dengan maksud keikutsertaan mereka dalam penyusunan sanksi yang akan diberikan sedikit banyaknya akan mempengaruhi serta mengurangi ketidakdisiplinan tersebut, selain itu pemberian sanksi disiplin harus berorientasi pada pemberian latihan atau sifatnya pembinaan bukan bertujuan untuk menghukum agar para pegawai tidak melakukan kesalahan yang sama dimasa datang.
Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin adalah kondisi kendali diri karyawan dan perilaku tertib yang menunjukkan tingkat kerja sama tim yang sesungguhnya dalam suatu organisasi1). Sedangkan menurut Sutopo Yuwono2) di dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Produksi, diungkapkan bahwa : “Disiplin adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok orang yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah ditetapkan. Selanjutnya Alfred R. Lateiner dan I.S. Levine telah memberikan definisi antara lain, disiplin merupakan suatu kekuatan yang selalu berkembang di tubuh para pekerja yang membuat mereka dapat mematuhi keputusan dan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.
Setelah memperhatikan dari beberapa definisi diatas. Disiplin dapat di artikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan atas dasar kesadaran diri tanpa ada paksaan dari oranglain untuk melakukan / mentaati suatu aturan-atuan yang berlaku. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, pengertian disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah laku yang menunjukkan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi.
Disiplin kerja dibicarakan dalam kondisi yang sering kali timbul bersifat negatif. Disiplin lebih dikaitkan dengan sangsi atau hukuman. Contohnya: bagi karyawan bank, keterlambatan masuk kerja (bahkan dalam satu menit pun) berarti pemotongan gaji yang disepadankan dengan tidak masuk kerja pada hari itu3).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik indikator-indikator disiplin kerja sebagai berikut:
1) Mondy, R.2008 Wayne.Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid 2 Edisi 10.Jakarta:Penerbit Erlangga.
Hal 162
2) http://www.ilmumanajemen.com/index.php?option=com_content&view=article&id=134:dk&catid=47:mnpemr&Itemid=29
3) http://www.psikologizone.com/disiplin-kerja
a) Disiplin kerja tidak semata-mata patuh dan taat terhadap penggunaan jam kerja saja, misalnya datang dan pulang sesuai jadwal, tidak mangkir jika bekerja, dan tidak mencuri-curi waktu
b) upaya dalam mentaati peraturan tidak didasarkan adanya perasaan takut, atau terpaksa.
c) komitmen dan loyal pada organisasi yaitu tercermin dari berbagai sikap dalam bekerja.
B. Disiplin dan Tindakan Disipliner
Sikap disiplin mungkin bisa dimiliki oleh setiap karyawan tanpa harus ada tekanan dari pihak lain. Namun, tidak sedikit juga individu-individu atau karyawan yang mempunyai sikap disiplin sangat rendah. Mereka cenderung bersantai-santa atau kurang serius dalam menanggapi sebuah permasalahan/pekerjaan/kewajiban yang diembannya. Sedangkan mereka yang berkinerja buruk, bergerak seperti kanker yang menyebar ke seluruh bagian tempat kerja. Maka terhadap para karyawan yang seperti inilah sebagian besar tindakan disipliner (disciplinary action).
Adapun yang dimaksud tindakan disipliner adalah dengan mengenakan sanksi terhadap karyawan yang gagal dalam memenuhi standar yang telah ditetapkan4). Akan tetapi, dalam penerapan tindakan disipliner hendaknya dilakukan secara tepat sasaran. Yang dimaksud tepat sasaran disini adalah dengan memberikan tindakan disipliner kepada karyawan yang memang benar-benar melakukan kesalahan atau melanggar peraturan perusahaan/organisasi, bukan memberikan tindakan disipliner atas dasar kepentingan pribadi semata. Pelaksanaan tindakan yang tepat bisa mendorong perilaku baik dari para anggota kelompok lainnya. Sebaliknya, tindakan disipliner yang tidak tepat dapat berdampak buruk bagi karyawan atau bahkan organisasi5).
4) Mondy,2008. Hal. 162
5) Mondy,2008. Hal. 162-163
Proses tindakan disipiner ditunjukkan pada Gambar 13-1 dibawah ini6).
Gambar 13-1: Proses Tindakan disipliner
6) Mondy,2008. Hal. 162
Perubahan-perubahan dalam lingkungan eksternal, seperti inovasi teknologi, bisa menyebabkan peraturan tidak cocok lagi dan bisa menuntut dibuatnya peraturan-peraturan baru. Hukum dan peraturan pemerintah yang mempengaruhi kebijakan dan peraturan perusahaan juga selalu berubah. Perubahan-perubahan dalam lingkungan internal perusahaan juga bisa mempengaruhi proses tindakan disipliner. Melalui pengembangan organisasional, perusahaan bisa merek atau budayanya. Sebagai hasil dari perubahan ini, para supervisor lini pertama bisa menjalankan tindakan disipliner secara lebih positif7).
Salah satu pendekatan untuk melaksanakan tindakan disipliner disebut sebagai aturan Tungku Panas8). Menurut pendekatan ini, tindakan-tindakan disipliner harus memiliki konsekuensi-konsekuensi berikut ini, yang merupakan analogi dari menyentuh tungku panas:
1. Membakar dengan segera. Jika tindakan disipliner diambil, hal tersebut hatus dilakukan dengan segera sehingga orang yang bersangkutan akan mengerti alasan dari tindakan itu.
2. Memberikan peringatan. Juga sangat penting untuk memberikan peringatan dini bahwa hukuman akan mengikuti perilaku yang tidak dibenarkan.
3. Memberikan hukuman yang konsisten. Tindakan disipliner juga harus konsisten dalam arti setiap orang yang melakukan perbuatan yang sama akan mendapatkan hukuman yang sama.
4. Membakar tanpa pandang bulu.. tindakan disipliner harus impersonal. Tungku panas membakar setiap orang yang menyentuhnya, tanpa pilih kasih.
C. Hukuman dan Pendisiplinan
Hukuman dan pendisiplinan merupakan dua tindakan organisasi terhadap para anggota organisasi sebagai reaksi terhadap pelanggaran yang dilakukan para anggotanya9).
7) Mondy,2008. Hal. 163
8) Mondy,2008. Hal. 164
9) Wirawan.2009.Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia Teori, Aplikasi, dan Penelitian.Jakarta:Salemba Empat.
Hal. 138
Kedua istilah tersebut sering dipakai dalam pengertian yang sama. Hukuman baerakibat pada hal-hal yang tidak menyenangkan dan lebih keras daripada pendisiplinan. Hukuman mengakibatkan seorang pegawai kehilangan sesuatu dari organisasi karena melanggar peraturan organisasi. Misalnya, pencopotan jawaban, penurunan pangkat, dan penurunan gaji merupakan hukuman.
Pendisiplinan merupakan tindakan yang tidak membuat pegawai kehilangan sesuatu dari organisasi. Pendisiplinan bersifat konstruktif atau memperbaiki karena pendisiplinan merupakan bagian dari proses pembelajaran. Jika pegawai/karyawan melanggar disiplin, organisasi akan mendisiplinkannya. Berikut ini tujuan pendisiplinan10):
1. Memotivasi karyawan untuk mematuhi standar kinerja perusahaan.
2. Mempertahankan hubungan saling menghormati antara bawahan terhadap atasannya atau sebalikknya.
3. Meningkatkan kinerja karyawan.
4. Meningkatkan moril, semangat kerja, etos kerja, serta efektivitas dan efisiensi kerja.
5. Meningkatkan kedamaian industrial kewargaan organisasi.
D. Hubungan Motivasi Kerja, Disiplin Kerja, dan Kepuasan Kerja.
Dalam pembahasan hubungan antara motivasi kerja, disiplin kerja, kepuasan kerja, dan stres kerja. Yang pertama, saya akan membahas mengenai hubungan antara motivasi kerja dan disiplin kerja terlebih dahulu. Yang dimaksud dengan motivasi adalah kebutuhan psikologis yang telah memiliki corak atau arah tertentu yang ada dalam diri individu yang harus dipenuhi agar kehidupan kejiwaannya terpelihara11). Jika dikaitkan dengan dunia kerja, motivasi kerja adalah suatu dorongan yang membuat seorang karyawan mau melaksanakan suatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
10). Wirawan,2009. Hal. 138-139
11). Wiramihardja, Sutarjo A.2009.Pengantar Psikologi Klinis.Bandung:Refika Aditama. Hal. 8
Dorongan / motivasi tersebut bisa datang dari berbagai aspek, misalnya gaji yang sesuai dengan pekerjaannya, suasana tempat pada kerja juga sangat mampu mendorong karyawan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dari pimpinan. Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi kerja sangat berpengaruh terhadap kedisiplinan karyawan (disiplin kerja). Sebab, ketika seorang karyawan yang sudah termotivasi dengan baik. Maka, saat mereka mengerjakan tugas dari pimpinan tidak akan mersa terbebani. Mereka akan enjoy dalam mengerjakan tugas tersebut.
Selanjutnya, jika seorang karyawan sudah bisa bekerja sesuai dengan kesadarannya, tanpa merasa ada tekanan dari atasan. Semakin lama ia akan mendapat sebuah kepuasan tersendiri dalam pekerjaannya. Dan hal seperti ini juga sangat berpengaruh terhadap produktivitas sebuah perusahaan.
E. Disiplin dalam Pandangan Islam
Dalam surat Al-‘Ashr Allah swt. berfirman:
(((((((((((( ((( (((( (((((((((( ((((( (((((( ((( (((( ((((((((( (((((((((( ((((((((((( ((((((((((((( ((((((((((((( ((((((((((( ((((((((((((( ((((((((((( (((
Artinya: “(1). Demi masa. (2). Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, (3). Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al-‘Ashr: 1-3).
Dalam surat Al-Qur’an diatas menjelaskan bahwa betapa pentingnya waktu sedetik pun. Surat tersebut juga menjelaskan bahwa, orang yang yang tidak menghargai waktu adalah termasuk orang-orang yang merugi.
Pengertian Disiplin Kerja Menurut pendapat Alex S. Nitisemito(1984: 199) Kedisiplinan adalah suatu sikap tingkah laku dan perbuatan yangsesuai dengan peraturan dari perusahaan baik tertulis maupun tidak tertulis.Menurut pendapat T.Hani Handoko (1994:208)Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar- standar organisasional.Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan disiplin kerja adalah suatu usaha darimanajemen organisasi perusahaan untuk menerapkan atau menjalankan peraturan ataupunketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan tanpa terkecuali.T. Hani Handoko membagi 3 disiplin kerja(1994:208) yaitu:a. Displin Preventif yaitu: kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan dapat dicegah. b. Disiplin Korektif yaitu: kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadapaturan-aturan yang mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplin.c. Disiplin Progresif yaitu: kegiatan memberikan hukuman-hukuman yang lebih beratterhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuan dari disiplin progresif ini agar karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan korektif sebelum mendapat hukumanyang lebih serius.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tegak tidaknya suatu disiplin kerja dalam suatu perusahaan. Menurut Gouzali Saydam (1996:202), faktor-faktor tersebut antara lain:a. Besar kecilnya pemberian kompensasi b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaanc. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangand. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakane. Ada tidaknya pengawasan pimpinanf. Ada tidaknya perhatian kepada pada karyawang. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin
Hal-Hal yang Menunjang Kedisiplinan
Menurut Alex S. Nitisemito (1984:119-123) ada beberapa hal yang dapat menunjangkeberhasilan dalam pendisiplinan karyawan yaitu:
a. Ancaman
Dalam rangka menegakkan kedisiplinan kadang kala perlu adanya ancaman meskipun
ancaman yang diberikan tidak bertujuan untuk menghukum, tetapi lebih bertujuanuntuk mendidik supaya bertingkah laku sesuai dengan yangkita harapkan.
b. Kesejahteraan
Untuk menegakkan kedisiplinan maka tidak cukup dengan ancaman saja, tetapi perlukesejahteraan yang cukup yaitu besarnya upah yang mereka terima, sehingga minimal merekadapat hidup secara layak.
c. Ketegasan
Jangan sampai kita membiarkan suatu pelanggaran yang kita ketahui tanpa tindakan ataumembiarkan pelanggaran tersebut berlarut-larut tanpa tindakan yang tegas.
d. Partisipasi
Dengan jalan memasukkan unsur partisipasi maka para karyawan akan merasa bahwa peraturan tentang ancaman hukuman adalah hasil persetujuan bersama.
e. Tujuan dan Kemampuan
Agar kedisiplinan dapat dilaksanakan dalam praktek, maka kedisiplinan hendaknya dapatmenunjang tujuan perusahaan serta sesuai dengan kemampuan dari karyawan.
f. Keteladanan Pimpinan
Mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menegakkan kedisiplinan sehinggaketeladanan pimpinan harus diperhatikan.
Cara Menegakkan Disiplin Kerja
Salah satu tugas yang paling sulit bagi seorang atasan adalah bagaimana menegakkan disiplinkerja secara tepat. Jika karyawan melanggar aturan tata tertib, seperti terlalu sering terlambatatau membolos kerja, berkelahi, tidak jujur atau bertingkah laku lain yang dapat merusak kelancaran kerja suatu bagian, atasan harus turun tangan. Kesalahan semacam itu harusdihukum dan atasan harus mengusahakan agar tingkah laku seperti itu tidak terulang.Ada beberapa cara menegakkan disiplin kerja dalam suatu perusahaan:
a. Disiplin Harus Ditegakkan Seketika
Hukuman harus dijatuhkan sesegera mungkin setelah terjadi pelanggaran Jangan sampaiterlambat, karena jika terlambat akan kurang efektif.
d. Disiplin Harus Didahului Peringatan Dini
Dengan peringatan dini dimaksudkan bahwa semua karyawan hams benar-benar tahu secara pasti tindakan-tindakan mana yang dibenarkan dan mana yang tidak.
c. Disiplin Harus Konsisten
Konsisten artinya seluruh karyawan yang melakukan pelanggaran akan diganjar hukumanyang sama. Jangan sampai terjadi pengecualian, mungkin karena alasan masa kerja telahlama, punya keterampilan yang tinggi atau karena mempunyai hubungan dengan atasan itusendiri.
d. Disiplin Harus Impersonal
Seorang atasan sebaiknya jangan menegakkan disiplin dengan perasaan marah atau emosi.Jika ada perasaan semacam ini ada baiknya atasan menunggu beberapa menit agar rasa marahdan emosinya reda sebelum mendisiplinkan karyawan tersebut. Pada akhir pembicaraansebaiknya diberikan suatu pengarahan yang positif guna memperkuat jalinanhubungan antara karyawan dan atasan.
e. Disiplin Harus Setimpal
Hukuman itu setimpal artinya bahwa hukuman itu layak dan sesuai dengan tindak pelanggaran yang dilakukan. Tidak terlalu ringan dan juga tidak terlalu berat. Jika hukumanterlalu ringan, hukuman itu akan dianggap sepele oleh pelaku pelanggaran dan jika terlalu berat mungkin akan menimbulkan kegelisahan dan menurunkan prestasi.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja adalah suatu indikator ketenagakerjaan yang memberikan gambaran tentang penduduk yang aktif secara ekonomi dalam kegiatan sehari-hari merujuk pada suatu waktu dalam periode survei. Beberapa indikator yang dapat mengambarkan partisipasi angkatan kerja yaitu: 1) General Economic Activity Ratio (Rasio Aktifitas Ekonomi Umum), rasio ini khusus untuk penduduk usia kerja, atau biasa disebut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK adalah indikator yang biasa digunakan untuk menganalisa partisipasi angkatan kerja. Rumus: 2) Age-Sex-Specific Activity Ratio adalah persentase angkatan kerja terhadap penduduk per kelompok umur dan jenis kelamin (age-sex group) Rumus: Rasio ini menggambarkan partisipasi angkatan kerja pada tiap kelompok umur dan jenis kelamin. TPAK menurut kelompok umur biasanya memiliki pola huruf ”U” terbalik. Pada kelompok umur muda (15-24) tahun, TPAK cenderung rendah, karena pada usia ini mereka lebih banyak masuk kategori bukan angkatan kerja (sekolah). Begitu juga pada kelompok umur tua (diatas 65 tahun), TPAK rendah dikarenakan mereka masuk pada masa purnabakti (pensiun). Jika kita lihat perbandingan antar jenis kelamin, maka TPAK perempuan jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini kemungkinan di Indonesia, tanggung jawab mencari nafkah pada umumnya laki-laki, sehingga perempuan lebih sedikit masuk ke dalam angkatan kerja.
CONTOH SURAT LAMARAN KERJA
Depok, 12 Februari 2014
Kepada YTH:
HRD Manager PT SMART DIGITAL
Jl. Palsigunung No.51 Depok
Dengan Hormat,
Sesuai dengan informasi yang saya dapatkan dari
sebuah media di internet perihal lowongan pekerjaan di
perusahaan yang Bapak/Ibu pimpin, oleh karenanya
melalui surat lamaran ini saya, Tri Haryadi, 31 tahun
bermaksud untuk mengajukan diri untuk melamar
pekerjaan di perusahaan yang Bapak/Ibu pimpin saat ini
untuk menempati posisi yang sedang dibutuhkan.
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Tri Haryadi
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 06 Januari 1982
Pendidikan : Manajemen Informatika Universitas XXXX
Alamat : Jl. Pasar Minggu Raya
Telepon : 0857 1473 XXXX
Sebagai bahan pertimbangan Bapak/Ibu, saya juga
melampirkan kelengkapan diri saya sebagai berikut:
Pas Photo 4x6 1 lembar
Fotokopi KTP
Daftar Riwayat Hidup
Fotokopi Ijazah
Fotokopi Sertifikat Uji Kompetensi
Fotokopi Surat Referensi Kerja
Demikianlah surat lamaran kerja ini saya buat dengan
sebenar-benarnya dan saya ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Teori
Etika Bisnis adalah suatu sikap serta perilaku para pembisnis. Dimana perilaku ini secara langsung menunjukkan tanggung jawab dari sebuah bisnis yang sedang dijalankan. Apabila bisnis tersebut beretika baik maka dampaknya dapat dinyatakan positif yang artinya tidak merugikan lingkungan disekitarnya. Sedangkan bila bisnis tersebut tidak beretika maka dampaknya akan negative ini berarti dampak tersebut benar-benar merugikan lingkungan sekitar terutama warga yang bertempat tinggal disekitar wilayah tersebut.
Ciri Bisnis yang beretika :
1. Tidak merugikan orang lain atau pebisnis lain
2. Tidak menyalahi aturan-aturan
3. Tidak melanggar hukum
4. Tidak menciptakan suasana keruh pada saingan bisnis
5. Ada izin usaha yang jelas dan juga sah secara aturan dan hukum
Kasus
Contoh Perusahaan :
Salah satu sebagai contoh yakni perusahaan yang sedang menjalani bisnisnya mengalami beberapa kendala yang akhirnya kendala tersebut tidak bisa terhenti. Dampak yang dikeluarkan cukup merugikan daerah tempat perusahaan yang sedang menjalani bisnisnya. Sebut saja nama perusahaan tersebut adalah PT Gas . PT Gas merupakan sebuah perusahaan yang sudah ternama dan terkenal khususnya diseluruh kawasan Indonesia. Awalnya bisnis yang sedang dijalankan oleh perusahaan tersebut berjalan dengan lanjar. Namun sebuah hal yang tidak diduga oleh PT Gas itu sendiri terjadi.
Permasalahnya yaitu terjadinya kebocoran gas di areal eksplorasi gas. Kebocoran gas tersebut berupa semburan asap putih dari rekahan tanah, membumbung tinggi sekitar 10 meter. Semburan gas tersebut disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber ke lahan warga. tak kurang 10 pabrik harus tutup, 90 hektar sawah dan pemukiman penduduk tak bisa digunakan dan ditempati lagi, demikian juga dengan tambak - tambak bandeng, belum lagi jalan tol Surabaya - Gempol yang harus ditutup karena semua tergenang lumpur panas.
Pertanggung jawaban tersebut harus dilakukan oleh perusahaan. PT Gas akhirnya sepakat untuk membayarkan tuntutan ganti rugi kepada warga korban banjir Lumpur Porong, Sidoarjo. Perusahaan tersebut akan membayar Rp2,5 juta per meter persegi untuk tanah pekarangan beserta bangunan rumah, dan Rp120.000 per meter persegi untuk sawah yang terendam lumpur. Bila dilihat-lihat kerugian yang ditimbulkan benar-benar sangat besar justru kerugian yang diberikan mungkin tidak sebanding dengan kerugian yang diterima oleh warga dilingkungan tempat PT Gas menjalankan bisnisnya. Walaupun kasus ini sudah sampai dipihak yang berwenang namun dampak yang dirasakan oleh warga sangat terasa dan tidak bisa dilupakan. Sebab para ahli geologi membenarkan bahwa kejadian yang dialami oleh PT Gas bukan disebabkan oleh bencana alam melainkan akibat kelalaian manusia. Dan dari kejadian yang dialami oleh PT Gas merupakan pelanggaran sebuah etika bisnis. Dimana pelanggaran etika bisnis ini termasuk kedalam kategori “etika terhadap komunitas masyarakat”.
Hal yang menyimpang terhadap Etika dalam Perusahaan pada kasus di atas :
Kelalaian Karyawan pada saat bekerja
Tidak memikirkan resikonya, seharusnya waspada terlebih dahulu
Hal yang harus dibuat pelajaran bahwa :
Dalam melakukan pekerjaan harus dipikir terlebih dahulu resikonya ( waspada )
Pekerjaan harus dilakukan dengan konsentrasi
Tanggung jawab atas segala sesuatu baik itu sesuatu yang merugikan mau yang menguntungkan orang lain dan diri sendiri.
Jangan melalaikan pekerjaan begitu saja, dan jangan menganggap semua hal itu biasa.
KESIMPULAN :
Dalam kasus di atas benar – benar sangat merugikan perusahaan terjadi karena kelalaian salah satu karyawan di perusahaan, Pertanggung jawaban dilakukan oleh perusahaan. Akhirnya sepakat untuk membayarkan tuntutan ganti rugi kepada warga korban banjir Lumpur Porong, Sidoarjo. Walaupun kasus ini sudah sampai dipihak yang berwenang.
CSR ( Corporate Social Responsibility ) / Jenis tanggung jawab social perusahaan
PT. DANONE ( AQUA )
IDENTITAS PT. DANONE………………………….
Jenis tanggung jawab social pada PT. DANONE meliputi :
Beasiswa
untuk para Atlet sepak bola, badminton, basket, tinju, Lari, dll
Peduli Amal
Untuk panti asuhan, fakir miskin
Bakti social
Untuk para korban banjir, lumpur lapindo, gempa, dll
Jalan sehat
Untuk semua warga
Memberikan pelayanan dengan baik, dengan menghasilkan produk minuman yang berkualitas kepada para konsumen.
Dengan adanya fasilitas dari perusahaan akan menarik para konsumen. Semakin banyak konsumen untuk membeli produk dari PT. Danone semakin besar pula pendapatan Perusahaan dan semakin banyak pula bantuan yang akan disalurkan kepada pihak yang berhak menerima.
Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas
Oleh : JANUAR EKO ARYANSAH, S.IP
Dosen FISIP UNMURA
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepeimpinan terhadap efektifitas kerja pegawai pada dinas perhubungan dan komunikasi dan Infomasi Kabupaten Musi rawas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuatitatif dengan jumlah responden sebanyak 92 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran quisioner dan observasi langsung. Analisis data menggunakan uji regresi sederhana dan pengujian hipotesis menggunakan uji F
Hasil penelitian menunjukan bahwa dapat disimpulkan sebagai berikut Diperoleh R2= 0.502, koefisien tersebut didapatkan dari pengamatan nilai koefisien korelasi, yang berarti bahwa Pengaruh Kepemimpinan Pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas berpengaruh sebesar 50.2%, sedangkan sisanya 49.8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini seperti wewenang pegawai dan lingkungan kerja. Dan diperoleh nilai Fhitung adalah sebesar 90.75 7 sedangkan Ftabel dengan level a= 5% dengan penyebut ( N-k-1 = 92-2-1 ) adalah sebesar =4.88 hal ini berarti F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel (X) kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas kerja pegawai (Y) pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas
Kata kunci : kepemimpian, efektivitas kerja
Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari kegiatan berorganisasi, karena pada kodratnya manusia merupakan makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup bermasyarakat. Hal ini nampak baik didalam kehidupan rumah tangga, organisasi kemasyarakatan, bahkan pada saat seseorang memasuki dunia kerja. Seseorang tersebut akan berinteraksi, dan masuk menjadi bagian dalam organisasi tempatnya bekerja. Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang reaktif dapat diidentifikasikan, bekerja secara terus menerus untuk mencapai tujuan.
Organisasi secara sederhana dapat dilihat sebagai perserikatan orang-orang yang usahanya harus dikoordinasikan, tersusun dari sejumlah sub sistem yang saling berhubungan dan saling tergantung, bekerja sama atas dasar pembagian kerja, peran dan wewenang, serta mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Organisasi berisikan orang-orang yang mempunyai serangkaian aktivitas yang jelas dan dilakukan secara berkelanjutan guna mencapai tujuan organisasi. Semua tindakan yang diambil dalam setiap kegiatan diprakarsai, dan ditentukan oleh manusia yang menjadi anggota organisasi, dimana manusia sebagai pendukung utama setiap organisasi apapun bentuk organisasi itu . Dalam mencapai tujuan organisasi, setiap organisasi memerlukan sumber daya untuk mencapainya. Sumber daya merupakan sumber energi, tenaga, kekuatan yang diperlukan untuk menciptakan aktivitas ataupun kegiatan.
Perlu dipahami bahwa setiap pemimpin bertanggung jawab mengarahkan apa yang baik bagi pegawainya agar tujuan organisasi dapat tercapai tepat sasaran. Untuk itulah kepemimpinan yang baik sangat di perlukan bagi organisasi dengan adanya peran pemimpin yang baik jadi suatu tujuan organisasi bisa terarah dalam proses mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Kepemimpinan menurut Koontz & O’donnel (Dalam Rivai 2013, h, 3)yaitu sebagai proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompoknya. Sedangkan menurut Terry (Dalam Rivai, 2012, h, 3) kepemimpinan yaitu kegiatan yang mempengaruhi orang-orang untuk bersedia berusaha dalam mencapai suatu tujuan bersama.
Efektivitas kerja pegawai juga tidak kalah pentingnya dari peran seorang pimpinan atau juga sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi agar tercapainya hasil kerja yang efektif dan efisien. Menurut Siagian (2005, h, 34) menyatakan bahwa efektifitas kerja adalah penyelesaian pekerjaan tepat waktu sesuai dengan yang telah ditetapkan, artinya pelaksanaan suatu pekerjaan dinilai baik atau tidaknya sangat tergantung pada penyelesaian ahir pada tugas tersebut, cara melaksanakannya, dan biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan tugas tersebut sedangkan menurut Etzioni, (2005, h, 55) Efektivitas kerja yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan-peralatan untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas kerja pegawai sangat dibutuhkan dalam suatu organisai dengan adanya efektivitas kerja pegawai maka tujuan suatu organisasi akan tercapai ssesuai dengan apa yang diharapkan atau tercapai secara efektif dan efisien.
Dari hasil pengamatan peneliti Pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas, untuk kepemimpinan, kurangnya intensitas pimpinan mengikutkan bawahan untuk berpartisipasi, sehingga para bawahan merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Masih lemahnya perhatian dari pimpinan terhadap pegawai, seperti pemberian fasilitas-fasilitas yang cukup memdai untuk pegawai menjalankan tugasnya. Sedangkan untuk Efektivitas kerja masih kurangnya kerjasama antar pegawai dalam penyelesaian suatu pekerjaan.
Berawal dari latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkan kedalam Skripsi dengan judul ‘‘ Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai Pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas ’’
METODELOGI PENELITIAN
Penelitain ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, adapun yang menjadi variable dalam veneliatain ini adalah Kepemimpinan (X) Variabel Bebas dan efektivitas kerja (Y) sebagai variabel Variabel Terikat. Indikator-indikator kepemimpinan
Iklim saling mempercayai
Penghargaan terhadap ide bawahan.
Memperhitungkan perasaan bawahan
Perhatian pada kenyamanan kerja bawahan
Perhatian pada kesejatraan bawahan
Memperhitungkan kepuasan factor kerja bawahan
Pengakuan. Sagian (2008, h, 121)
Sedangkan indikator-indikator efektifitas kerja adalah:
Kualitas
Produktivitas
Kesiagaan
Pertumbuhah
Stabilitas
Kecelakaan
Semangat kerja
Motivasi
Kepaduan
Keluwesan (Richard, 2006)
Penelitian ini dilaksanakan pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas. Jalan Tower Komplek perkantoran Mura, Muara beliti. Yang menjadi populasi adalah seluruh Pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas yang berjumlah 92 0rang. Yang terdiri dari Kepala Dinas, Kabid LLASD dan KA, Sekretaris, Kabid Kominfo, Kabid LLAJ, Kabid Perhubungan Udara, Kasi-Kasi dan Staf-staf. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sampling jenuh, sampel jenuh adalah teknik penentuan atau pengambilan sampel semua anggota populasi yang digunakan sebagai sampel, yaitu berjumlah 92 orang.
Hipotesis dalam peneltian ini adalah ada pengaruh signifikan anatar kepemimpinan terhadap efektivitas kerja pegawai Pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil proses perhitungan regresi liner sederhana didapatkan hasil persamaan regresi adalah Ŷ = 11.397 + 0.849X. Nilai konstanta adalah sebesar (a)= 11.397 hal ini menunjukan bahwa apabila variabel kepemimpinan tidak mengalami perubahan atau nol, maka efektivitas kerja pegawai adalah sebesar 11.397. Nilai Koefisien regresi variabel kepemimpinan sebesar b =0.849. Hal ini menunjukan bahwa apabila nilai variabel kepemimpinan meningkat sebesar satu satuan. Maka nilai efektivitas kerja pegawai mengalami peningkatan sebesar 0.849.
Dan berdasarkan pengolahan hasil data primer dari model summary diatas, sebesar R2= 0.502, koefisien tersebut didapatkan dari pengamatan nilai koefisien korelasi, yang berarti bahwa Pengaruh Kepemimpinan terhadap evektivitas kerja Pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas berpengaruh sebesar 50.2%, sedangkan sisanya 49.8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini seperti wewenang pegawai dan lingkungan kerja.
Untuk menjawab hipotesis penelitian yang dilakukan maka dilakukan uji F, dimana hipotesis dalam penelitian ini ada pengaruh signifikan antara Kepemimpinan Terhadap Efektivitas kerja pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas.
Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Fhitung adalah sebesar 90.75 7 sedangkan Ftabel dengan level a= 5% dengan penyebut ( N-k-1 = 92-2-1 ) adalah sebesar =4.88 hal ini berarti F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel (X) kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas kerja pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas.
Kepemimpinan pegawainya secara langsung dapat mendukung tercapainya efektivitas kerja pegawai pada suatu organisasi, hal ini berarti kepeimpinan mendukung berjalannya kegiatan seorang pegawai, kepemimpinan Menurut Santoso (2007, h, 3) kepemimpinan adalah sebagai proses hubungan antar pribadi yang didalamnya seseorang memengaruhi sikap, kepercayaan, dan khususnya perilaku orang lain. Dengan demikian kepemimpinan mementingkan bagaiaman seorang atasan memperlakukan pegawai dan bawahannya dalam konteks memberikan rasa saling percaya bahwa bawahan akan menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Sedangkan Menurut Slamet, (2007, h, 3) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengajak orang lain mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan penuh semangat. Seorang pemimpin yang baik ialah mereka yang mampu memberikan semanagat kerja yang tinggi kepada pegawainya. Jika seorang pegawai sudah memiliki semangat kerja yang baik maka pekerjaan pegawai tersebut akan terselesaikan secara teliti dan tepat waktu.
Sedangkan efektivitas kerja pegawai sebagai fungsi dari peraturan-peraturan dan praktik-praktik yang digunakan suatu organisasi dengan konsisten Corrado (2005, h, 45). Efektivitas kerja pegawai dapat dimaknai sebagai tingkat sejauh mana suatu organisasi yang merupakan sistem sosial dengan segala sumber daya dan sarana tertentu yang tersedia memenuhi tujuan-tujuannya tanpa pemborosan dan menghindai ketegangan yang tidak perlu diantara anggota-angotanya. Organisasi yang terbentuk biasanya memiliki tujuan yang ditetapkan bersama seluruh anggotanya, tujuan tersebut akan tercapai apabila tercipta kemauan dari semua anggota organisasi untuk mewujudkannya. Efektivitas kerja pegawai akan membantu pencapaian tujuan organisasi secara tepat dan menghindari pemborosan-pemborosan sumber daya.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut Diperoleh R2= 0.502, koefisien tersebut didapatkan dari pengamatan nilai koefisien korelasi, yang berarti bahwa Pengaruh Kepemimpinan Pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas berpengaruh sebesar 50.2%, sedangkan sisanya 49.8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini seperti wewenang pegawai dan lingkungan kerja. Dan diperoleh nilai Fhitung adalah sebesar 90.75 7 sedangkan Ftabel dengan level a= 5% dengan penyebut ( N-k-1 = 92-2-1 ) adalah sebesar =4.88 hal ini berarti F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel (X) kepemimpinan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas kerja pegawai (Y) pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang dapat diberikan penulis adalah sebagai berikut :
Hendaknya pimpinan pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas memperhatikan bagaimana pimpinan memberikan pengaruh pada peagwai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi masing-masing pegawai.
Para pegawai pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Musi Rawas hendaknya selalu meningkatkan efektivitas kerja pegawai mereka agar tujuan dari organisasi tercapai sesuai yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Gary, 2009, Kepemimpinan Dalam organisasi, PT Macanan Jaya Cemerlang, Jakarta.
Lili, 2007. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Efektivitas Kerja Karyawan pada PT WOM Finance cabang Lubuklinggau, Skripsi: STIE MURA.
Rivai, Pemimpin dan Kepemimpinan Dalam Organisasi, PT. Raja Grapindo Persada Jakarta.
Sofyandi, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan Pertama, Bandung
Sugiyono, 2012, Metodelogi Penelitian, Cetakan Ke 12, Alfebeta Bandung.
Syafii, Inu Kencana, 2009, Kepemimpinan Pemerintah daerah, Bandung, PT Renika Aditama
Weweis, 2009, Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Efektivitas kerja Pegawai pada SMP Negeri 1 Kota Lubuklinggau. Skripsi: STIE MURA
Yuniarsih, Manajemen Sumber Daya Manusia, Alpabeta, Bandung
http://m31ly.wordpress.com/2010/06/05//
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18546/4/Chapter%20II.pdf
http://www.psychologymania.compengukuran-efektivitas.html
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini merupakan syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Islam pada program pendidikan Manajemen S1 Universitas Muria Kudus dengan judul SISTEM EKONOMI ISLAM BERBASIS EMAS – PERAK (DINAR – DIRHAM).
Dengan sepenuh hati penulis menyadari dan merasakan betapa besar bantuan berbagai pihak dan sumber manapun. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
Bpk. Prof Dr. Sarjadi, Sp.PA selaku Rektor Universitas Muria Kudus
Bpk. Dr.H.Mochamad Edris, Drs, MM Selaku dosen mata kuliah Ekonomi Islam
Orang tua tercinta yang telah memberikan dorongan dan doanya dalam penyusunan makalah ini
Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga terselesainya makalah ini.
Di dalam penyusunan laporan ini, mengingat tingkat kemampuan serta pengalaman penulis belum luas. Namun demikian, penulis akan berusaha keras untuk menyusun makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Terima kasih.
Kudus, 1 April 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
BAB.I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan masalah 2
Tujuan Makalah 2
BAB II LANDASAN TEORI 3
A. Sejarah Dinar dan Dirham 3
B. Dinar dan Dirham dalam Perspektif Hukum Islam 5
C. Nilai Dinar Emas dan Dirham Perak 8
BAB III PEMBAHASAN 10
A. Keunggulan Dinar dan Dirham 10
B. Penerapan Dinar dan Dirham di Indonesia 12
C. Dinar dan Dirham sebagai alternatif pemecahan masalah perekonomian 8
BAB III PENUTUP 18
Kesimpulan 18
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Standar Dinar berdasarkan World Islamic Mint 8
Tabel 2.Standar Dirham berdasarkan World Islamic Mint 9
Tabel 3. Perkembangan Nilai Tukar Dinar terhadap Dollar Amerika Serikat 12
Tabel 4. Spesifikasi Dinar yang Beredar di Indonesia 14
Tabel 5.Spesifikasi Dirham yang Beredar di Indonesia 14
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam dunia perekonomian yang maju saat ini, kegiatan utama yang dilakukan adalah berdagang.Baik perdagangan dalam sekala kecil pada tingkatan masyarakat, perdagangan besar dalam suatu negara maupun perdagangan antar negara yang sering disebut dengan perdagangan internasional.Dalam melakukan transaksi perdagangan, komponen utama adalah penjual dan pembeli.Alat transaksi yang digunakan dalam transaksi adalah uang.Seorang pembeli bisa mendapatkan barang yang diinginkan dengan memberikan sejumlah uang sesuai harga yang disepakati kepada penjual.
Mata uang yang digunakan untuk transaksi di Indonesea adalah “Rupiah”, sedangkan mata uang yang digunakan untuk transaksi perdagangan internasional adalah “Dollar Amerika Serikat”.Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa penggunaan mata uang tersebut sudah diakui dalam kehidupan perekonomian modern saat ini.
Penggunaan mata uang tersebut memiliki beberapa kelemahan yang bisa mengancam kehidupan perekonomian baik dalam suatu negara, kawasan regional maupun secara global.Salah satunya adalah fluktuasi kurs mata uang yang berubah-ubah.Kondisi demikian bisa menjadi pemicu terjadinya resesi ekonomi secara global.
Pengunaan Dinar dan Dirham berupamata uang yang memilki kandungan utama emas maupun perakdan kini digunakan beberapa negara Islam merupakan salah satu cara untuk memecahkan permasalahan ekonomi global yang mengancam baik negara maju, berkembang maupun tertinggal. Nilai mata uang Dinar tidak akan terpengaruh oleh tingkat inflasi pada suatu negara karena nilai intrinsik yang dimiliki Dinar berdasarkan nilai logam mulia yaitu emas dan nilai kurs dengan mata uang Dollar Amerika cenderung meningkat.
Penggunaan Dinar dan Dirham ini sesuai dengan ajaran Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.Saat dunia internasional tersandera oleh sistem perekonomian sekuler yang kurang adil, sistem perekonomian Islam bisa dijadikan alternatif cara untuk memecahkan semua permasalahan tersebut.
Beberapa kalangan pesimis atas sebuah gagasan dalam menggunakan Dinar sebagai alat traksaksi pembayaran.Penilaian ini relatif rasional karena fakta menunjukkan, alat pembayaran yang mendominasi berbagai belahan dunia memang menggunakan mata uang seperti dollar AS, Yen dan Euro, khususnya sejumlah Negara maju.
Dominasi salah satu mata uang kadang memaksa negara-negara besar dan kecil yang terkategori berkembang dan miskin harus mau mengikuti mekanisme dan sistem yang diterapkan negara-negara maju pemilik mata uang dominan itu.Sementara, nilai tukarnya dibanding mata uang asal negara-negara berkembang dan miskin jauh lebih tinggi.Perbedaan tinggi nilai tukar ini berdampak negatif sektor moneter.
Rumusan masalah
Apakah yang mendasari mata uang Dinar dan Dirham bisa digunakan sebagai transaksi yang sesuai dengan ajaran Islam?
Apakah perbedaan pokok penggunaan mata uang konvensional dengan mata uang Dinar dan Dirham dalam suatu sistem perekonomian?
Apakah kelebihan dari penggunaan mata uang Dinar dan Dirham?
Manfaat apa yang bisa diperoleh dari penggunaan mata uang Dinar dan Dirham dalam rangka menjalankan sistem perekonomian berbasis Islam?
Tujuan Makalah
Mengetahui sejarah dan perkembangan Dinar dan Dirham.
Mengetahui perbedaan mendasar antara mata uang konvensional dengan mata uang Dinar dan Dirham.
Mengetahui keunggulan Dinar dan Dirham.
Mengetahui kemungkinan mata uang Dinar dan Dirham digunakan di Indonesia.
BAB II
LANDASAN TEORI
Sejarah Dinar dan Dirham
Dinar dan Dirham telah dikenal oleh orang Arab sebelum datangnya Islam, karena aktifitas perdagangan yang mereka lakukan dengan negara-negara di sekitarnya.Ketika pulang berdagang dari Syam, pedagang Arab membawa Dinar emas sebagai kompensasi atas barang dagangannya yang laku terjual.Bangsa Arab pada saat itu tidak menggunakan Dinar dan Dirham bardasarkan nilai nominalnya, melainkan menurut beratnya.
Setelah Islam datang, Rasulullah Muhammad SAW membuat suatu kebijakan dengan mengakui kegiatan perekonomian yang menggunakan Dinar dan Dirham.Dinar emas dan Dirham perak berlaku sebagai alat tukar yang sah sejak masa RasulullahMuhammad SAW namun belum sepenuhnya digunakan karena masih ada yang menggunakan sistem barter. Rasullah Muhammad SAW masih fokus dalam dakwah untuk mengajak kaum Jahiliyah menjadi umat muslim.
Penggunaan Dinar dan Dirham dilanjutkan pada masa khalifah Umar bin Khattab tahun 18 H dengan menambahkan lafadz-lafadz Islam pada kedua mata uang tersebut. Pada tahun 76 H khalifah Abdul Malik bin Marwan melakukan reformasi moneter dengan mencetak Dinar dan Dirham. Penggunaan kedua mata uang ini terus berlanjut, tanpa perubahan yang berarti, hingga pemerintahan Al-Mu'tashim, khalifah terakhir dinasti Abbasiyah.
Dalam pandangan Al-Maqrizi (766-845 H), kekacauan mulai terlihat ketika ada pengaruh kaum Mamluk semakin kuat dikalangan istana, termasuk terhadap kebijakan pencatakan mata uang Dirham campuran (Fulus). Pencetakan Fulus, mata uang yang terbuat dari tembaga, dimulai pada masa pemerintahan Dinasti Ayyubiyah, Sultan Muhammad Al-Kamil ibn Al-Adil Al-Ayyubi. Penciptaan uang Fulus tersebut dimaksudkan sebagai alat tukar terhadap barang-barang yang tidak signifikan dengan rasio 48 Fulus untuk setiap dirhamnya.
Pasca pemerintahan Sultan Al-Kamil, penciptaan mata uang terus berlanjut hingga pejabat tingkat provinsi.Kebijakan sepihak dibuat dengan meningkatkan volume pencetakan fulus dan menetapkan rasio 24 fulus untuk setiap Dirhamnya.Akibatnya rakyat mengalami penderitaan karena terjadi inflasi.
Baik Dinar maupun Dirham disebutkan secara spesifik di dalam al Qur’an, di mana Dinar emas mengacu pada nilai tukar yang besar, sedangkan Dirham perak mengacu pada nilai tukar yang lebih kecil. Bersamaan dengan berakhirnya kekuasaan Turki Utsmani, Dinar dan Dirham, serta Fulus, turut hilang dari peredaran dalam masyarakat. Akibatnya berbagai macam ketentuan dalam syariat Islam, seperti kewajiban berzakat, ketentuan tentang diyat dan hudud, serta sunnah Rasulullah Muhammad SAW, seperti pembayaran mahar, sedekah, maupun ketentuan dalam muamalat (shirkat, qirad, dsb), tidak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Fakta ini terus berlanjut sepanjang sejarah Islam, hingga beberapa saat menjelang Perang Dunia I ketika dunia menghentikan penggunaan emas dan perak sebagai mata uang, setelah perang berakhir mata uang Dinar emas dan Dirham perak digunakan kembali, namun hanya bersifat parsial, dan ketika Negara islam di Turki hancur pada tahun 1924, dinar dan dirham islam tidak lagi digunakan menjadi mata uang kaum muslimin.
Namun demikian, emas dan perak tetap digunakan, meskipun makin lama makin berkurang. Pada tanggal 15 Agustus 1971, penggunaan emas dan perak dihentikan secara total, ketika Richard Nixon Presiden AS saat itu mengumunkan resmi penghentian sisterm Bretton Woods.Masyarakat meninggalkan penggunaan Dinar emas dan Dirham perak untuk melakukan kegiatan perekonomiansehari-hari.Masyarakat saat ini sepenuhnya menggunakan mata uang konvesional yang diakui, di Indonesia menggunakan mata uang Rupiah dan untuk transaksi Internasional menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat.
Akibat lain dari hilangnya Dinar dan Dirham adalah masyarakat terus-menerus menanggung akibat dari merosotnya nilai alat tukar modern yang diberlakukan saat ini yaitu uang kertas. Kemiskinan menjadi fenomena umum akibat inflasi yang tiada berhenti. Berkali-kali, sepanjang zaman modern di abad ke-20 sampai memasu- ki abad ke-21 ini, kita dihadapkan dengan apa yang disebut sebagai ”Krisis Moneter”, yang tak lain akibat dari sistem uang kertas, yang sepenuhnya berbasis pada riba.
Sejak tahun 1992, kalangan Muslim telah mengupayakan pemakaian kembali Dinar emas dan Dirham perak, bersama-sama dengan Fulus, baik untuk keperluan pembayaran zakat maupun bermuamalat. Sejak 2002 Dinar emas dan Dirham perak juga telah mulai beredar dan digunakan oleh kaum Muslim di Indonesia. Meski masih dalam skala terbatas penerapan kembali Dinar emas dan Dirham perak telah membuka pintu-pintu bagi pengamalan kembali berbagai sunnah Nabi , sallalahu alayhi wa sallam yang dalam waktu satu abad terakhir ini telah hilang.
Dinar dan Dirham dalam Perspektif Hukum Islam
Walaupun Indonesia bukan negara berdasarkan hukum Islam, dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sebagai seorang muslim hendaklah menggunakan hukum Islam secara kaffah. Hal ini perlu, sebagaimana diajarkan Rasulullah Muhammad SAW sebagai landasan utama dalam kehidupan sehari-hari haruslah kembali kepada al Quran dan Hadits.Di bawah ini dikutipkan sejumlah riwayat, hadits dan sunnah, serta amalan yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW, para Sahabat, serta Tabiin dan Tabiit Tabiin, berkaitan dengan pemanfaatan Dinar dan Dirham.
Sebagai alat membayar zakat
Dalam kaitannya sebagai alat untuk membayar zakat, Imam Malik berkata,
“Sunnah yang disepakati oleh kita adalah, bahwa zakat diwajibkan pada emas se- nilai dua puluh dinar, sebagaimana pada (perak) senilai dua ratus dirham.”
Sedangkan Imam Syafi’i, dalam kitabnya Risalah, menyatakan,
Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam, memerintahkan pembayaran zakat dalam perak, dan kaum Muslim mengikuti presedennya dalam emas, baik berdasarkan [kekuatan] hadits yang diriwayat- kan kepada kita atau berdasarkan kekuatan qiyas bahwa emas dan perak adalah penakar harga yang digunakan manusia untuk menimbun atau membayar komoditas di berbagai negeri sebelum kebangkitan Islam dan sesudahnya.
Manusia memiliki berbagai [jenis] logam lain seperti kuningan, besi, timbal yang tidak pernah dibe- bani zakat baik oleh Rasulullah [, sallalahu alayhi wa sallam, ] maupun para penerusnya. Logam- logam ini dibebaskan dengan dasar [pada kekuatan] preseden, dan kepada mereka, dengan qiyas pada emas dan perak, tidak seharusnya dibebani zakat, karena emas dan perak digunakan sebagai standar harga di semua negeri, dan semua logam lainnya dapat dibeli dengan keduanya dengan dasar kadar berat tertentu dalam waktu tertentu pula.
Syekh Muhammad Illysh, Mufti Al Azhar, pada 1900-an, mewakili posisi Madhhab Maliki, secara tegas melarang uang kertas sebagai alat pembayar zakat. Fatwanya:
Kalau zakat menjadi wajib karena pertimbangan substansinya sebagai barang berharga (merchan- dise), maka nisabnya tidak ditetapkan berdasarkan nilai [nominal]-nya melainkan atas dasar sub- stansi dan jumlahnya, sebagaimana pada perak, emas, biji-bijian atau buah-buahan.
Karena substansi [uang kertas] tidak relevan [dalam nilai] dalam hal zakat, maka ia harus diperlaku- kan sebagaimana tembaga, besi atau substansi sejenis lainnya.
Imam Abu Yusuf, satu di antara dua murid utama Imam Abu Hanifah, dan pendiri Madhhab Hanafi, menulis surat kepada Sultan Harun Al Rashid, (memerintah 170H/ 786M-193H/ 809M). Ia menegaskan keharaman uang selain emas dan perak sebagai alat pembayaran zakat. Ia menulis:
Haram hukumnya bagi seorang Khalifah untuk mengambil uang selain emas dan perak, yakni koin yang disebut Sutuqa, dari para pemilik tanah sebagai alat pembayaran kharaj dan ushr mereka. Sebab walaupun koin-koin ini merupakan koin resmi dan semua orang menerimanya, ia tidak ter- buat dari emas melainkan tembaga. Haram hukumnya menerima uang yang bukan emas dan perak sebagai zakat atau kharaj.
Sebagai tabungan dan sarana dalam ber-muamalah
Abu Bakr ibn Abi Maryam meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasul , sallalahu alayhi wa sallam, berkata:
“Akan datang masa ketika tak ada lagi yang dapat dibelanjakan kecuali Dinar dan Dirham. Simpanlah Dinar dan Dirham.” (HR. Ahmad bin Hambal)
Dalam suatu tiwayat diceritakan bahwa Urwah, salah seorang Sahabat Rasulullah Muhammad SAW memberikan sebuah gambaran bagaimana Dinar digunakan dalam kehidupan muamalah. Rasulullah Muhammad SAW Urwah diberi uang satu dinar untuk membelikan seekor domba. Tapi, dengan uang satu dinar itu ia ternyata berhasil memperoleh dua ekor domba. Maka ia menjual salah satunya senilai satu dinar dan membawa seekor yang lain, beserta sekeping dinar sisanya, kepada Rasulullah Muhammad SAW. Atas kecerdikan Urwah tersebut Rasulullah , sallalahu alayhi wa sallam, memintakan berkah Allah atasnya dan menya- takan bahwa,
“Ia akan menjadi seorang pedagang yang selalu mendapat laba bahkan bila ia berdagang debu sekalipun. “ (HR Bukhari).
Sebagai sedekah
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda
“Timbanglah rambut Husain dan bersedekahlah dengan berat rambut tersebut dengan (Dirham) perak dan berikanlah kaki akikah kepada suatu kaum.” (HR. Baihaqi dari Ali bin Abi Thalib)
Dalam riwayat lain disebutkan Rasulullah Muhammad SAW bersabda:
“Sebaik-baiknya dinar yang dibelanjakan oleh seseorang adalah dinar yang ia belanjakan untuk keluarganya, dan dinar yang ia belanjakan untuk perjalanan menuju Allah, subhanahu wa ta’ala dan dinar yang ia belanjakan sahabatnya yang dalam perjalanan menuju Allah, subhanahu wa ta’ala.” (Imam Muslim)
Sebagai mahar
Dalam melaksanakan pernikahan sebagaimana dicontohkan Rasulullah Muhamad SAW menggunakan Dinar sebagai mas kawin sebagaimana dijelaskan dari beberapa hadist di bawah ini
Malik berkata:
“Aku tidak setuju jika wanita dapat dinikahi dengan (mas kawin) kurang dari seperem- pat Dinar. Itu adalah jumlah terendah, yang (juga jumlah terendah)untuk mewajibkan pemotongan tangan (karena mencuri)”.
Dalam riwayat lain disebutkan: Abu Salamah Ibnu Abdurrahman r.a berkata:
Aku bertanya kepada ‘Aisyah r.a:
“Berapakah mas kawin Rasulullah sallallaahu ‘alaihi wassalam? Ia berkata: ‘Mas kawin beliau kepada istrinya ialah dua belas uqiyyah dan nasy’. Ia bertanya: ‘Tahukah engkau apa itu nasy?’ Ia berkata, ‘Aku jawab: Tidak’. Aisyah berkata: ‘Setengah uqiyyah, jadi semuanya lima ratus dirham’.” (HR. Muslim)
Nilai Dinar Emas dan Dirham Perak
Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam bersabda “Timbangan mengikuti yang digunakan penduduk Mekah, Takaran mengikuti yang digunakan penduduk Madinah” (HR. Abu Daud). Dari hadits Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa Salam tersebut, Dr. Qaradawi menyimpulkan bahwa berat 1 Dinar atau 1 Mithqal adalah sama dengan 4.25 gram timbangan saat ini, sedangkan berat 1 Dirham adalah 2.975 gram.Dinar emas dan Dirham perak adalah harta (mal) yang dalam batas nisab tertentu terkena kewajiban zakat, dan dengan keduanya pula zakat mal dapat dibayarkan.
Pada awal tahun ini 1432H (2011) World Islamic Standard an Islamic Mint Nusantara (IMN) melakukan koreksi terhadap berat dan kadar dari Dinar dan Dirham Islam, standar baru dunia adalah Dinar Islam 24K lalu diikuti dengan telah dicetak Koin Daniq Nabawi (1/6 Dirham berat 0.5183 atau 1/60 troy ounce, berbahan perak murni) menjelang satu bulan sebelum Ramadhan 1432H. Boleh jadi merupakan awal sejarah penting bagi dunia Islam khususnya Di Nusantara. IMN sebagai pelopor pertama Dinar dan Dirham Islam di Indonesia kembali membuat sejarah bagi perjalanan Dinar Dirham di Indonesia dan dunia, yang secara resmi mengeluarkan Kajian Sejarah, Fikih dan Pengukuran dalam Mithqal (7 halaman) serta Fatwa atas berat dan kadar terkait standar berat dan kadar Dinar Dirham Islam (4 halaman) yang kini telah mulai di berlakukan di Afrika Utara, Indonesia, Malaysia dan Amerika. Standar tersebut disebut Standar Nabawi, Standar Khalifah atau Open Mithqal Standard.
Tabel 1. Standar Dinar berdasarkan World Islamic Mint
DinarSpesifikasi1/2 Dinar2.125 gram 16mm diameter1 Dinar4.25 gram 21mm diameter2 Dinar8.500 gram 22mm diameter5 Dinar12.25 gram 25mm diameter8 Dinar34.00 gram 32mm diameter
Dinar adalah koin emas 24K, berat 4.44 gram ( 1/7 troy ounce) diameter 22 mm dan Dirham adalah perak murni, seberat 3.11 gram (1/10 troy ounce) diameter 23 mm, masing-masing spesifikasi teknis berat dan kadar Dinar dan Dirham Islam ini mengikuti sumber awal Islam, sesuai hukum Islam, sebagaimana dibakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab. Perbandingan keduanya adalah berat 7 Dinar setara dengan 10 Dirham ataupun ukuran 1 Mithqal = 72 Butir Gandum. Dengan adanya Standar Nabawi yang dikeluarkan oleh Islamic Mint Nusantara akan mempermudah pertukaran dengan berbagai jenis koin emas dan perak diluar Islam, seperti American Eagle (Amerika), Maple (Canada), Panda (China), Krugerand (Afrika Selatan) yang juga menggunakan satuan troy ounce.
Tabel 2. Standar Dirham berdasarkan World Islamic Mint
DirhamSpesifikasi1 Dirham2.975 gram 22mm diameter2 Dirham5.950 gram 25mm diameter5 Dirham14.875 gram 32mm diameter10 Dirham29.750 gram 41mm diameter20 Dirham59.50 gram 50mm diameter
BAB III
PEMBAHASAN
Keunggulan Dinar dan Dirham
Emas dan Perak adalah mata uang dunia yang paling stabil yang pernah dikenal. Sejak masa awal Islam nilai mata uang Islam yang sering disebut dwilogam itu secara mengejutkan tetap stabil dalam hubungannya dengan barang-barang konsumtif, sehingga Dinar dan Dirham sendiri berpeluang menjadi mata uang dunia. Sebab Dolar Ameerika Serikat bukan lagi mata uang yang kuat seperti sebelumnya.Fakta-fakta belakangan ini mengenai nilainya dalam pertukaran Internasional secara dramatis telah mampu menunjukkan kelemahan.
Sebagai perbandingan yang kontras antara emas dan Dollar Amerika Serikat, emas lebih unggul karena nilai intrinsik dari koin emas adalah logam yang berharga, nilainya tak tergantung pada kondisi perekonomian negara mana pun, sehingga nilai tukarnya tidak dapat diragukan lagi, bahkan banyak kalangan yang menyatakan bahwa emas adalah satu-satunya mata uang yang dapat menjamin kestabilan ekonomi dunia.
Berikut adalah keunggulan menggunakan Dinar dan Dirham :
Emas dan perak tidak hanya bisa digunakan sebagai alat pembayaran, namun juga bisa diperlakukan sebagai komoditi yang diperjualbelikan bebas layaknya barang komoditas lainnya.Hal tersebut mengakibatkan Dinar emas dan Dirham perak memiliki nilai intrinsik (bawaan).
Dengan menggunakan mata uang berbahan emas dan perak, Negara-negara tidak bisa bebas mencetak uang sebanyak-banyaknya karena tergantung cadangan emas yang dimiliki suatu Negara.
Sistem emas dan perak akan menciptakan keseimbangan neraca pembayaran antar-negara secara otomatis untuk mengoreksi defisit dalam pembayaran tanpa intervensi bank sentral dan menjamin adanya kestabilan moneter baik secara regional maupun global.
Berapapun kuantitas uang yang ada di masyarakat, tidak akan mempengaruhi daya beli. Hal ini disebabkan karena emas perak menghindarkan perekonomian dari inflasi, dan suatu kondisi di mana mata uang terlalu banyak beredar di masyarakat sehingga mengurangi nilai dari mata uan tersebut menyebabkan daya beli masyarakatmenurun.
Pertukaran nilai yang stabil, tidak seperti mata uang konvensional seperti Rupiah saat ini yang tidak menentu dan rawan terhadap kondisi politik dan perekonomian suatu negara serta terbebas dari jeratan para spekulan yang mencari keuntungan dari perubahan kurs nilai mata uang.Dalam semua mata uang kertas kurs Dinar dan Dirham naik dari tahun ke tahun. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh tim dari Wakala Induk Nusantara, pada tahun 2000 nilai 1 Dinar emas adalah 38 USDollar dan pada tahun 2011 sebesar 190 USD. Ada kenaikan 150 USD atau 395% dalam rentang waktu satu dekade rata-rata dalam satu tahun diperoleh hasil 36%. Kajian lain yang dilakukan oleh tim Wanakala Induk Nusantara, implikasi dari kenaikan nilai yang terus menerus tersebut adalah biaya-biaya dan harga barang dan jasa dalam Dinar emas akan sangat stabil, bahkan turun. Sekadar mengambil satu contoh pada harga semen (di Jakarta). Pada tahun 2000 nilai tukar 1 Dinar emas adalah sekitar Rp 400.000, harga satu zak semen sekitar Rp 20.000/zak, maka 1 Dinar emas dapat dibelikan 20 zak semen. Pada tahun 2011 (Januari) harga satu zak semen yang sama menjadi sekitar Rp 50.000/zak, sedangkan nilai tukar Dinar emas adalah Rp 1.690.000. Maka satu Dinar emas pada awal 2011 dapat dibelikan 32 zak semen. Dengan kata lain harga semen/zak dalam kurun 2000-2010 dalam rupiah mengalami kenaikan sebesar 150%, tetapi dalam Dinar emas justru mengalami penurunan sebesar 40%.
Tabel 3 Perkembangan Nilai Tukar Dinar terhadap Dollar Amerika Serikat
TAHUN NILAI TUKAR TERHADAH USD1999382000382001372002422003482004542005692006852007952008130200914720101682011190Sumber data diolah dari Grafik 1 kajian Tim Wanakala Induk Nusantara
Begitu banyak keuntungan menggunakan mata uang seperti Dinar emas dan Dirham perak. Kondisi ekonomi yang stabil jelas akan membawa kehidupan yang lebih baik bagi setiap umat manusia. Kesejahteraan rakyat terjamin dan pemerintah selaku pemegang kendali kebijakan fiskal tidak akan mengalami kesulitan dalam menerbitkan kebijakannya untuk mengendalikan tingkat inflasi yang tinggi dalam perekonomian dan Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas kebijakan moneter tidak perlu melakukan intervensi pada pasar mata uang untuk mengendalikan nilai tukar Rupiah yang menurun terhadap mata uang asing sehingga tidak banyak menguras cadangan devisa yang dimiliki.
Studi Kasus Perkembangan Penerapan Dinar dan Dirham di Indonesia
Rencana teknis dalam penerapan penggunaan Dinar dan Dirham dalam perekonomian di Indonesia tampaknya akan segera terwujud secara nyata dengan adanya cetak biru (blue print) tentang pemakaian Dinar dan Dirham yang akan segera dipersiapkan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dalam konferensi di Jakarta. Menurut Sugiharto (Ketua Departemen Ekonomi ICMI),penyusunan blue print ini sudah disepakati oleh 10 institusi yang telah menaruh perhatian besar terhadap perkembangan sistem ekonomi Islam, terutama terhadap pemakaian mata uang Dinar dan Dirham. Lembaga-lembaga tersebut antara lain : Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, Majelis Ulama Indonesia, Yayasan Dinar-Dirham, PNM, Wakala Adina, MES, Asbisindo, dan FOZ.
Tujuan pembuatan cetak biru ini adalah untuk menciptakan keseragaman dalam penerapan mata uang berupa Dinar dan Dirham di Indonesia. Untuk memperkenalkan mata uang ini diperlukan sejumlah lembaga pengendali, seperti lembaga sertifikasi yang akan menilai pihak yang berhak mencetak Dinar dan Dirham agar tidak mudah dipalsukan. Dalam cetak biru ituakan diatur sistem distribusi Dinar dan Dirham yang disebut dengan wakala. Wakala berfungsi sebagai tempat penukaran mata uang (money changer).
Tidak seperti uang kertas pada umumnya, Dinar dan Dirham tidak dapat dicetak ataupun dimusnahkan dengan sekendak-hati pihak berkuasa dalam hal ini Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia yang memegang kendali moneter, karena ia memiliki nilai intrinsik 100% dimana dalam koin tersebut memiliki nilai setara dengan logam emas seberat koin tersebut. Ini tentunya akan menghindari terjadinya kelebihan uang yang beredar dalam masyarakat, atau dengan kata lain akan menghalangi terjadinya inflasi. Tidak seperti uang konvensional pada umumnya, Dinar dan Dirham juga akan diterima masyarakat dengan hati terbuka tanpa perlu “legal tender” atau penguatan hukum. Kalau masyarakat yang melakukan transaksi dihadapkan pada dua pilihan, untuk dibayar dengan uang hampa atau Dinar, sudah tentu mereka akan lebih memilih Dinar karena kestabilan nilainya.
Kestabilan Dinar ini tentunya akan mempromosikan perdagangan internasional. Bertransaksi dengan menggunakan Dinar akan mengurangi biaya transaksi. Bila Dinar digunakan sebagai mata uang tunggal dunia Islam, maka biaya untuk menukar uang dari satu jenis mata uang ke mata uang lainnya dalam dunia Islam tidak diperlukan lagi. Dan yang paling luar biasa adalah penggunaan Dinar akan lebih menjamin kedaulatan negara dari dominasi ekonomi, budaya, politik dan kekuatan asing. Inilah sebabnya Dinar diyakini mampu mewujudkan sistem moneter global yang berkeadilan (just world monetary system).
Sejak awal tahun 2000, Dinar dan Dirham telah dicetak dan diedarkan kembali di Indonesia dan berdasarkan data dari Wakala Induk Nusantara saat ini terdapat sekitar 95 Wakala yaitu badan yang berfungsi sebagai tempat menukar Dinar dan Dirham dari dan ke uang kertas.
Tabel 4. Spesifikasi Dinar yang Beredar di Indonesia
DinarSpesifikasi1⁄2 DINAR2.125 gram emas (22 karat, 917) Diameter: 20 mm1 DINAR4.250 gram emas (22 karat, 917) Diameter: 23 mm2 DINAR8.500 gram emas (22 karat, 917) Diameter: 26 mmSumber data kajian Tim Wanakala Induk Nusantara
Dinar dan Dirham yang beredar di Indonesia terdiri dari Koin Dinar Emas dengan satuan 2, 1, dan 1⁄2 Dinar.Koin Dirham Perak dengan satuan 1⁄6, 1⁄2, 1, 2, dan 5 Dirham.
Tabel 5. Spesifikasi Dirham yang Beredar di Indonesia
DirhamSpesifikasi1⁄6 DIRHAM0.495 gram perak (perak murni, 999) Diameter: 16 mm1 DIRHAM2.975 gram perak (perak murni, 999) Diameter: 25 mm5 DIRHAM14.875 gram perak (perak murni, 999) Diameter: 27 mm1⁄2 DIRHAM1.486 gram perak (perak murni, 999) Diameter: 18 mm2 DIRHAM5.850 gram perak (perak murni, 999) Diameter: 26 mmSumber data kajian Tim Wanakala Induk Nusantara
1.Jaringan Wakala Dinar Dirham
Paling tidak saat ini ada lebih dari 95 wakala, yaitu tempat-tempat penukaran koin Dinar dan Dirham dari dan ke uang kertas. Wakala-wakala lain yang dioperasikan oleh masyarakat itu tersebar di ban- yak kota, seperti Medan, Tanjung Pinang, Balikpapan, Makasar, Gianyar, Jakarta, Bandung, Bogor, Parakan, Semarang, Solo, Jogjakarta, Surabaya, Jepara, Cirebon, Serang, dan lain-lain. Beberapa lem- baga terkemuka di Indonesia, seperti Yayasan Dompet Dhuafa Republika, Tabung Wakaf Indonesia, YPI Al Azhar, juga telah turut membuka wakala.
Keseluruhan wakala ini dikordinasikan oleh Wakala Induk Nusantara yang berkedudukan di Depok, Jawa Barat. Meski telah dirintis sejak 2002 WIN secara resmi beroperasi pada awal 2008, dan kini telah berbadan hukum sebagi Perkumpulan Amal Nusantara (PERAN).
2. JAWARA (Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham Nusantara)
Jumlah para pedagang komoditas dan jasa yang menerima kedua koin tersebut sebagai alat tukar terus bertambah.Ini ditempuh melalui pengembangan JAWARA (Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dirham dan Dinar Nusantara).Berkaitan dengan JAWARA (www.jawaradinar.com) ini juga dikembangkan Kampung Jawara, yakni tempat-tempat yang banyak pedagangnya yang menerima Dirham dan Dinar.Dua Kampung Jawara yang kini aktif ada di Kampung Nelayan, Cilincing, dan di Tanah Baru, Depok.
3. Festival Hari Pasaran (FHP)
Untuk mensosialisasikan pemakaian Dinar dan Dirham masyarakat di berbagai tempat mengada- kan pasar-pasar terbuka, melalui rangkaian Festival Hari Pasaran (FHP), secara regular. Di Festival Harian Pasar selain
8mata uang kertas juga telah digunakan Dirham dan Dinar sebagai alat tukar. Untuk memfasilitasi masyarakat memperoleh Dinar dan Dirham pada tiap Festifal Harian Pasaran beroperasi sebuah Wakala, yang berperan layaknya penyurup uang (money changer).Sampai saat ini Festival Harian Pasaran telah berlangsung di Depok, Jakarta, Bandung, dan Jogjakarta.
4. Penarikan dan Pembagian Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf
Di luar kegiatan bisnis, Dinar Dirham juga bersirkulasi melalui kegiatan sosial, berkaitan dengan sedekah, infak, zakat, serta hadiah dan mahar.Popularitas Dinar dan Dirham sebagai mahar, kado, sedekah dan wakaf, di samping zakat yang wajib hukumnya, akhir-akhir ini semakin tinggi.Tiap ada Festival Harian Pasaran zakat berupa Dirham dibagikan kepada fakir miskin.Secara umum masyrakat juga sudah mulai banyak yang membayarkan zakatnya, melalui berbagai saluran, dalam bentuk Dinar dan Dirham.
Dinar Emas dan Dirham perak sebagai alternatif pemecahan permasalahan ekonomi
Hampir seluruh mata uang di dunia ini terpengaruh oleh inflasi kecuali mata uang yang memiliki nilai intrinsik yang sama dengan nilai nominalnya yaitu mata uang yang berupa emas dan perak atau dalam khasanah Islam disebut sebagai Dinar dan Dirham.Hakikat uang kertas, dalam dirinya tidak memiliki sebuah nilai dan tidak lebih dari sekedar kertas.Apabila kita membandingkan antara Dinar dengan uang kertas, uang kertas dengan nominal tertentu dan dengan sendirinya menciptakan alat tukar bagi suatu sistem transaksi yang tidak riil.Tidak heran bahwasanya uang kertas sangat rentan dengan dampak inflasi dalam kehidupan perekonomian.
Sistem perekonomian konvensional saat ini dirasa tidak adil bagi masyarakat golongan menengah ke bawah.Kondisi perekonomian yang tidak stabil dan cenderung tidak bisa diprediksi mengancam kestabilan moneter suatu negara seperti Indonesia.Tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan masyarakat semakin tertekan.
Akhir-akhir ini Dinar dan Dirham telah mulai diterima kembali sebagai alat tukar.Sehingga kembalinya dinar dirham hanya masalah menunggu waktu, karena sekarang ini telah ada lembaga internasional yang memberikan standard dan mengawasi penerapannya yaitu World Islamic Mint. Selain itu sekarang ini marak sekali gerakan masyarakat yang mempopulerkan kembali Dinar emas dan Dirham di berbagai belahan dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya.
Walaupun tentu upaya mengembalikan dinar dan dirham tidak mudah, sebab tantangan yang dihadapi adalah melawan sistem yang telah mapan dan menguntungkan pihak tertentu, tapi ketika Dinar dan Dirham ternyata mampu untuk menjadi mata uang yang stabil, kenapa tak diterapkan dalam sistem ekonomi global, padahal sepanjang sejarah ribuan tahun lalu, dinar dirham mampu memerankan fungsi uang secara sempurna, hanya saja saat ini belum diakui secara legal sebagai alat tukar.
Tentunya sebagai umat muslim kita hendaknya kembali kepada ajaran dan sunah yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW pastinya akan mendapatkan jaminan kehidupan dunia dan akhirat. Dinar emas dan Dirham perak telah diajarkan Rasulullah Muhammad SAW sebagai sarana untuk melaksanakan kegiatan muamalah sehari hari.Abu Bakr ibn Abi Maryam meriwayatkan bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda :
“Masanya akan tiba pada umat manusia, ketika tidak ada apapun yang berguna selain dinar dan dirham.” (Masnad Imam Ahmad Ibn Hanbal).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Merujuk pada landasan hukum Islam berupa sunah Rasulullah SAW dalam beberapa riwayat hadist dan pendapat ulama shalih menyebutkan bahwasannya penggunaan Dinar Emas dan Dirham Emas sesuai dengan ajaran Islam. Rasulullah Muhammad SAW mengajarkan kepada kita agar menggunakan Dinar dan Dirham dalam kegiatan muamalah seperti memenuhi kewajiban membayar zakat, sebagai alat transaksi jual beli dan sarana untuk menabung, sebagai alat untuk bersedekah dan mahar pernikahan.
Perbedaan pokok antara mata uang konvensional dengan Dinar dan Dirham adalah mata uang konvensional dalam hal ini uang kertas tidak memiliki nilai riil pada dirinya sendiri tidak lebih dari sekedar kertas hanya karena suatu regulasi benda tersebut digunakan sebagai alat tukar. Berbeda dengan Dinar dan Dirham dimana dalam dirinya memiliki nilai riil tersendiri yang didasarkan pada nilai logam mulia berupa emas dan perak.
Kelebihan yang dimiliki oleh Dinar dan Dirham adalah terletak pada nilai intrinsiknya yang didasarkan pada nilai logam mulia berupa emas dan perak sehingga memiliki kecenderungan nilai yang stabil serta tidak terpengaruh oleh adanya inflasi. Nilai tukar Dinar dan Dirham terhadap US Dollar selama periode tahun 1999 sampai dengan 2011 cenderung meningkat.
Manfaat yang diperoleh dari penggunaan Dinar dan Dirham dalam suatu perekonomian adalah sebagai suatu jalan tengah disaat umat manusia sadar bahwasanya sistem perekonomian sekuler dirasa tidak adil bagi golongan menengah ke bawah. Dinar dan Dirham merupakan bagian dari sistem perekonomian Islam yang diajarkan Rasulullah Muhammad SAW sebagai utusan Allah yang membawa petunjuk bagi seluruh umat manusia. Apabila kita menjalankan kehidupan kembali kepada sunah Rasul maka jaminan yang pasti adalah keselamatan hidup di dunia dan akhirat.
Saran
Untuk dapat mencapai suatu tujuan bersama yaitu tercapainya perekonomian yang sehat dan merata dibutuhkan pemahaman dan pemikiran yang mendasar terlebih persoalan uang, semua ini harus paling tidak mampu menyentak kesadaran kita akan sesuatu yang sebenarnya sangan mendasar, tapi dalam kehidupan sehari-hari sering kita sikapi sebagai sesuatu yang remeh, banyak diantara kita yang tak menyangka bahwa uang kertas yang setiap hari kita miliki itu menyimpan sebuah persoalan yang begitu mendasar dan begitu rumit, yang kadang tak pernah terlintas dalam benak kita tentang filosofi akan diulang.
Pengertian Akuntansi Syariah
Secara etimologi, kata akuntansi berasal dari bahasa Inggris accounting, dalam bahasa Arabnya disebut "muhasabah" yang berasa dari kata hasaba, hasibah, muhasabah, atau wazan yang lain adalah hasaba, hasban, hisabah, artinya; menimbang, memperhitungkan, mengkalkulasi, mendata, atau menghisab. Yakni menghitung dengan saksama atau teliti yang harus dicatat dalam pembukuan tertentu.1
Kata "hisab" banyak ditemukan dalam Al-Qur’an dengan pengertian yang hampir sama, yaitu berujung pada jumlah atau angka, seperti firman Allah Swt. dalam:
1. QS al-Isra' [17]:12:
"….. bilangan tahun-tahun dan perhitungan ….."
2. QS al-Thalaq [65]:8:
"….. maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras ….."
3. QS al-Insyiqaq [84]:8:
"Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah"
Kata hisab dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan pada bilangan atau perhitungan yang ketat, teliti, akurat, dan accountable. Oleh karena itu, akuntansi adalah mengetahui sesuatu dalam keadaan cukup, tidak kurang, dan tidak pula lebih.
Sedangkan pengertian akuntansi secara terminologi adalah (1) menurut buku A Statement of Basic Accounting Theory dikatakan bahwa akuntansi adalah proses mengidentifikasi, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalam hal pertimbangan dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainya; (2) American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) mendefinisikan akuntansi sebagai seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian yarig umumnya bersifat keuangan dan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya; dan (3) Accounting Principles Board (APB) mengatakan bahwa akuntansi adalah suatu kegiatan jasa, yang fungsinya memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, yang digunakan dalam memilih di antara beberapa alternatif.2
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akuntansi syariah adalah suatu kegiatan identifikasi, klarifikasi, pendataan, dan pelaporan melalui proses perhitungan yang terkait dengan transaksi keuangan sebagai bahan informasi dalam mengambil keputusan ekonomi berdasarkan prinsip akad-akad syariah, yaitu tidak mengandung zhulum (kezaliman), riba, maysir (judi), gharar (penipuan), barang yang diharamkan, dan membahayakan.
Dengan demikian, maka keberadaan akuntansi dalam setiap lembaga, khususnya lembaga keuangan sangatlah penting adanya, karena melalui jasa akuntansi ini kita dapat menentukan hak dan kewajiban pihak-pihak terkait, dapat menyediakan informasi keuangan yang akurat dan bermanfaat dalam mengambil keputusan, serta dapat meningkatkan kepatutan dalam semua transaksi dan kegiatan usaha lainnya. Namun dalam kaitannya dengan syariah, maka seorang akunting harus memiliki sekurang-kurangnya 4 sifat dasar dalam melakukan perhitungan-perhitungan, yakni kejujuran, keadilan, kebijakan, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai syariah yang berimplikasi pada sebuah tanggung jawab, bukan hanya pada atasan dan masyarakat yang terkait tetapi ganjaran Allah Swt., yakni mengandung konsekuensi pertanggungjawaban dunia dan akhirat. Oleh karena itu, prinsip-prinsip yang dibangun dalam akuntansi syariah adalah:
1. Amanah, yakni dalam melakukan perhitungan dan neraca keuangan, seseorang harus bersifat amanah dalam semua informasi dan keterangan yang diungkapkan.
2. Mishdaqiah, yaitu sesuai dengan realitas. Yakni dalam memberikan informasi neraca keuangan haruslah valid, benar, dan sesuai dengan realitas yang ada.
3. Diqqah, yaitu cermat dan sempurna.
4. Tauqit, yaitu penjadwalan yang tepat. Yakni bekerja secara efektif dan efisien sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan.
5. Adil dan netral, yaitu dalam menyiapkan laporan keuangan haruslah bersikap adil tanpa tertekan karena atas prinsip kebenaran, kejujuran, dan kemashlahatan.
6. Tibyan, yaitu transparansi dalam penyajian data-data yang jelas dan akurat.3
Hal inilah yang membedakan penerapan sistem ekonomi syariah dengan sistem yang dibangun oleh ekonomi konvensional. []
Catatan Kaki:
1Lebih lanjut, baca Lisan al-Araby. Karya Jamaluddin Muhammad bin Makram bin Mandzur al-Anshary, Al-Muassasah al-Misriah al-‘Ammah wa al-Anba’ wa al-Nasyr, Dar al-Misriah li al-Ta'if wa al-Tarjamah, h. 301-304. Buku Dr. Husein Syahatah, Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam (Khusnul Fatarib. Pen). Akbar, Jakarta, Cet. I, 2001, h. 30-43.
2Drs. Muhammad, Prinsip-Prinsip Akuntansi dalam Al-Qur'an, Universitas Islam Indonesia Press, 2000, h. 3-4.
3Lebih jauh baca buku, Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS, Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan Sistem Operasional. Gema Insani Press, Jakarta, 2004, h. 390-394.
Dasar Hukum Akuntansi Syariah
Akuntansi dalam konsep Islam didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber hukum Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan. Juga untuk menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa, apakah peristiwa itu sesuai dengan hukum-hukurn syariat atau tidak.
Dengan demikian, dalam mengungkap pijakan utama akuntansi syariat tersebut diambil dari sumber-sumber fiqih, yaitu: Al-Qur'an, hadis, Ijma, Qiyas, dan kaidah fiqihiyah.
Adapun landasan utama yang dijadikan dasar hukum akuntansi syariah adalah:
1. QS al-Baqarah [2] :282:
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
2. QS al-Syura [42]:182-183:
Artinya:
"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan; (181) dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. (182) Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan; (183) dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu"
3. Pendapat Ulama:
Ibnu Abidin berkata: "Catatan atau pembukuan seorang agen dan kasir bisa menjadi bukti berdasarkan kebiasaan yang berlaku. Kalau si pembeli atau kasir maupun agen itu tidak menggunakan catatan khusus, itu bisa merugikan orang lain, karena biasanya barang-barang dagangan itu tidak dilihat, seperti halnya barang-barang yang dikirim ke koneksi-koneksinya di daerah jauh. Jadi, dalam keadaan seperti itu, mereka biasanya berpegang pada ketentuan-ketentuan yang tertulis dalam daftar-daftar atau surat-surat yang dijadikan pegangan ketika timbul resiko atau kerugian."
Imam Syafi'i berkata: "siapa yang mempelajari hisab atau perhitungan, luaslah pikirannya."
4. Kaidah Fiqih:
Pada dasarnya segala bentuk muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkan. []
Konsep Akuntansi Syariah
Berdasarkan firman Allah Swt. dalam QS al-Baqarah [2]:282 tersebut “faktubuuhu (maka hendaklah ada yang menuliskannya)”, memberikan isyarat bahwa keberadaan akuntansi dalam sebuah lembaga keuangan atau transaksi menjadi wajib adanya. Karena melalui akuntansilah, seseorang dapat mengetahui secara baik dan benar laporan keuangan terhadap transaksi, neraca, atau laba rugi yang pernah dilakukan.
Dari ayat tersebut dapat pila ditarik benang merahnya terhadap konsep akuntansi yang dibangun oleh Islam, yaitu:
1. Ketaatan pada hukum syariah. Setiap aktivitas yang dilakukan oleh unit ekonomi harus dilihat dari sisi halal haramnya suatu barang atau nilai yang ditransaksikan. Faktor inilah yang membedakan dengan prinsip-prinsip ekonomi di luar Islam.
2. Melaporkan dengan akurat, teliti, baik, dan jujur. Seluruh laporan keuangan harus dibuat secara accountable dan transparan.
3. Terkait pada keadilan. Karena tujuan utama syariah Islam adalah penerapan keadilan dalam masyarakat secara keseluruhan. Informasi akuntan harus mampu melaporkan setiap kegiatan atau keputusan yang dibuat.
4. Mempromosikan dan menilai efisiensi kepemimpinan. Sistem akuntansi harus mampu memberikan standar berdasarkan hukum sejarah untuk menjamin bahwa manajemen mengikuti kebijaksanaan yang baik.
5. Penentuan laba rugi yang tepat. Walaupun penentuan laba rugi agak bersifat subjektif dan bergantung pada nilai, tetapi faktor kehati-hatian harus dilaksanakan agar tercapai hasil yang bijaksana dan konsisten, sehingga dapat menjamin bahwa kepentingan semua pihak pemakai laporan dilindungi.
6. Perubahan dalam praktik akuntansi. Peran akuntansi yang demikian luas dalam kerangka Islam memerlukan perubahan yang sesuai dan cepat dalam praktik akuntansi sekarang. Akuntansi harus mampu bekerja sama untuk menyusun saran-saran yang tepat untuk mengikuti perubahan ini.1
Dengan demikian, konsep akuntansi syariah dapat digambarkan sebagai berikut:
Hanya saja perlu diingat bahwa akuntansi Islam adalah teori yang menjelaskan bagaimana mengalokasikan sumber-sumber yang ada secara adil bukan pelajaran tentang bagaimana akuntansi itu ada. Hal ini meminjam ungkapan Baqir al-Sadr yang mengatakan
“Ekonomi Islam ... bukankah suatu pelajaran tetapi suatu teori.... Teori artinya metode dan alat belajar untuk menafsirkan".2 Karena Islam mencakup semua bidang antara satu dengan lainnya tak terpisahkan. []
Catatan Kaki:
1Prof. Dr. Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam. Bumi Aksara, cet. II, Jakarta, 1999, h. 145. Lihat pula buku: Sofyan Syafri Harahap, Ph.D, Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam, Pustaka Quantum, Jakarta, Cet. I, 2001; Dr. Iwan Triyuwono, Organisasi dan Akuntansi Syari'ah, LKiS, Yogyakarta, Cet.I, 2000.
2Sofyan Syafri Harahap, Ibid, h. 272.
Macam-Macam Akuntansi Syariah
1. AKUNTANSI ISTISHNA
Istishna merupakan kontrak penjualan antara al-mustashni’ (pembeli akhir) dan al-shani’ (pemasok). Dimana, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan al-mashnu (barang pesanan), sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati, dengan cara pembayaran dapat berupa pembayaran di muka, cicilan atau ditangguhkan selama jangka waktu tertentu.
Karakteristik akuntansi istishna adalah:
1. Pada dasarnya harga barang tidak dapat berubah selama jangka waktu akad, kecuali disepakati.
2. Barang pesanan:
a. Harus diketahui karaktenstiknya secara umum, meliputi: jenis, macam, kualitas, dan kuantitasnya.
b. Harus sesuai karakteristik yang disepakati antara penjual dan pembeli.
c. Jika salah atau cacat maka penjual/produsen bertanggung jawab untuk menggantinya.
3. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual maka memesan ke pihak lain (sub kontrak) untuk menyediakan barang pesanan, disebut dengan istishna.
4. Syarat paralel adalah:
a. Akad kedua (bank dengan sub-kontraktor) terpisah dengan akad pertama (pembeli akhir dengan bank)
b. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah
5. Istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:
a. Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya, atau
b. Akad batal demi hukum, maka kondisi hukum yang dapatmenghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
6. Hak pembeli, yakni jaminan dari penjual atas
a. Jumlah yang telah dibayarkan, dan
b. Penyerahan barang pesanan sesuai spesifikasi dan tepat waktu
7. Hak penjual, yakni jaminan atas harga yang disepakati akan dibayar tepat waktu.
8. Pemindahan hak, yakni dilakukan saat penyerahan sebesar jumlah yang disepakati.
Dengan demikian, maka rukun istishna adalah:
(1) Produsen (Shani)
(2) Pemesan (Mustashni)
(3) Barang (Mashnu)
(4) Harga (Tsaman)
(5) Ijab Qabul (Sighat)
Berdasarkan Fatwa DSN No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Ketentuan tentang pembayaran:
(1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau manfaat
(2) Pembayaran dilakukan sesuai dengan manfaat
(3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
2. Ketentuan tentang barang:
(1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang
(2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya
(3) Penyerahannya dilakukan kemudian
(4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan
(5) Pembeli (mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
(6) Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan
(7) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
3. Ketentuan lain:
(1) Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat.
(2) Semua ketentuan dalam jual beli Salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli istishna.
Perbedaan Salam dan Istishna
SalamIstishnaBarang dipesan / diadakan lebih dahuluBarangnya dipesan dan diproduk lebih dahuluPembayaran seluruhnya di mukaPembayaran dapat dilakukan di muka, dicicil (per termin) sampai selesai, atau di belakangJangka waktu pendekJangka waktu panjangUmumnya untuk pengadaan barang modal kerjaUmumnya untuk barang investasi
Bank Sebagai Penjual
Pengakuan dan pengukuran biaya istishna :
1. Biaya istishna terdiri:
a. Biaya langsung, yaitu biaya untuk menghasilkan barang pesanan.
b. Biaya tidak langsung yang berhubungan dengan akad (termasuk biaya pra-akad) dialokasikan secara objektif.
2. Beban umum dan administrasi, beban penjualan, serta biaya riset dan pengembangan, tidak termasuk biaya istishna.
3. Biaya pra-akad diakui sebagai biaya ditangguhkan.
a. Akad ditandatangani, berarti diakui sebagai biaya istishna.
b. Akad tidak ditandatangani, berarti dibebankan pada periode berjalan.
4. Biaya yang terjadi selama periode laporan, yakni diakui sebagai Aktiva Istishna dalam penyelesaian saat terjadinya.
Pengukuran dan pengakuan biaya Istishna Paralel
1. Biaya terdiri:
a. Biaya perolehan barang sebesar tagihan subkontraktor kepada bank.
b. Biaya tidak langsung berhubungan dialokasikan secara objektif.
c. Semua biaya akibat subkontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya (jika ada).
2. Diakui sebagai "aktiva istishna dalam penyelesaian" saat diterimanya tagihan dari subkontraktor sebesar jumlah tagihan.
3. Tagihan setiap termin dari bank kepada pembeli akhir diakui sebagai "piutang Istishna" dan sebagai "Termin Istishna" (Istishna Billing) pada pos lawannya.
Pendapatan Istishna adalah:
1. Margin keuntungan yang merupakan selisih antara penjualan istishna dan harga pokok istishna.
2. Pendapatan istishna diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau metode akad selesai.
Metode akad selesai:
1. Sebelum pekerjaan selesai, tidak ada:
a. Pendapatan istishna yang diakui.
b. Harga pokok istishna yang diakui.
c. Bagian keuntungan yang diakui dalam "istishna dalam penyelesaian".
2. Pengakuan pendapatan istishna, harga pokok istishna, dan keuntungan dilakukan hanya pada akhir penyelesaian pekerjaan.
Penyelesaian awal:
1. Bank memberi potongan; bank menghapus sebagian keuntungannya akibat penyelesaian awal tersebut.
2. Penghapusan sebagian keuntungan akibat penyelesaian awal piutang Istishna:
a. Potongan secara langsung dan dikurangkan dari piutang istishna pada saat pembayaran.
b. Penggantian kepada pembeli sebesar keuntungan yang dihapuskan tersebut setelah menerima pembayaran piutang istishna secara keseluruhan.
Perubahan pesanan dan klaim tambahan
1. Nilai dan biaya akibat perubahan pesanan yang disepakati ditambahkan pada "pendapatan istishna" dan "biaya istishna".
2. Jika persyaratan klaim dipenuhi; biaya tambahan, menambah biaya istishna sehingga pendapatan istishna akan berkurang sebesar biaya klaim.
3. Berlaku juga untuk istishna paralel; biaya perubahan pesanan dan klaim tambahan ditentukan oleh subkontraktor dan disetujui oleh bank berdasarkan akad istishna paralel.
Biaya pemeliharaan dan penjaminan barang pesanan diakui pada saat terjadinya dan diperhitungkan dengan pendapatan istishna.
Bank Sebagai Pembeli
Bank mengakui "aktiva istishna dalam penyelesaian" sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan sekaligus mengakui “hutang istishna” kepada penjual.
Penerimaan barang pesanan
1. Keterlambatan penyerahan barang:
a. Kelalaian atau kesalahan penjual dan bank rugi. Kerugian dikurangkan dari garansi penyelesaian proyek yang telah diserahkan penjual.
b. Jika kerugian lebih besar dari garansi penyelesaian maka selisihnya diakui sebagai piutang istishna jatuh tempo kepada subkontraktor.
2. Tidak sesuai spesifikasi:
a. Bank menolak dan tidak menerima seluruh jumlah uang yang telah dikeluarkan maka diakui sebagai piutang istishna jatuh ke subkontraktor.
b. Barang dipesan diukur dengan nilai yang tebih rendah antara nilai wajar dengan harga perolehan maka selisihnya diakui kerugian periode berjalan.
c. Dalam istishna paralel, maka barang diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan harga pokok istishna, selisihnya diakui kerugian pada periode berjalan.
Penyajian transaksi Istishna:
1. "Termin istishna" yang sudah ditagih disajikan sebagai pos pengurang "aktiva istishna dalam penyelesaian"
2. Selisih termin istishna yang sudah ditagih dengan aktiva istishna dalam penyelesaian:
a. Selisih lebih => disajikan sebagai aktiva
b. Selisih kurang => disajikan sebagai kewajiban
3. Aktiva istishna dalam penyelesaian yang telah selesai dibuat => disajikan sebagai persediaan sebesar harga jual Istishna kepada pembeli akhir.
4. Dalam istishna paralel, piutang istishna dan hutang istishna tidak boleh saling hapus.
Pengungkapan transaksi Istishna mencakup dan tidak terbatas pada:
a. Pendapatan dan keuntungan dari kontrak istishna selama periode laporan.
b. Jumlah akumulasi biaya atas kontrak berjalan serta pendapatan dan keuntungan sampai dengan akhir periode laporan.
c. Jumlah sisa kontrak yang belum diselesaikan.
d. Klaim tambahan yang belum selesai.
e. Nilai kontrak Istishna Paralel sedang berjalan.
f. Nilai kontrak Istishna yang telah ditanda tangani dan belum dilaksanakan.
TABEL AKUNTANSI ISTISHNA
Istishna
Persentase Istishna
Income StatementPersentaseSelesaiTahun 1Tahun 2Tahun 1Tahun 2Pendapatan Istishna
(Istishna Revenue)375125---500Penerimaan Harga
Pokok Istishna (Cost
of Istishna Revenue)300100---400Keuntungan Istishna
(Istishna Profit)---------
75---------
25---------
---------
100Balance SheetAkhir
tahun 1Akhir
tahun 2Akhir
tahun 1Akhir
tahun 2Akuntansi Istishna
dalam Penyl375300
-280
---------
70---Termin Istishna
(offseting acct)-280
---------
95------
Piutang Istishna50---50
2. AKUNTANSI MUSYARAKAH
Akuntansi musyarakah adalah kerjasama antara para pemilik dana yang menggabungkan dana mereka dengan tujuan mencari keuntungan.
Untuk lebih jelasnya pengertian tersebut, berikut dapat ditelusuri karakteristik musyarakah, yaitu:
a. Kerjasama di antara para pemilik dana yang mencampurkan dana mereka untuk tujuan mencari keuntungan.
b. Untuk membiayai suatu proyek tertentu, dimana mitra dapat mengembalikan dana tersebut berikut bagi hasil yang disepakati baik secara bertahap maupun sekaligus.
c. Dapat diberikan dalam bentuk kas atau setara kas dan aktiva non kas termasuk aktiva tidak berwujud, seperti lisensi, hak paten, dan sebagainya.
d. Setiap mitra tidak dapat menjamin modal mitra lainnya, namun mitra satu dapat diminta lain untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja.
e. Keuntungan musyarakah dapat dibagi di antara mitra secara proporsional sesuai modal yang disetorkan dan sesuai nisbah yang disepakati.
f. Kerugian dibebankan secara proporsional sesuai dengan modal yang disetorkan.
g. Musyarakah dapat berbentuk:
1). Permanen/Konstan, yaitu bagian modal tetap sampai akhir akad; atau
2). Menurun, yaitu bagian modal bank beralih secara bertahap kepada mitra dan akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik usaha.
Rukun Musyarakah:
a. Pemilik modal (syarik/Shahibul maal)
b. Proyek/usaha (masyru’)
c. Modal (ra’sul maal)
d. Ijab Qabul (sighat)
Jenis Musyarakah:
1. Syirkah al-’inan, penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak harus sama jumlahnya. Jenis inilah yang digunakan Bank Muamalat Indonesia.
2. Syirkah al-mufawadhah, perserikatan yang modal semua pihak dan bentuk kerjasama dilakukan baik kualitas dan kuantitasnya harus sama dan keuntungan dibagi rata.
3. Syirkah al-’abdan (al-a’mal), perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama.
4. Syirkah al-wujuh, perserikatan antara pihak yang "terhormat" (orang yang mempunyai reputasi/kedudukan), untuk membeli secara angsur lalu menjualnya dengan pembayaran kontan.
5. Syirkah al-mudharabah, bentuk kerjasama antara pemilik modal dan seseorang yang punya keahlian dagang dan keuntungan perdagangan dari modal itu dibagi bersama.
Dalam menjalankan pembiayaan musyarakah, maka yang perlu diperhatikan adalah ketentuan Fatwa DSN No.: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yaitu:
1. Pernyataan ijab dan kabul dengan memperhatikan:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memperhatikan hal berikut:
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, melaksanakan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
3. Objek akad (modal, kerja, keuntungan, dan kerugian) dengan ketentuan:
a. Modal:
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus lebih dulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para rnitra.
2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b. Kerja:
1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini dia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c. Keuntungan:
1) Keuntungan harus dikuantifikasikan dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika penghentian musyarakah.
2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya.
4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d. Kerugian:
Kerugian harus dibagi antara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.
4. Biaya operasional dan persengketaan, ketentuannya adalah:
a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Penyerahan Modal Musyarakah
Pembiayaan modal musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai dan non kas kepada mitra.
Pembiayaan musyarakah pada awal akad
1. Dalam bentuk:
a. Kas dinilai jumlah yang dibayar.
b. Aktiva non kas dinilai sebesar nilai wajar. Selisih nilai wajar dengan nilai buku diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank saat penyerahan.
2. Biaya yang terjadi akibat akad tidak diakui sebagai bagian pembiayaan musyarakah, kecuali ada persetujuan seluruh mitra.
Pembiayaan Musyarakah setelah akad
1. Musyarakah permanen dinilai sebesar historis setelah dikurangi kerugian (jika ada).
2. Musyarakah menurun apabila:
a. Dinilai sebesar historis dikurangi bagian pembiayaan bank yang telah dikembalikan mitra (harga jual wajar) dan kerugian.
b. Selisih nilai historis dan nilai wajar bagian pembiayaan yang dikembalikan diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada periode berjalan.
3. Akad belum jatuh tempo diakhiri dan pengembalian seluruh atau sebagian modal, maka selisih nilai historis dan nilai pengembalian diakui sebagai laba sesuai nisbah yang disepakati atau rugi dengan porsi modal mitra.
4. Akad diakhiri, tetapi pembiayaan belum dikembalikan oleh mitra diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mitra.
Laba atau Rugi Musyarakah
a. Laba; diakui sebesar bagian bank sesuai nisbah yang disepakati.
b. Rugi; diakui secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
c. Musyarakah permanen melewati satu periode pelaporan:
1) Keuntungan; diakui sesuai nisbah yang disepakati, pada periode berjalan.
2) Kerugian; diakui pada periode terjadinya kerugian dan mengurangi pembiayaan musyarakah.
d. Musyarakah menurun melewati satu periode pelaporan terdapat pengembalian sebagian atau seluruh modal:
1) Laba; diakui sesuai nisbah saat terjadinya.
2) Rugi; diakui secara proporsional sesuai kontribusi modal dengan mengurangi pembiayaan musyarakah, saat terjadinya.
e. Akad diakhiri; Laba yang belum diterima dari mitra:
1) Musyarakah performing; diakui sebagai piutang kepada mitra.
2) Musyarakah non performing; tidak diakui tapi diungkapkan dalam catatan LK.
f. Kerugian akibat kelalaian mitra:
1) Ditanggung oleh mitra.
2) Diperhitungkan sebagai pengurang modal mitra (kecuali mitra mengganti dengan dana baru).
Penyajian dan Pengungkapan
Bank syariah mengungkapkan dasar penentuan dan besar kerugian pembiayaan musyarakah dan piutang pada suatu periode.
3. AKUNTANSI MUDHARABAH
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara Shahibul maal dan mudharib dengan pembagian keuntungan sesuai nisbah yang disepakati dari awal.
Karakteristik Mudharabah:
1. Kerjasama usaha antara Shahibul maal dan mudharib dengan pembagian keuntungan sesuai nisbah yang disepakati dari awal.
2. Jika rugi, maka ditanggung oleh Shahibul maal, tetapi apabila akibat kelalaian/penyimpangan, maka ditanggung mudharib.
3. Bank dapat menjadi:
a. Sebagai Shahibul maal; dana yang diberikan disebut pembiayaan mudharabah.
b. Sebagai mudharib; dana yang diterima:
1) Akad mudharabah muqayyadah disajikan pada laporan perubahan investasi terikat (dari nasabah).
2) Akad mudharabah muthlaqah disajikan dalam neraca sebagai investasi tidak terikat.
Jenis mudharabah:
a. Mudharabah mutlagah, yaitu Shahibul maal memberikan kebebasan penuh kepada mudharib dalam pengelolaan investasinya.
b. Mudharabah muqayyadah, yaitu shahibul maal memberikan batasan kepada mudharib mengenai tempat, cara, dan objek investasi, yaitu:
1) Mudharib dapat diperintahkan untuk:
a) Tidak mencampurkan dana Shahibul maal dengan dana lainnya.
b) Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa jaminan; atau
c) mengharuskan mudharib untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembiayaan mudharabah sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN No.: 07/DSN-MUI/ IV/2000, adalah:
1. Ketentuan Pembiayaan:
a. Pembiayaan untuk suatu usaha yang produktif.
b. Shahibul maal (pemilik dana/LKS) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
c. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan LKS dengan pengusaha.
d. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah; dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
2. LKS (shahibul maal) menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
3. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
4. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
5. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
6. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
7. Rukun dan syarat pembiayaan:
a. Shahibul maal dan mudharib harus cakap hukum.
b. Pernyataan ijab dan kabul dengan memperhatikan:
1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
2) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
3) Akad dituangkan secara tertulis, metatui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
c. Modal adalah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh shahibul maal kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat:
1) Harus diketahui jumlah dan jenisnya.
2) Dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika dalam bentuk aset, harus dinilai pada waktu akad.
3) Tidak berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
d. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal, dengan syarat yang harus dipenuhi:
1) Harus diperuntukan bagi kedua pihak dan tidak boleh diisyaratkan untuk satu pihak.
2) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk persentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
3) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
e. Beberapa ketentuan hukum pembiayaan, yaitu:
1) Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
2) Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
3) Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
4) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
f. Kegiatan usaha oleh pengelota (mudharib), sebagai perimbangan modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan:
1) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi dia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
2) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
3) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.
Sedangkan tabungan mudharabah sesuai dengan Fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000 ditetapkan bahwa:
1. Nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5. Mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Adapun ketentuan deposito mudharabah menurut Fatwa DSN No. 03/DSN-MUI/IV/2000 adalah:
1. Nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5. Mudharib menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan.
Bank Sebagai Shahibul Maal
Pengakuan Pembiayaan Mudharaboh:
1. Diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aktiva non kas kepada mudharib.
2. Bertahap, diakui pada setiap tahap pembayaran atau penyerahan.
3. Pembayaran kembali, mengurangi saldo pembiayaan mudharabah.
4. Pengembalian dapat bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau saat diakhirinya mudharabah.
Pengukuran pembiayaan mudharabah:
1. Dalam bentuk kas; diukur sejumlah uang yang diberikan saat pembayaran.
2. Dalam bentuk non kas:
a. Diukur berdasarkan nilai wajar saat penyerahan.
b. Selisih antara nilai wajar dan nilai buku diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank.
3. Beban yang terjadi sehubungan akad tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan mudharabah kecuali disepakati bersama
Dana mudharabah hilang:
1. Setelah dimulai proyek dan tidak ada kelalaian atau penyimpangan mudharib, kerugian diperhitungkan pada saat bagi hasil.
2. Non kas, penurunan nilai, tidak langsung mengurangi pembiayaan namun dapat diperhitungkan saat pembagian bagi hasil.
3. Kelalaian atau kesalahan mudharib, antara lain ditunjukkan:
a. Tidak dipenuhinya persyaratan dalam akad.
b. Tidak terdapat force majeur sesuai akad.
c. Hasil putusan arbitrasi atau pengadilan.
Akad Mudharabah Berakhir Sebelum Jatuh Tempo
Dana pembiayaan belum dibayar oleh mudharib diakui sebagai jatuh tempo kepada mudharib.
Pengakuan Laba atau rugi mudharabah:
1. Keuntungan:
a. Diakui saat terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah.
b. Bagian keuntungan tidak dibayar oleh mudharib diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mudharib.
2. Kerugian:
a. Diakui pada periode terjadinya kerugian dan mengurangi pembiayaan mudharabah.
b. Diakibatkan penghentian akad sebelum masa berakhir, diakui sebagai pengurangan pembiayaan mudharabah.
c. Disebabkan kelalaian mudharib ditanggung olehmudharib dan diakui sebagai piutang jatuh tempo.
Bank sebagai mudharib
1. Dana mudharabah diakui sebagai investasi tidak terikat pada terjadinya sebesar jumlah yang diterima.
2. Bagi hasil investasi tidak terikat dialokasikan kepada shahibul maal sesuai nisbah yang disepakati.
3. Bagi hasil dapat dilakukan dengan metode bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing).
4. Kerugian karena kesalahan atau kelalaian pihak bank, dibebankan kepada bank.
Bank sebagai agen
1. Chanelling agent, yaitu laporannya tidak dilakukan neraca tetapi dalam "Laporan Investasi Terikat".
2. Executing agent, yaitu laporannya dalam neraca sebesar porsi risiko yang ditanggung oleh bank.
Penyajian dana mudharabah, yaitu mudharabah mutlagah diterima disajikan sebagai investasi tidak terikat.
Pengungkapan dana mudharabah meliputi:
1. Mencakup dan tidak terbatas pada:
a. Jumlah pembiayaan mudharabah kas-non kas.
b. Kerugian atas penurunan nilai aktiva mudharabah.
c. Persentase kepemilikan.
2. Investasi yang dibiayai oleh bank dan shahibul maal investasi tidak terikat harus diungkapkan terpisah:
a. Pendapatan dan keuntungan investasi.
b. Beban dan kerugian investasi.
c. Laba (rugi) investasi.
d. Bagian shahibul maal investasi tidak terikat.
e. Bagian bank pada pendapatan (keuntungan) investasi.
f. Bagian bank sebagai mudharib atas pendapatan investasi tidak terikat.
3. Investasi tidak terikat dengan mengungkapkan:
a. Saldo berdasarkan segmen geografis dan periode jatuh temponya.
b. Metode alokasi keuntungan (kerugian) baik bank sebagai mudharib maupun sebagai manajer investasi.
c. Pengungkapan meliputi:
1) Metode yang digunakan untuk menentukan keuntungan atau kerugian.
2) Tingkat pengembalian.
3) Nisbah keuntungan yang disepakati.
Penyajian Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat
1. Memisahkan dana investasi terikat berdasarkan sumber dana dan jenisnya.
2. Komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan:
a. Saldo awal.
b. Jumlah unit setiap jenis dan nilai per unit awal periode.
c. Dana yang diterima dan unit investasi yang diterbitkan selama periode laporan.
d. Penarikan atau pembelian kembali selama laporan.
e. Keuntungan atau kerugian.
f. Bagian bagi hasil atau imbalan bank.
g. Beban administrasi dan beban tidak langsung lainnya.
h. Saldo akhir.
i. Jumlah unit investasi pada setiap jenis investasi dan nilai per unit pada akhir periode.
Pengungkapan Laporan Perubahan Investasi Terikat, tetapi tidak terikat pada:
1. Periode yang dicakup oleh laporan
2. Secara terpisah saldo awal, keuntungan (kerugian) dan saldo akhir
3. Sifat dari hubungan antara bank dan pemilik dana, baikbank sebagai mudharib maupun sebagai agen investasi
4. Hak dan kewajiban yang dikaitkan dengan masing-masing jenis dana atau unit investasi
4. AKUNTANSI MURABAHAH
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Karakteristik Murabahah:
1. Harga yang disepakati adalah harga jual, sedang harga beli harus diberitahukan.
2. Potongan dari pemasok:
a. Merupakan hak pembeli
b. Setelah akad dibagi sesuai perjanjian.
3. Sistem Akad Murabahah adalah
4. Transaksi murabahah terdiri:
a. Murabohah tanpa pesanan, yaitu bank bertindak sebagai penjual barang yang diperolehnya tanpa mendapatkan pesanan lebih dahulu dari nasabah.
b. Murabahoh berdasarkan pesanan, yaitu bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.
5. Murabahah berdasarkan pesanan
a. Dapat bersifat mengikat:
1) pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya.
2) Aset yang dibeli mengalami penurunan sebelum diserahkan kerugian bank (mengurangi nilai akad).
b. Dapat bersifat tidak mengikat.
6. Pembayaran murabahah dapat dilakukan:
a. Secara tunai.
b. Dengan cicilan.
7. Bank dapat memberikan potongan apabila:
a. Nasabah mempercepat pembayaran cicilan
b. Melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo.
8. Bank dapat meminta nasabah menyediakan agunan antara lain barang yang dibeli.
9. Bank dapat meminta urbun sebagai uang muka:
a. Akad jadi dilaksanakan menjadi bagian pelunasan piutang.
b. Akad batal dikembalikan ke nasabah.
1) Setelah dikurangi kerugian bank.
2) Uang muka lebih kecil kerugian, bank dapat minta tambahan ke nasabah.
10. Denda dalam murabahah:
a. Nasabah mampu tapi tidak mau.
b. Kedisiplinan nasabah terhadap kewajibannya.
c. Besarnya sesuai perjanjian dan diperuntukkan sebagai dana sosial.
Rukun Murabahah:
1. Penjual (bai’)
2. Pembeli (musytari)
3. Objek barang jelas
4. Harga (tsaman)
5. Ijab kabul (sighat)
Perbedaan Konsep Antara Murabahah dan Riba
MURABAHAHRIBA( Fiqih:
( Dalam seluruh kitab, murabahah adalah salah satu bagian dari prinsip jual beli.
( Sistem pembayaran boleh secara angsur atau sekaligus
( Teknis Perbankan:
( Digunakan di seluruh perbankan Islam yang berada di Timur Tengah, Eropa, Asia, Australia, dan Amerika.
( Pembiayaan untuk barang yang tidak bersifat siklus (modal kerja), kecuali pembiayaan untuk satu jenis barang dan bersifat one shot deal( Fiqih:
( Tidak tercantum dalam kitab fiqih manapun dan bukan dari prinsip jual beli melainkan istilah baru sebagai bagian dari murabahah.
( Bai’ bitsaman ajil, berarti “jual beli dengan cara angsur” saja tidak ada pembayaran secara sekaligus.
( Teknis Perbankan:
( Produk ini hanya digunakan di Malaysia
( Sama.
Perbedaan Antara Jual Beli dan Bunga
JUAL BELIBUNGA( Apabila sudah terjadi ijab qabul harga jual tidak boleh berubah walaupun jatuh tempo dan diperpanjang.
( Tidak ada pemisahan antara harga pokok dan harga keuntungan
( Khusus jumlah keuntungan dan murabahan (kredit investasi) harus diketahui oleh nasabah.
( Fasilitas pembiayaan diberikan dalam bentuk barang bukan uang. Transaksi jual beli barang, bank sebagai penjual.
( Dana pembelian barang sesuai dengan nilai harga barang.
( Apabila wanprestasi, tidak dikenakan finalty (bunga berbunga), melainkan denda yang bersifat sosial positif serta dalam bentuk nominal bukan persentase.
( Apabila piutang murabahah macet, hanya dapat diperpanjang
( Akibat piutang macet, anggunan boleh disita namun hanya mengambil haknya saja.( Interest rate tergantung situasi pasar.
( Ada perbedaan antara harga pokok dan bunga.
( Keuntungan dari pemberian kredit investasi tidak diketahui oleh nasabah.
( Fasilitas kredit diberikan dalam bentuk uang sehingga dana bebas digunakan nasabah (bisa terjadi penyimpangan/side streaming).
( Dana kredit yang diberikan tidak 100% murni.
( Umumnya dikenakan finalty (bunga berbunga), dikenakan dalam bentuk persentase dari sisa o/s.
( Kredit macet, dapat ditinjau kembali dan dimungkinkan terjadinya plafondering.
( Semua jaminan disita dan hasil pendapatan diambil oleh bank, tidak ada penuntutan kembali sisa atau kelebihan hasil penjualan.
Pengakuan Aset yang Diperoleh
Aset dengan tujuan dijual kembali dalam bentuk murabahah diakui sebagai "Aset Murabahah" pada saat perolehan sebesar harga perolehannya.
Pengukuran aktiva murabahah setelah akad:
1. Murabahah berdasarkan pesanan mengikat:
a. Dinilai sebesar nilai perolehan.
b. Penurunan karena usang, rusak, atau kondisi lainnya diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.
2. Murabahah tanpa pesanan atau murabahah berdasarkan pesanan tidak mengikat:
a. Dinilai yang lebih rendah antara nilai perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi.
b. Selisihnya diakui sebagai kerugian.
Piutang murabahah
1. Diakui sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati.
2. Pada akhir periode dinilai sebesar nilai yang dapat direalisasikan, yaitu jumlah piutang murabahah dikurangi penyisihan piutang ragu-ragu.
Keuntungan murabahah:
1. Akad berakhir pada laporan keuangan yang sama diakui pada periode terjadinya.
2. Melampaui satu periode laporan keuangan selama periode akad secara proporsional.
Potongan murabahah:
1. Potongan pembelian dari pemasok diakui sebagai pengurang biaya perolehan.
2. Potongan petunasan mempergunakan salah satu metode:
a. Diberikan saat penyelesaian, bank mengurangi piutang murabahah dan keuntungan.
b. Diberikan setelah menyelesaian, bank menerima pelunasan piutang, kemudian bank membayar potongan (mengurangi keuntungan).
Pengakuan denda murabahah:
1. Dikenakan kepada nasabah yang lalai melakukan kewajibannya.
2. Diakui sebagai bagian dana sosial.
Pengakuan dan pengukuran urbun (uang muka)
1. Diakui sebagai uang muka sebesar jumlah yang diterima, saat diterima.
2. Barang jadi dibeli diakui sebagai pembayaran piutang.
3. Barang tidak jadi dibeli dikembalikan setelah diperhitungkan dengan biaya yang telah diketuarkan bank.
Ketentuan murabahah berdasarkan Fatwa DSN No.: 04/DSNMUI/IV/2000 adalah:
a. Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah:
1) Bank clan nasabah hams melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara berhutang.
6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga bell plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual bell murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
b. Ketentuan murabahah kepada nasabah:
1) Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank.
2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahutu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5) Jika nasabah kemudian menotak memberi barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka.
6) Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7) Jika menggunakan kontrak ‘urbun sebagai alternatif, maka:
a) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga.
b) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya
c. Jaminan dalam murabahah
1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang
d. Hutang dalam murabahah
1) Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan hutangnya kepada bank.
2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruhnya.
3) Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. la tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.
e. Penundaan pembayaran dalam murabahah
1) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya.
2) Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
f. Bangkrut dalam murabahah Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
Ketentuan uang muka murabahah menurut Fatwa DSN No.: 13/ DSN-MUI/IX/2000 adalah:
1. Dalam akad murabahah, lembaga keuangan syariah (LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat.
2. Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
3. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.
4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada nasabah.
5. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, LKS harus mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.
Ketentuan diskon murabahah menurut Fatwa DSN No: 16/DSNMUI/IX/2000 adalah:
1. Harga (tsaman) dalam jual bell adalah suatu jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qimah) benda yang menjadi objek jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah.
2. Harga dalam jual bell murabahah adalah harga beli dan biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan.
3. Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon; karena itu, diskon adalah hak nasabah.
4. Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.
5. Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan ditandatangani.
Ketentuan sanksi (denda) menurut Fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/IX/2000 adalah:
1. Sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan sengaja.
2. Nasabah yang tidak mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi.
3. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan / atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.
4. Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.
5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.
6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.
Ketentuan potongan pelunasan menurut Fatwa DSN No: 23/DSNMUI/III/2002 adalah:
1. Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak ada di perjanjian dalam akad.
2. Besarnya potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan LKS.
5. AKUNTANSI IJARAH DAN IJARAH MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK
Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik ma’jur (objek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya.
Ijarah Muntahiyah bi al-Tamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
Perpindahan hak milik dalam Ijarah Muntahiyah bi al-Tamlik dapat melalui:
a. Hadiah.
b. Penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa.
c. Penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad.
d. Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad.
Bank dapat meminta nasabah untuk memberikan jaminan atas Ijarah untuk menghindari risiko yang merugikan bank dalam bentuk jumlah, ukuran, dan jenis objek sewa yang akan dibeli harus diketahui jelas serta tercantum dalam akad.
Rukun Ijarah
1. Penyewa (Musta’jir)
2. Pemberi sewa (Mu’ajjir)
3. Objek sewa (Ma’jur)
4. Harga sewa (Ujrah)
5. Ijab Qabul (Sighat)
6. Manfaat sewa (Manfaah)
Karakteristik Ijarah menurut Fatwa DSN No: 09/DSN-MUI/IV/2000 adalah:
1. Rukun dan syarat Ijarah
a. Pernyataan ijab dan gabul
b. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak); terdiri atas pemberi sewa (lessor, pemilik aset, LKS) dan penyewa (lessee, pihak yang mengambil manfaat dari pengguna aset nasabah).
c. Objek kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan aset.
d. Manfaat dari penggunaan aset dalam Ijarah adalah objek kontrak yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri.
e. Sighat Ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang ekuivalen, dengan cara penawaran dari pemilik aset (LKS) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
2. Ketentuan objek Ijarah
a. Objek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
b. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
c. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah
e. Manfaat arus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
g. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam Ijarah.
h. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan objek kontrak.
i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diiwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
3. Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
a. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa
1) Menyediakan aset yang disewakan
2) Menanggung biaya pemeliharaan aset
3) Menjamin bila terdapat cacat pada aset yang disewakan
b. Kewajiban nasabah sebagai penyewa
1) Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai kontrak
2) Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil)
3) Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, jika bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Ketentuan Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik menurut Fatwa DSN No: 27/DSN-MUI/III/2002 adalah:
1. Ketentuan Umum: Akad Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
b. Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntohiyah bi al-Tamlik harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.
c. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
2. Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
a. Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
b. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adalah wa’d yang hukumnya tidak mengikat. Apabila perjanjian itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
Pengakuan Dan Pengukuran
Bank Sebagai Objek Sewa
1. Objek sewa
a. Diakui sebesar biaya (cost) perolehan pada saol perolehan, dan
b. Disusutkan sesuai dengan
1) Transaksi Ijarah sesuai kebijakan penyusutan aktiva sejenis.
2) Transaksi Ijarah Muntahiyah bi al-tamlik sesuai masa sewa.
2. Pendapatan Ijarah
a. Diakui selama masa akad secara proporsional kecuali Ijarah Muntahiyah bi al-tamlik bertahap.
b. IMB bertahap besar pendapatan akan menurun secara progresif selama masa akad, karena adanya pelunasan bagian per bagian objek.
3. Piutang Pendapatan Ijarah diukur sebesar nilai bersih yang dapat direatisasikan pada akhir periode pelaporan.
Biaya Ijarah
1. Biaya akad:
a. Menjadi beban pemilik objek.
b. Dialokasi secara konsisten dengan atokasi pendapatan selama masa akad.
2. Biaya perbaikan:
a. Tidak rutin diakui pada saat terjadinya.
b. Penyewa melakukan perbaikan rutin dengan persetujuan pemilik dan dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai beban pada periode terjadinya.
c. Ijarah Muntahiyah bi al-tamlik bertahap biaya di atas ditanggung pemilik dan penyewa sebanding dengan kepemilikannya.
Perpindahan hak ke Ijarah Muntahiyah bi al-tamlik
1. Hibah:
a. Diakui saat seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan, objek diserahkan ke penyewa.
b. Objek sewa dikeluarkan dari aktiva pemilik saat terjadinya perpindahan hak.
2. Penjualan dengan harga sebesar sisa cicilan sewa sebelum akad berakhir:
a. Diakui pada saat penyewa membeli objek sewa.
b. Selisih antara harga jual dan nilai buku bersih diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
3. Pembayaran sekadarnya:
a. Diakui jika seturuh pembayaran sewa telah diselesaikan dan penyewa membelinya.
b. Objek sewa diketuarkan dari aktiva pemiliknya saat terjadinya perpindahan hak milik.
c. Penyewa berjanji tidak melakukan, nilai wajar tebih rendah nilai buku, setisihnya diakui sebagai piutang kepada penyewa.
d. Penyewa tidak berjanji tidak melakukan:
1) Dinilai yang terendah antara nilai wajar dan nilai buku.
2) Nilai wajar tebih rendah nilai buku setisihnya diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
4. Penjualan secara bertahap:
a. Diakui jika seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan penyewa membeli sebagian objek sewa.
b. Nilai buku bagian objek sewa yang telah dijual, dikeluarkan dari aktiva pemilik objek sewa pada saat terjadinya.
c. Selisih antara harga jual dan nilai buku atas bagian yangtelah dijual diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
d. Penyewa tidak melakukan pembelian atas objek sewa yang tersisa.
Penurunan nilai permanen:
1. Sebelum perpindahan hak milik kepada penyewa.
2. Timbul bukan akibat tindakan atau ketataian penyewa.
3. Jumlah cicilan yang sudah dibayar melebihi nilai sewa wajar.
Selisih jumlah yang sudah dibayar untuk tujuan pembelian dan nilai wajar diakui sebagai kewajiban kepada penyewa dan dibebankan sebagai kerugian pada periode terjadi penurunan pengakuan dan pengukuran.
Bank Sebagai Penyewa
Pengeluaran Ijarah dan ijarah muntahiyah bi al-tamlik beban penyewa:
1. Beban Ijarah dan IMB diakui secara proporsionat selama masa akad.
2. Biaya akad dialokasikan secara konsisten dengan alokasi beban selama akad.
3. Biaya pemeliharaan rutin dan operasi objek:
a. Diakui sebagai beban pada saat terjadinya.
b. Ijarah muntahiyah bi al-tomlik bertahap akan mengikat secara progresif sejalan dengan peningkatan kepemilikan objek sewa.
Perpindahan hak:
1. Melalui hadiah:
a. Diakui saat seluruh pembayaran sewa ijarah telah diakui sebagai aktiva penyewa sebesar nilai wajar saat terjadinya.
b. Di sisi lain akan menambah:
1) Saldo laba adalah sumber pendanaan dari modal.
2) Dana ITT adalah sumber pendaaan dari simpana pihak ketiga.
3) Saldo laba dan ITT proporsional adalah sumber pendanaan kedua tersebut di atas.
2. Melalui pembelian dengan harga sebesar sisa cicilan sewa Sebelum berakhir:
a. Diakui saat pembelian objek sewa.
b. Objek sewa yang diterima diakui sebagai aktiva penyewa sebesar kas yang dibayarkan.
3. Melalui pembayaran sekadarnya:
a. Diakui jika seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan penyewa membeli objek sewa.
b. Objek sewa yang diterima, diakui sebagai aktiva penyewa sebesar kas yang dibayar.
4. Pembelian secara bertahap (perpindahan sebagian objek sewa):
a. Diakui jika seluruh pembayaran sewa telah diselesaikan dan penyewa membeli sebagian objek sewa.
b. Bagian objek sewa yang diterima diakui sebagai aktiva penyewa sebesar biaya perolehannya.
Penyusutan Aktiva
Objek yang telah dibeli disusutkan sesuai dengan kebijakan penyusutan penyewa
Penurunan permanen:
1. Sebelum perpindahan hak milik kepada penyewa.
2. Timbul bukan akibat tindakan atau kelalaian penyewa.
3. Jumlah cicilan yang sudah dibayar melebihi nilai sewa wajar.
Selisih jumlah yang sudah dibayar untuk tujuan pembelian dan nilai wajar diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penyewa kepada pemilik dan mengoreksi beban Ijarah muntahiyah bi al-tamlik.
Penjualan dan penyewaan kembali
1. Nasabah; perlakuan akuntansi sama seperti "bank sebagai pemilik objek".
2. Bank; perlakuan akuntansi sama seperti "bank sebagai penyewa" keuntungan atau kerugian diakui:
a. Diakui saat terjadi penjualan, jika penyewaaan kembali dilakukan secara ijarah.
b. Dialokasikan sebagai penyesuaian terhadap beban selama masa akad, jika penyewaan kembali dilakukan secara Ijarah muntahiyah bi al-tamlik.
Sewa Dan Penyewaan Kembali
Jika bank menyewakan kepada nasabah aktiva yang sebelumnya disewa oleh bank dari pihak ketiga perlakuan akuntansi seperti bank sebagai pemilik objek.
Pengungkapan tidak terbatas pada:
1. Sumber dana yang digunakan.
2. Jumlah piutang cicilan jatuh tempo hingga dua tahun terakhir.
3. Jumlah objek berdasarkan jenis transaksi (Ijarah dan Ijarah muntahiyah bi al-tamlik), jenis aktiva dan akumulasi penyusutan (sebagai pemilik objek sewa).
4. Jumlah hutang jatuh tempo hingga dua tahun (bank sebagai penyewa).
5. Komitmen yang berhubungan dengan perjanjian Ijarah muntahiyah bi al-tamlik yang berlaku efektif pada periode laporan keuangan berikutnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka keberadaan akuntansi syariah memiliki satu tujuan utama, yaitu akuntansi harus mematuhi prinsip Islam yang menganut unsur keadilan dan kejujuran serta terhindari dari sifat gharar, maysir, riba, dan dzulum. Hanya saja akuntansi Islam tidak hanya mengukur laba rugi suatu perusahaan atau yang terkait dengan ekonomi semata, tetapi ia berorientasi kesejahteraan dan kebahagiaan sosial.